Haji tamattu’ adalah jenis manasik haji yang paling banyak dikerjakan oleh jamaah haji Indonesia. Dalam haji tamattu’, jamaah mengerjakan umrah terlebih dahulu pada saat tiba di tanah suci, lalu setelah itu menunggu masa puncak haji untuk menunaikan ibadah haji. Maka dari itu, mereka akan melakukan dua kali thawaf, dua kali sa’i, dan dua kali tahallul, yakni satu kali untuk umrah dan satu kali lagi untuk haji.
Karena keistimewaan haji tamattu’ ini, Allah mewajibkan hadyu (sembelihan kurban) sebagai bentuk rasa syukur. Bagi yang tidak mampu, diperbolehkan menggantinya dengan puasa 10 hari, yaitu 3 hari selama berhaji (afdhalnya sebelum hari Arafah) dan 7 hari ketika telah kembali ke tanah air. Allah Ta’ala berfirman:
فَمَن تَمَتَّعَ بِٱلۡعُمۡرَةِ إِلَى ٱلۡحَجِّ فَمَا ٱسۡتَيۡسَرَ مِنَ ٱلۡهَدۡيِۚ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٖ فِي ٱلۡحَجِّ وَسَبۡعَةٍ إِذَا رَجَعۡتُمۡۗ
“Maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji (tamattu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Berikut ini adalah rangkaian perjalanan jamaah haji Indonesia (khususnya yang berhaji tamattu’) yang kami tulis dari mulai keberangkatan sampai kembali ke tanah air.
1. Keberangkatan dari Indonesia (sekitar Dzulqa’dah)
• Jamaah haji diberangkatkan dari berbagai embarkasi di Indonesia menuju Arab Saudi, baik ke Madinah terlebih dahulu (gelombang 1), atau langsung ke Makkah (gelombang 2).
• Jika ke Madinah, jamaah akan tinggal selama beberapa hari di sana untuk shalat di Masjid Nabawi dan ziarah ke makam Nabi serta lokasi-lokasi bersejarah.
Catatan: Bagi jamaah haji yang ingin ke Madinah, hendaknya berniat untuk mengunjungi Masjid Nabawi, bukan semata-mata untuk ziarah makam Nabi. Sebab, safar dengan tujuan ibadah hanya dianjurkan ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Safar tidak bileh disengajakan (dengan niat ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (HR. Bukhari, no. 1189 dan Muslim, no. 1397)
2. Umrah di Makkah
Jamaah berihram untuk umrah dari miqat (batas awal ihram):
• Jika berangkatnya dari Madinah, maka miqatnya adalah Dzulhulaifah (disebut juga Abyar ‘Ali)
• Jika termasuk kloter jamaah yang langsung ke Makkah (landing Jeddah) tanpa mampir ke Madinah terlebih dahulu, maka miqatnya adalah Yalamlam, ia berihram dari atas pesawat tatkala diberitahu petugas bahwa sebentar lagi akan melewati miqat.
Tata Cara Umroh
Pasal: Ihram
1. Persiapan Sebelum Niat Ihram
Sebelum memulai ihram, disunnahkan untuk:
• Mandi seperti mandi junub, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk yang sedang haid atau nifas.
• Memakai minyak wangi di badan (khusus untuk laki-laki, tidak di kain ihram).
• Mengenakan kain ihram: rida’ dan izar untuk laki-laki; pakaian yang menutup aurat dan tidak berhias mencolok untuk perempuan.
Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُحْرِمَ تَطَيَّبَ بِأَطْيَبِ مَا يَجِدُ، ثُمَّ أَرَى وَبِيصَ الْمِسْكِ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ بَعْدَ ذَلِكَ
“Nabi ﷺ ketika ingin berihram, beliau memakai minyak wangi terbaik yang beliau miliki, lalu aku masih melihat kilauan minyak kasturi di rambut dan jenggot beliau setelah itu.” (HR. Bukhari no. 1538, Muslim no. 1190)
Untuk wanita yang sedang nifas, tetap disunnahkan mandi. Nabi ﷺ memerintahkan Asma’ binti Umais yang sedang dalam keadaan nifas:
اغْتَسِلِي وَاسْتَثْفِرِي بِثَوْبٍ، وَأَحْرِمِي
“Mandilah, lalu gunakan kain untuk menyerap darah, dan kemudian berihramlah.” (HR. Muslim no. 1218)
2. Shalat Sebelum Berniat Ihram
• Bila bertepatan dengan waktu shalat fardhu, maka itu cukup.
• Jika tidak, disunnahkan shalat dua rakaat (seperti shalat sunnah wudhu).
Catatan: Wanita haid atau nifas tidak perlu shalat.
3. Niat Ihram dan Talbiyah
Setelah selesai mandi, berpakaian ihram, dan shalat, barulah niat ihram, lalu membaca
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
“Aku menjawab panggilan-Mu untuk umrah.”
Lalu mengucapkan talbiyah:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْك، لَا شَرِيكَ لَكَ
“Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan kerajaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Catatan: Laki-laki mengucapkannya dengan suara lantang. Sedangkan perempuan cukup lirih, hanya terdengar oleh dirinya dan orang terdekat.
4. Sepanjang Perjalanan
Selama dalam ihram hingga tiba di Makkah, teruaslah bertalbiyah, dan perbanyak berdzikir, membaca Al-Qur’an, doa dan permohonan ampun.
5. Mandi Sebelum Masuk Makkah
Disunnahkan untuk mandi lagi saat hendak memasuki kota Makkah, sebagaimana yang dicontohkan Nabi ﷺ. (HR. Tirmidzi, no. 852)
6. Doa Masuk Masjidil Haram
Saat masuk Masjidil Haram, dahulukan kaki kanan, dan bacalah doa:
بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللهِ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي، وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ،
أَعُوذُ بِاللهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ، وَبِسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu. Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Mulia, dan kekuasaan-Nya yang kekal, dari godaan setan yang terkutuk.” (HR. Abu Dawud no. 466, Ibnu Majah no. 771, Ahmad no. 26417)
Pasal: Thawaf
1. Memulai dari Hajar Aswad
Thawaf dimulai dari Hajar Aswad. Jika memungkinkan:
• Sentuh dengan tangan kanan, lalu cium.
• Jika hanya bisa menyentuh tanpa mencium, cium tangan.
• Jika tidak bisa menyentuh sama sekali, beri isyarat dengan tangan, tapi tidak perlu mencium tangan.
Catatan: Tidak perlu memaksakan diri atau menyakiti orang lain demi menyentuh Hajar Aswad, terutama saat kondisi sangat padat.
Doa saat menyentuh Hajar Aswad:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ
اللَّهُمَّ إِيمَانًا بِكَ، وَتَصْدِيقًا بِكِتَابِكَ، وَوَفَاءً بِعَهْدِكَ، وَاتِّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, aku melakukannya karena iman kepada-Mu, membenarkan Kitab-Mu, memenuhi janji-Mu, dan mengikuti sunnah Nabi-Mu Muhammad ﷺ.” (HR. Thabrani no. 492, Al-Baihaqi no. 9519)
2. Tata Cara Thawaf
Berjalan mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran, dimulai dari Hajar Aswad, dan Ka’bah selalu berada di sebelah kiri (artinya, thawaf dilakukan berlawanan arah jarum jam).
Setiap kali melewati Hajar Aswad, ucapkan takbir.
Dan saat sampai di Rukun Yamani (sudut sebelum Hajar Aswad):
• Sentuh dengan tangan, tanpa mencium.
• Jika tidak bisa menyentuh, jangan beri isyarat dan tidak perlu memaksa.
Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, membaca doa:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)
Di putaran lainnya, perbanyaklah doa, dzikir, dan membaca Al-Qur’an sesuai kemampuan.
3. Sunnah Thawaf bagi Laki-laki
A. Idhthiba’
Disunnahkan saat thawaf dengan cara:
• Letakkan bagian tengah rida’ (kain atas) di bawah ketiak kanan.
• Kedua ujungnya berada di atas bahu kiri.
Setelah thawaf selesai, kembalikan posisi rida’ seperti biasa.
B. Raml
Pada tiga putaran pertama, lakukan raml, yaitu: • Jalan cepat dengan langkah pendek (bukan lari).
• Empat putaran berikutnya dilakukan dengan berjalan biasa.
Catatan: Sunnah melakukan idhthiba’ dan raml hanya berlaku saat thawaf umrah—termasuk bagi jamaah haji tamattu’—dan saat thawaf qudum (thawaf yang dilakukan saat pertama kali tiba di Makkah) bagi jamaah haji qiran atau ifrad. Adapun ketika thawaf ifadhah (thawaf haji yang dilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah), kedua amalan tersebut tidak disyariatkan. (Lihat: Al-Mughni 5/221)
4. Shalat di Belakang Maqam Ibrahim
Setelah menyelesaikan 7 putaran, menuju ke belakang Maqam Ibrahim, lalu membaca ayat:
وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.” (QS. Al-Baqarah: 125)
Kemudian, shalat dua rakaat:
• Rakaat pertama setelah Al-Fatihah, membaca Surat Al-Kafirun.
• Rakaat kedua setelah Al-Fatihah, membaca Surat Al-Ikhlas
Catatan: Disunnahkan bagi orang yang telah selesai thawaf untuk shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Jika memungkinkan, shalat langsung di belakang Maqam lebih utama. Namun jika tidak memungkinkan karena kondisi tempat, tetap disunnahkan shalat meskipun agak jauh, asalkan Maqam Ibrahim berada di antara dirinya dan Ka’bah. Ini sesuai sunnah Nabi ﷺ sebagaimana disebutkan dalam hadits Jabir tentang tata cara haji Nabi ﷺ. (HR. Muslim, no. 1218)
5. Menyentuh Hajar Aswad Kembali (Jika Mampu)
Selesai shalat dua rakaat, jika memungkinkan, kembali menyentuh Hajar Aswad. Jika tidak, langsung lanjut ke proses berikutnya.
Pasal: Sa’i
1. Berjalan Menuju Tempat Sa’i
Setelah thawaf, jamaah menuju tempat sa’i. Ketika mendekati bukit Shafa, ia membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah.” (QS. Al-Baqarah: 158)
2. Di Atas Bukit Shafa
Kemudian ia naik ke bukit Shafa hingga melihat Ka’bah, menghadap ke arahnya, mengangkat kedua tangan, memuji Allah, dan berdoa sesuai keinginan. Doa yang dibaca Rasulullah ﷺ di tempat ini adalah:
لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ
Doa ini diulang tiga kali, diselingi dengan doa-doa lain yang dikehendakinya. (HR. Muslim, no. 1218)
3. Menuju Bukit Marwah
Setelah itu, ia turun dari Shafa menuju Marwah. Ketika sampai pada lampu hijau (tanda hijau), ia berlari cepat semampunya tanpa membahayakan diri atau orang lain. Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ berlari dengan sangat cepat hingga kedua lutut beliau terlihat, dan kain beliau sampai berputar karena kencangnya lari. (HR. Ahmad, no. 26821)
4. Di Atas Bukit Marwah
Sesampainya di Marwah, ia naik, menghadap kiblat, mengangkat tangan, dan berdoa seperti saat di Shafa. Kemudian kembali ke Shafa, dan mengulang hal yang sama hingga genap tujuh putaran. Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung satu putaran, begitu pula sebaliknya.
Selama sa’i, jamaah memaksimalkan kesempatan dengan membaca dzikir, doa, atau ayat-ayat Al-Qur’an sesuai yang ia kehendaki.
Pasal: Tahallul
Setelah menyelesaikan tujuh putaran sa’i, laki-laki mencukur habis rambut kepalanya (halq), sedangkan wanita hanya memotong sedikit rambutnya, kira-kira sepanjang satu ruas jari.
Baik halq maupun taqshir (memendekkan rambut) harus dilakukan secara merata. Namun, halq lebih utama daripada taqshir, karena Nabi ﷺ mendoakan tiga kali keberkahan bagi orang yang mencukur habis rambutnya, sedangkan bagi yang hanya memendekkan rambutnya, beliau mendoakan satu kali saja. (HR. Bukhari, no. 1727)
Meski demikian, jika waktu berhaji sudah dekat dan rambut belum sempat tumbuh kembali, maka lebih baik memendekkan rambut terlebih dahulu. Hal ini agar rambut masih bisa dicukur saat tahallul haji.
Dengan selesainya seluruh rangkaian ibadah—yaitu ihram, thawaf, sa’i, dan diakhiri dengan halq atau taqshir—maka umrah pun telah sempurna. Setelah itu, seseorang keluar dari keadaan ihram dan kembali seperti biasa: diperbolehkan mengenakan pakaian selain ihram, memakai wewangian, berhubungan suami istri, serta melakukan hal-hal lain yang sebelumnya dilarang selama ihram.
3. Masa Tunggu Menjelang Haji
Sebelum hari tarwiyah (8 Dzulhijjah) jamaah tinggal di Makkah sambil memperbanyak ibadah, melakukan thawaf sunnah, kajian manasik, dan mempersiapkan diri menghadapi puncak haji.
4. Rangkaian Puncak Haji (8–13 Dzulhijjah)
a. 8 Dzulhijjah – Hari Tarwiyah
• Jamaah berihram untuk haji dari tempat tinggalnya di Makkah.
• Menuju Mina, lalu melaksanakan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya’ secara qashar tanpa dijamak.
• Bermalam (mabit) di Mina.
Catatan: Jamaah yang sudah berada di Mina sebelum tanggal 8 boleh langsung berihram di sana tanpa kembali ke Makkah.
b. 9 Dzulhijjah – Hari Arafah
• Setelah matahari terbit, jamaah berangkat ke Arafah sambil bertakbir dan bertahlil. Jika memungkinkan, sebelum ke Arafah, ia singgah ke Namiroh terlebih dahulu.
• Waktu wukuf di Arafah dimulai dari tergelincir matahari (Zhuhur) hingga terbit fajar tanggal 10.
Catatan: Siapa pun yang sempat berada di Arafah, walau hanya sesaat, antara waktu tergelincir matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga terbit fajar tanggal 10, maka hajinya sah. Baik ia dalam keadaan berdiri, duduk, atau berada di atas kendaraan—semuanya mencukupi. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. (Lihat: Badai’ Ash-Shanai’ 2/126, Al-Majmu’ 8/103, Kasyaf Al-Qina’ 2/494)
Namun, bagi yang tiba di Arafah pada siang hari, ia wajib tetap di sana hingga matahari terbenam. Tidak diperbolehkan meninggalkan Arafah sebelum maghrib. Jika ia meninggalkan Arafah sebelum matahari terbenam, maka wukufnya tetap sah, tetapi ia wajib membayar dam (denda berupa penyembelihan hewan). (Lihat: Al-Bahr Ar-Roiq 2/366, Al-Iqna’ 1/388, Nihayatup Muhtaj 3/299)
Adapun jika seseorang baru tiba di Arafah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, maka wukufnya tetap sah dan tidak ada kewajiban apapun atasnya. Hanya saja, ia kehilangan keutamaan (fadlilah) wukuf di siang hari bersama jamaah lainnya. (Lihat: Al-Mughni 3/371, Al-Majmu’ 8/102)
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ شَهِدَ صَلَاتَنَا هَذِهِ، وَوَقَفَ مَعَنَا حَتَّى نَدْفَعَ، وَقَدْ وَقَفَ قَبْلَ ذَلِكَ بِعَرَفَةَ لَيْلًا أَوْ نَهَارًا؛ فَقَدْ تَمَّ حَجُّهُ، وَقَضَى تَفَثَهُ
“Siapa yang ikut shalat (Shubuh) bersama kami (hari ini, di Muzdalifah), dan wukuf bersama kami hingga kami pergi, dan dia sudah wukuf di Arafah sebelum itu, baik di siang hari atau malam hari, maka hajinya sudah sempurna dan dia telah menyelesaikan segala urusan hajinya.” (HR. Abu Dawud, no. 1950, Tirmidzi, no. 891, Nasa’i, no. 3041, Ibnu Majah, 3016)
Saat di Arafah, para jamaah:
– Mendengarkan khutbah Arafah (sebelum zhuhur)
– Melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar secara jamak taqdim dan qashar
– Memperbanyak doa dan dzikir.
Doa yang paling banyak dibaca Nabi ﷺ tatkala wukuf adalah:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Tiada Tuhan selain Allah, satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nyalah kerajaan, dan bagi-Nyalah segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (HR. Malik, no. 726, Baihaqi, no. 8464)
Catatan: Jamaah haji harus memastikan bahwa tempat wukufnya berada di dalam batas wilayah Arafah. Sebab, wukuf di luar Arafah tidak sah dan menyebabkan hajinya pun tidak sah. Nabi ﷺ bersabda:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
“Haji itu adalah Arafah.” (HR. Abu Dawud, no. 1949, no. Tirmidzi, no. 889, Nasa’i, no. 3044, Ibnu Majah, no. 3015)
Batas geografis Arafah dikelilingi dengan tanda-tanda batu dan papan penunjuk resmi dari pemerintah. Sebagian titik batasnya adalah: dari sisi utara berbatasan dengan Wadi ‘Urnah (yang termasuk luar Arafah), dari timur berbatasan dengan jalan menuju Thaif, dari selatan mendekati Jabal Rahmah, dan dari barat berbatasan dengan jalan menuju Muzdalifah. Pemerintah Arab Saudi telah memasang rambu-rambu jelas yang menandai batas-batas ini, dan jamaah sangat dianjurkan untuk memperhatikannya agar wukuf dilakukan di tempat yang sah.
c. Malam 10 Dzulhijjah – Mabit di Muzdalifah
Setelah matahari tenggelam, jamaah menuju Muzdalifah. Di sana, mereka shalat Maghrib dan Isya secara jamak dan qashar dan bermabit .
Catatan: Wanita dan orang lemah boleh meninggalkan Muzdalifah lebih awal (setelah tengah malam) menuju Jamarat Aqobah.
d. 10 Dzulhijjah – Hari Nahr (Idul Adha)
Setelah Subuh, jamaah:
• Berdoa dan berdzikir hingga terang
• Menuju Jamarat Aqabah
Kemudian dilanjutkan dengan:
1. Melempar jumrah Aqabah dengan 7 kerikil (setiap pelemparan disertai takbir)
2. Menyembelih hadyu (hewan kurban)
3. Cukur (halq atau taqshir)
4. Thawaf Ifadhah
5. Sa’i.
Faedah: Talbiyah disyariatkan dalam umrah mulai dari ihram hingga memulai thawaf, sedangkan dalam haji, dari saat ihram hingga mulai melempar Jumrah Aqabah pada Hari Raya Idul Adha.
Catatan: Disunnahkan untuk menjalankan amalan tersebut sesuai urutan. Namun jika ada yang mendahulukan salah satunya—seperti menyembelih sebelum melempar jumrah, atau thawaf sebelum mencukur rambut, atau bahkan sa’i sebelum thawaf—maka tidak masalah. Pada hari itu, siapa pun yang bertanya kepada Nabi ﷺ tentang amalan yang didahulukan atau diakhirkan, beliau menjawab:
افْعَلْ وَلَا حَرَجَ
“Lakukan saja, tidak mengapa.” (HR. Bukhari, no. 83 dan Muslim, no. 1307)
Tentang Tahallul Pertama dan Kedua
Setelah melempar jumrah Aqabah di hari Idul Adha dan mencukur atau memendekkan rambut, jamaah haji telah melakukan tahallul pertama. Saat itu, hampir semua larangan ihram sudah boleh dilakukan kembali—seperti memakai wewangian, pakaian biasa, memotong kuku, dan lainnya—kecuali berhubungan suami istri. Tahallul kedua terjadi setelah thawaf di Ka’bah dan sa’i antara Shafa dan Marwah. Setelah itu, seluruh larangan ihram pun resmi gugur, termasuk hubungan suami istri.
e. 11–13 Dzulhijjah – Hari-hari Tasyriq
Di hari-hari ini setelah zhuhur, jamaah melempar Jumrah Ula (paling jauh dari Makkah) sebanyak tujuh kali, sambil bertakbir di setiap lemparan, lalu disunnahkan berdoa setelahnya, lama atau singkat sesuai kemampuan.
Kemudian melempar Jumrah Wustha dengan cara yang sama, lalu bergerak sedikit ke kiri, menghadap kiblat, dan kembali berdoa, selama atau sebentar semampunya.
Terakhir, melempar Jumrah Aqabah sebanyak tujuh kali lemparan sambil bertakbir, namun tidak disunnahkan berdoa setelahnya, langsung meninggalkan tempat.
Catatan:
1. Pada tanggal 10 Dzulhijjah, melempar Jumrah Aqabah dimulai sejak waktu dhuha. Sedangkan pada tanggal 11 hingga 13 Dzulhijjah, melempar ketiga jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah) hanya boleh dilakukan setelah masuk waktu zhuhur.
2. Setelah melakukan lempar 3 jumrah di tanggal 12, jamaah boleh meninggalkan Mina (nafar awal) jika keluar sebelum matahari terbenam.
Jika tidak, mereka bermalam hingga tanggal 13 (nafar tsani) dan kembali melempar jumrah di hari esoknya.
Allah Ta’ala berfirman:
۞وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡدُودَٰتٖۚ فَمَن تَعَجَّلَ فِي يَوۡمَيۡنِ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ وَمَن تَأَخَّرَ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۖ لِمَنِ ٱتَّقَىٰۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّكُمۡ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ
“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya. Barang siapa mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka ia tak berdosa. Dan barang siapa mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan pada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 203)
5. Thawaf Wada’ dan Kepulangan
Sebelum meninggalkan Makkah, jamaah diwajibkan melaksanakan Thawaf Wada’ (thawaf perpisahan), kecuali bagi Wanita yang sedang haidh atau nifas.
Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرَ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ
“Tidak ada yang meninggalkan tempat ini hingga akhir pertemuannya (selama di Makkah) dengan thawaf (mengelilingi) Ka’bah.” (HR. Muslim, no. 1327)
Setelahnya, jamaah kembali ke Madinah (jika belum sempat sebelumnya) untuk shalat dan ziarah ke Masjid Nabawi, kemudian pulang ke Indonesia dari bandara Madinah atau Jeddah. Wallahu a’lam.
Penutup
Perjalanan haji tamattu’ adalah rangkaian ibadah yang panjang dan penuh keutamaan. Setiap jamaah haji hendaknya mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan spiritual agar dapat menjalankannya dengan baik dan benar.
Dan pada artikel selanjutnya kami akan jelaskan mengenai perbedaan 3 jenis manasik haji: Ifrad, Qiran, dan Tamattu’. InsyaAllah.
Semoga Allah menerima haji para tamu-Nya dan mengembalikan mereka ke tanah air dalam keadaan mabrur dan penuh berkah. Aamiin.