Apakah orang yang pandai berbicara itu bahsawanya dia orang yang pandai?
وقد فُتن كثيرٌ مِن المتأخِّرين بهذا فظنُّوا أنَّ مَن كثر كلامُه وجداله وخصامه في مسائل الدين فهو أعلمُ ممَّن ليس كذلك، وهذا جهلٌ محضٌ، وانظر إلى أكابر الصحابة وعلمائهم كأبي بكرٍ وعمر وعليٍّ ومعاذٍ وابن مسعودٍ وزيد بن ثابتٍ كيف كانوا؟ كلامهم أقلُّ مِن كلام ابن عبَّاسٍ وهم أعلمُ منه، وكذلك كلام التابعين أكثرُ مِن كلام الصحابة والصحابةُ أعلمُ منهم، وكذلك تابِعو التابعين كلامُهم أكثرُ مِن كلام التابعين والتابعون أعلمُ منهم، فليس العلم بكثرة الرواية ولا بكثرة المقال، ولكنَّه نورٌ يقذف في القلب يفهم به العبد الحقَّ ويميِّز به بينه وبين الباطل، ويعبِّر عن ذلك بعباراتٍ وجيزةٍ محصِّلةٍ للمقاصد
“Sungguh begitu banyak manusia dari generasi akhir yang terfitnah dengan hal ini yaitu bahwa siapa saja yang banyak bicara, berjidal dan berdebat dalam berbagai urusan agama, berarti dia lebih berilmu daripada orang yang karakternya tidak demikian. Ini tiada lain merupakan suatu kebodohan. Lihatlah pembesar para shahabat dan ulamanya mereka seperti Abu Bakr, Umar, Ali, Muadz, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, bagaimana kondisi mereka? Ucapan mereka lebih sedikit daripada Ibnu Abbas namun mereka lebih berilmu daripada beliau.
Begitu pula ucapan para tabiin lebih banyak daripada ucapan shahabat namun para shahabat lebih berilmu daripada mereka. Demikian halnya tabi’ut tabiin, ucapan mereka lebih banyak daripada ulama tabi’in namun demikian para tabi’in lebih berilmu daripada mereka.
Ilmu tidaklah ditimbang dengan banyaknya riwayat dan ucapan. Akan tetapi ilmu adalah cahaya yang diberikan kepada kalbu seorang hamba. Dengannya hamba tersebut bisa memahami dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Ia mampu mengutarakan kebenaran tersebut dengan berbagai ungkapan yang ringkas namun bisa menghasilkan tujuan yang diinginkan.
____________________________
- Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘alal Kholaf karya Ibnu Rajab 5