Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan :
ﻟﻮ ﺃﻛﻞ ﻧﺎﺳﻴﺎ ﺃﻭ ﺷﺮﺏ ﻧﺎﺳﻴﺎ، ﺛﻢ ﺫﻛﺮ ﺃﻧﻪ ﺻﺎﺋﻢ ﻭاﻟﻠﻘﻤﺔ ﻓﻲ ﻓﻤﻪ، ﻓﻬﻞ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﺃﻥ ﻳﻠﻔﻈﻬﺎ؟
Seandainya seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa (bahwa dirinya sedang berpuasa), kemudian dia baru teringat/tersadar dalam keadaan sisa makanan masih ada di mulutnya, apakah dia diharuskan untuk memuntahkannya ?
اﻟﺠﻮاﺏ: ﻧﻌﻢ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﺃﻥ ﻳﻠﻔﻈﻬﺎ؛ ﻷﻧﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﻔﻢ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﺣﻜﻢ اﻟﻈﺎﻫﺮ، ﻭﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻓﻲ ﺣﻜﻢ اﻟﻈﺎﻫﺮ، ﺃﻥ اﻟﺼﺎﺋﻢ ﻟﻮ ﺗﻤﻀﻤﺾ ﻟﻢ ﻳﻔﺴﺪ ﺻﻮﻣﻪ.
Jawabannya: tentu, dia diharuskan untuk memuntahkannya. Sebab, sisa makanan masih ada di mulutnya sedangkan mulut dihukumi sebagai bagian luar tubuh (sehingga sisa makanan tersebut belum masuk ke dalam tubuh, -pent.). Yang menunjukkan bahwa mulut dihukumi sebagai bagian luar tubuh adalah sebagaimana jika seorang yang berpuasa berkumur-kumur, hal itu tidak merusak (membatalkan) puasanya.
ﺃﻣﺎ ﻟﻮ اﺑﺘﻠﻌﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﻭﺻﻠﺖ ﻣﺎ ﺑﻴﻦ ﺣﻨﺠﺮﺗﻪ ﻭﻣﻌﺪﺗﻪ ﻟﻢ ﻳﻠﺰﻣﻪ ﺇﺧﺮاﺟﻬﺎ، ﻭﻟﻮ ﺣﺎﻭﻝ ﻭﺃﺧﺮﺟﻬﺎ، ﻟﻔﺴﺪ ﺻﻮﻣﻪ ﻷﻧﻪ ﺗﻌﻤﺪ اﻟﻘﻲء.
Namun, jika dia (sudah terlanjur) menelannya hingga sampai antara tenggorokan dan lambungnya (kemudian dia baru ingat bahwa dia sedang berpuasa), dia tidak diharuskan untuk memuntahkannya. Seandainya dia berusaha memuntahkannya, justru puasanya rusak (batal). Sebab, dia sengaja muntah.”
📚 Asy-Syarhul Mumti’, jilid 6 hlm. 386