Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu anhu secara marfu’, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ اْلأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُوْلُ: اتَّقِ اللهَ فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَ إِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
“Apabila manusia menjelang pagi, maka semua anggota-anggota badannya menyalahkan lisan. Mereka berkata, “(Wahai lisan) bertakwalah engkau kepada Allah, karena kami. Maka sesungguhnya keadaan kami tergantung kepadamu. Jika kamu istiqomah, kamipun istiqomah. Namun jika kamu menyimpang, maka kamipun menyimpang.” (HR. At-Tirmidzi 2407 dan Ahmad III/ 96. Hasan oleh al-Albani, Shahih Sunan at-Tirmidziy 1962, Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 351, Misykah al-Mashobih 4838 dan al-Adab 397)
? Syaikh Salim bin Ied al-Hilali hafizhahullah berkata :
“Pentingnya menjaga lisan di dalam keselamatan manusia. Yang demikian itu disebabkan bahwa lisan itu adalah penterjemah hati, pengungkap dan penguasanya. Apa yang terlintas dalam hati itu akan nampak atas lisannya. Oleh sebab itu dikatakan: seseorang itu dengan dua ashghar (benda kecil) yaitu hati dan lisannya.” (Bahjah an-Nazhirin III/ 17)
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
وَ هَلْ يُكَبُّ النَّاسُ فىِ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Tidaklah manusia itu ditelungkupkan di dalam neraka atas wajah-wajah atau hidung-hidung mereka melainkan hanyalah karena hasil dari lisan-lisan mereka.” (HR. Tirmidzi 2616, Ibnu Majah 3973, Al-Hakim 3601 dan Ahmad V/ 231, 236, 237. Shahih oleh al-Albaniy, lihat Shahiih Sunan at-Tirmidziy 2110, Shahih Sunan Ibnu Majah 3209, Shahiih al-Jaami’ ash-Shaghiir 5136 dan Irwaa’ al-Ghaliil 413)
? Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhahullah berkata :
“Terdapat penjelasan bahwasanya hamba itu dihukum dengan seluruh apa yang diucapkannya, apakah diucapkannya dengan sungguh-sungguh atau main-main. Yang dapat menelungkupkan manusia di dalam neraka dan membawa mereka kepada kebinasaan adalah apa yang keluar dari lisan mereka.” (Bahjah an-Nazhirin III/ 23)
? Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata :
“Maka waspadalah engkau wahai saudaraku dari hasil panen ini dan jagalah lisanmu. Barangsiapa yang menjaga lisannya hendaklah ia menjaga lisannya dari berdusta, menipu, berkata palsu, namimah, ghibah dan semua yang dapat menjauhkannya dari Allah Azza wa Jalla dan menetapkan neraka baginya. Maka wajib baginya untuk bersih darinya.” (Syarh Riyadhus Shalihin IV/ 168)
Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu beliau berkata : “pernah ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :
يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ فُلاَنَةً تَقُوْمُ اللَّيْلَ وَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَ تَفْعَلُ وَ تَصَدَّقُ وَ تُؤْذِي جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: لاَ خَيْرَ فِيْهَا هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya si Fulanah suka shalat malam, suka puasa di siang hari, suka mengerjakan (berbagai kebaikan) dan bersedekah, hanya saja ia suka mengganggu para tetangganya dengan lisannya?” Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda : “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk penghuni neraka.” (HR. Bukhori, al-Adab al-Mufrod 119, Ahmad II/ 440, al-Hakim 7384 dan Ibnu Hibban. Shahih oleh al-Albaniy, lihat Shahiih al-Adab al-Mufrad 88 dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah 190)
Dalam hadits diatas disebutkan bahwa meskipun seseorang dikenal mengerjakan jenis banyak jenis amalan ibadah seperti mengerjakan sholat malam, puasa sunnah dan banyak bersedekah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Tetapi jika dia tidak dapat mengendalikan lisannya berupa ucapan dusta, celaan, makian, hinaan, menyebarkan aib saudaranya, mengghibah saudaranya, namimah (mengadu domba) dan lain sebagainya, maka tempat yang pantas untuknya adalah neraka. Meskipun banyak dia beramal sholeh.
? Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
“Berapa banyak Anda lihat orang yang mampu menjaga dari perbuatan keji dan kezhaliman, sementara itu lisannya mencela (menjatuhkan) kehormatan orang-orang yang masih hidup dan juga orang-orang yang telah mati, tanpa peduli sedikitpun tentang apa yang ia ucapkan.” (Ad-Da’ wa ad-Dawa’ halaman 191)
Saudaraku coba sejenak bayangkanlah, bagaimana jika dirimu menjadi korban dan objek dari kejahatan lisan orang lain, menyebarkan aibmu, menjatuhkan harga dirimu, menyebarkan berita dusta tentangmu..
Bayangkanlah sejenak bagaimana perasaanmu?
Maka engkau pasti akan merasakan pahit dan pedih. Engkau pasti berharap, agar orang itu menghentikan kejahatannya padamu, bahkan mungkin engkau berharap hilangnya dampak keburukan yang dilakukan oleh kejahatan lisan orang lain padamu dan engkau berharap kehidupanmu dapat berangsur normal kembali..
Tetapi itulah manusia..
Peringatan terkadang sering tidak digubris..
Dengan mudahnya menghina, mencela, menyebarkan aib, bahkan menjatuhkan harga diri saeorang muslim..
Subhanallah, wahai saudaraku, apakah kita pikir kita tak akan dimintai pertanggung jawaban atas itu semua? Apakah manusia akan menunggu hingga merasakan akibatnya baru dia akan mengerti? lalu saat itu baru dia menyesali dengan sangat perbuatan yang telah dia lakukan..
Allah Ta’ala berfirman :
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Qs. Al A’raf 99)
? Hasan Al Bashri rahimahullah berkata :
المؤمن يعمل بالطاعات وهو مُشْفِق وَجِل خائف، والفاجر يعمل بالمعاصي وهو آمن
“Seorang mukmin beramal taat dan ia dalam keadaan takut (akan siksa Allah). Sedangkan ahli maksiat melakukan maksiat dan selalu merasa aman (dari murka Allah).” (Tafsir Ibnu Katsir surat Al A’raf ayat 99)
Maka wahai saudaraku, ingatlah..
• Abu Qilabah berkata :
كَمَا تَدِيْنُ تُدَانُ
“sebagaimana engkau memperlakukan maka seperti itu pula engkau akan diperlakukan.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdurrozaq dan Al Baihaqi dalam Az Zuhud dari Abu Qilabah secara mursal. Begitu pula oleh imam Ahmad dalam Az Zuhud dari Abu Qilabah dari Abu Darda secara mauquf, yaitu perkataan sahabat Abud Darda. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 11/169, Asy Syamilah.)
• “Al Jaza’ min Jinsil Amal” (balasan sesuai perbuatan)..
Wallahul Musta’an
____________________
- Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن صيتن)
- Disusun 10 Shafar 1439 H / 30 Oktober 2017