Bagi engkau wahai saudaraku yang semangat share di sosial media.. Dan sedang semangat dalam membantu dakwah..
Sebagian fenomena yang ada, mungkin karena saking semangatnya share sana share sini hingga semua di share, bahkan lebih sering share-share-an tersebut meluncur tanpa pandang bulu, semua dikontak hp kena share, di sosmed kena share.. tanpa mempertimbangkan kondisi orang yang kita kirimi.. Seakan semua dibabat habis olehnya..
“Tidak peduli kondisinya yang penting saya sampaikan/posting kebaikan! Ini ilmu! perkara dia terima atau tidak itu urusan dia bukan urusan saya! Yang penting tugas saya menyampaikan kebaikan!” Ibarat pendekar turun dari gunung, semua dia sasar..”
Ya ikhwah, semangat demikian memang baik dalam dakwah.. tapi semangat pun perlu dibangun diatas ilmu dan akidah yang benar, manhaj yang lurus serta pertimbangan maslahat-mudharat yang ada, tidak asal-asalan yang penting baik menurut kita langsung kita share..
? Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata :
“Jika seseorang disuruh memilih antara dua atau beberapa pilihan, jika maksudnya adalah untuk memilih mana yang lebih mudah, maka ia boleh memilih sesukanya. Namun jika maksudnya adalah untuk memilih yang maslahat, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat. Karena dalam kaedah disebutkan, “Barangiapa memilih di antara dua perkara dan berkaitan dengan hak orang lain, maka hendaklah ia memilih yang lebih maslahat, bukan memilih sesuka dirinya.” (Syarhul Mumthi’, 15: 157)
Jadi semangat share tanpa landasan ilmu dapat memberi mudharat yang besar dalam dakwah. Bahkan lebih dari itu, jika semangat share tanpa tanpa landasan ilmu dibarengi pertimbangan maslahat-mudharat sudah langsung di share ataupun disampaikan maka akan semakin besar tingkat kerusakannya.
Padahal Allah Ta’ala menyeru kita untuk menyampaikan dengan hikmah :
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (Qs. An-Nahl 125)
Kenapa demikian? Karena bisa jadi orang-orang justru lari dari kita, lari dari dakwah sunnah. Tanpa kita sadari dakwah justru rusak karena kitalah biang keladi sebenarnya.. yang disebabkan buruk dan lemahnya pertimbangan kita dalam melihat maslahat-mudharat serta dampak yang dihasilkan baik jangka panjang maupun jangka pendek..
Seperti misal banyak video yang dipotong tidak pada konten tempatnya, dibenturan dengan yang lain.. banyak ceramah ustadz yang disebarkan tanpa di dilihat maslahat dan mudharatnya bagi pembaca lainnya terlebih dahulu. kemudian disisi yang lain ikut share ikut menyebar luaskan tanpa ditimbang terlebih dahulu..
Perlu kita bersama ketahui para salaf terdahulu, mereka mencintai keselamatan di saat fitnah melanda, dan mereka sangat mempertimbangkan maslahat dan mudharat yang ditimbulkan dari apa yang disampaikan meskipun itu kebenaran. Tentunya mereka (para salaf) mempertimbangkannya diatas ilmu dan hikmah. Bukan dengan dominasi perasaan dan perkiraan semata..
Bahkan pun tidak semua yang mereka (para salaf) ketahui mesti dikatakan ke semua orang dan tidak semua yang dikatakan mesti disebarkan. Mereka para salaf sangat mempertimbangkan hal ini, karena mereka tidak ingin fitnah tambah berkobar hanya karena suatu hal/ perkataan yang benar yang diucapkan bukan pada orang dan waktu yang tepat. Dan hal ini banyak dilalaikan oleh kaum muslimin saat ini. inilah pemahaman yang mesti diketahui kaum muslimin.
? Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
كُنْتُ أُقْرِئُ رِجَالًا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ مِنْهُمْ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، فَبَيْنَمَا أَنَا فِي مَنْزِلِهِ بِمِنًى، وَهُوَ عِنْدَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي آخِرِ حَجَّةٍ حَجَّهَا، إِذْ رَجَعَ إِلَيَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، فَقَالَ لَوْ رَأَيْتَ رَجُلًا أَتَى أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ الْيَوْمَ، فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ: هَلْ لَكَ فِي فُلَانٍ يَقُولُ: لَوْ قَدْ مَاتَ عُمَرُ، لَقَدْ بَايَعْتُ فُلَانًا، فَوَاللَّهِ مَا كَانَتْ بَيْعَةُ أَبِي بَكْرٍ إِلَّا فَلْتَةً فَتَمَّتْ، فَغَضِبَ عُمَرُ، ثُمَّ قَالَ: إِنِّي إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَقَائِمٌ الْعَشِيَّةَ فِي النَّاسِ فَمُحَذِّرُهُمْ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُرِيدُونَ أَنْ يَغْصِبُوهُمْ أُمُورَهُمْ، قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ: فَقُلْتُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ: لَا تَفْعَلْ فَإِنَّ الْمَوْسِمَ يَجْمَعُ رَعَاعَ النَّاسِ وَغَوْغَاءَهُمْ، فَإِنَّهُمْ هُمُ الَّذِينَ يَغْلِبُونَ عَلَى قُرْبِكَ حِينَ تَقُومُ فِي النَّاسِ، وَأَنَا أَخْشَى أَنْ تَقُومَ فَتَقُولَ مَقَالَةً يُطَيِّرُهَا عَنْكَ كُلُّ مُطَيِّرٍ، وَأَنْ لَا يَعُوهَا، وَأَنْ لَا يَضَعُوهَا عَلَى مَوَاضِعِهَا، فَأَمْهِلْ حَتَّى تَقْدَمَ الْمَدِينَةَ، فَإِنَّهَا دَارُ الْهِجْرَةِ وَالسُّنَّةِ، فَتَخْلُصَ بِأَهْلِ الْفِقْهِ، وَأَشْرَافِ النَّاسِ، فَتَقُولَ مَا قُلْتَ مُتَمَكِّنًا، فَيَعِي أَهْلُ الْعِلْمِ مَقَالَتَكَ، وَيَضَعُونَهَا عَلَى مَوَاضِعِهَا، فَقَالَ عُمَرُ: أَمَا وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَأَقُومَنَّ بِذَلِكَ أَوَّلَ مَقَامٍ أَقُومُهُ بِالْمَدِينَةِ،
Aku menyampaikan petuah-petuah untuk beberapa orang Muhaajirin yang diantara mereka adalah ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf, ketika aku berada di tempatnya di Mina dan dia bersama ‘Umar bin Al-Khaththaab, di akhir haji yang dilakukannya. Tiba-tiba ‘Abdurrahmaan bin ‘Auf kembali kepadaku dan mengatakan : “Sekiranya engkau melihat seseorang yang (dapat) menemui Amiirul-Mukminiin hari ini yang akan mengatakan : ‘Wahai Amiirul-Mukminiin, apakah engkau sudah tahu berita si fulan yang mengatakan : Sekiranya ‘Umar meninggal, maka aku akan berbaiat kepada Fulaan, pembaiatan Abu Bakr tidak lain hanyalah sebuah kekeliruan dan sekarang telah berakhir”. ‘Umar pun merta marah dan berkata : “Sungguh sore nanti aku akan berdiri menghadapi orang-orang dan memperingatkan mereka, yaitu orang-orang yang hendak mengambil alih wewenang perkara-perkara mereka”. ‘Abdurrahmaan berkata : Aku berkata : “Wahai Amiirul-Mukminiin, jangan engkau lakukan sekarang, sebab musim haji sekarang tengah menghimpun orang-orang rendahan dan orang-orang bodoh. Merekalah yang lebih dominan di dekatmu sehingga aku khawatir engkau menyampaikan sebuah perkataan hingga para musafir yang suka menyebarkan berita burung yang menyebarluaskan berita, padahal mereka tidak jeli menerima berita dan tidak pula meletakkannya pada tempatnya. Tangguhkanlah hingga engkau tiba di Madinah, sebab Madinah adalah Daarul-Hijrah dan Daarus-Sunnah yang sarat dengan ahli fiqh dan para pemuka manusia, sehingga engkau bisa menyampaikan perkataan sesukamu secara leluasa dan para ulama memperhatikan perkataan-perkataanmu dan meletakkannya pada tempatnya”. ‘Umar berkata : “Demi Allah, insya Allah akan aku lakukan hal itu di awal kebijakan yang aku lakukan di Madiinah….” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhori 6830)
? Imam Bukhari rahimahullah berkata :
مَنْ تَرَكَ بَعْضَ الِاخْتِيَارِ مَخَافَةَ أَنْ يَقْصُرَ فَهْمُ بَعْضِ النَّاسِ عَنْهُ فَيَقَعُوا فِي أَشَدَّ مِنْهُ
“Orang yang meninggalkan sebagian ikhtiyaar karena khawatir tidak dipahami sebagian manusia sehingga mereka terjatuh dalam keadaan yang lebih berbahaya darinya” (Shahiih Al-Bukhori, 1/62)
? Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا، لَا تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ، إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً
“Sesungguhnya tidaklah engkau berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak dipahami akal mereka, melainkan akan terjadi fitnah pada sebagian mereka.” (Muqaddimah shahiih Muslim, halaman 23)
_________________________
- Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن صيتن)
- Disusun 29 Rajab 1439 H / 16 April 2018