RASULULLAH ﷺ SEDANG BAGI-BAGI WARISAN!
Suatu hari, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah melewati pasar di Madinah, lalu ia berhenti di sana dan berkata, “Wahai para penghuni pasar, betapa ruginya kalian!”
Mereka bertanya, “Apa gerangan, wahai Abu Hurairah?”
Ia menjawab:
ذَاكَ مِيرَاثُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُقْسَمُ، وَأَنْتُمْ هَاهُنَا لَا تَذْهَبُونَ فَتَأَخُذُونَ نَصِيبَكُمْ مِنْهُ
“Itu, warisan Rasulullah ﷺ sedang dibagikan, sementara kalian di sini! Mengapa kalian tidak pergi dan mengambil bagian kalian darinya?”
Mereka bertanya, “Di mana itu?
Ia menjawab, “Di masjid.”
Maka mereka pun bergegas menuju masjid. Abu Hurairah menunggu mereka hingga mereka kembali.
Abu Hurairah bertanya kepada mereka, “Apa yang kalian temukan?”
Mereka menjawab:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ فَقَدْ أَتَيْنَا الْمَسْجِدَ، فَدَخَلْنَا، فَلَمْ نَرَ فِيهِ شَيْئًا يُقْسَمُ
“Wahai Abu Hurairah, kami telah mendatangi masjid, lalu kami masuk, tetapi kami tidak melihat sesuatu pun yang sedang dibagikan.”
Abu Hurairah bertanya lagi, “Apakah kalian tidak melihat seseorang di masjid?”
Mereka menjawab:
بَلَى، رَأَيْنَا قَوْمًا يُصَلُّونَ، وَقَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، وَقَوْمًا يَتَذَاكَرُونَ الْحَلَالَ وَالْحَرَامَ
“Tentu, kami melihat ada sekelompok orang yang sedang shalat, ada yang membaca Al-Qur’an, dan ada yang sedang membahas halal dan haram.”
Maka Abu Hurairah berkata:
وَيْحَكُمْ، فَذَاكَ مِيرَاثُ مُحَمَّدٍ ﷺ
“Celaka! Itulah warisan Muhammad ﷺ.”
(HR. Thabrani, no. 1429 dalam Al-Mu’jam Al-Ausath, dengan sanad yang hasan).
_______________
Dalam kisah ini bukan maksud Abu Hurairah melarang manusia untuk berdagang dan bekerja mencari nafkah, namun beliau ingin mengajarkan bahwa ada yang lebih berharga dari pada harta perbendaharaan dunia, yaitu ilmu, dan itulah harta yang diwariskan oleh para nabi. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُورِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Dawud, no. 2641, Tirmidzi, no. 2682).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Menjadi pewaris para nabi merupakan salah satu keutamaan terbesar bagi para ahli ilmu.
Sebab, para nabi adalah makhluk Allah yang paling mulia, maka pewaris mereka pun menjadi makhluk yang paling mulia setelah mereka.
Setiap pewaris pasti menerima warisan dari orang yang mewariskannya, karena merekalah yang menggantikan kedudukannya setelahnya.
Dan karena setelah para rasul tidak ada yang menggantikan tugas mereka dalam menyampaikan risalah yang mereka bawa selain para ulama, maka merekalah orang yang paling berhak atas warisan para nabi.”
(Lihat: Miftah Daar As-Sa’adah 1/258).