Ibnu Daqiqil Ied rahimahullah berkata, “Bahwa para Ulama menuturkan :
لَا يُشْتَرَطُ فِي الْآمِرِ بِالْمَعْرُوفِ وَ النَّاهِي عَنْ الْمُنْكَرِ أَنْ يَكُونَ كَامِلَ الْحَالِ مُمْتَثِلًا مَا يَأْمُرُ بِهِ مُجْتَنِبًا مَا يُنْهَى عَنْهُ. بَلْ عَلَيْهِ الْأَمْرُ وَ إِنْ كَانَ مُرْتَكِبًا خِلَافَ ذَالِكٍ
“Tidaklah disyaratkan bagi orang yang mengamalkan amar ma’ruf nahi munkar itu harus sempurna kebaikannya, dan harus orang yang senantiasa melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangannya. Bahkan tetap wajib baginya amar ma’ruf nahi munkar meskipun perbuatannya sendiri menyelisihinya.
لِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ شَيْئَانِ، أَنْ يَأْمُرَ نَفْسَهُ وَ يَنْهَاهَا، وَ يَأْمُرَ غَيْرَهُ وَ يَنْهَاهُ”.
Karena ada dua kewajiban yang harus dia tunaikan
1. Memerintahkan diri sendiri dan mencegahnya.
2. Memerintahkan orang lain dan mencegahnya.”
__________________
Ibnu Daqiqil Ied, Syarh al-Arbain an-Nawawiyyah, hadits ke-34