Di tengah-tengah masyarakat, beredar sebuah hadits yang berbunyi:
مَن وَسَّعَ على أهلِهِ يومَ عاشوراءَ وَسَّعَ اللهُ عليهِ سائرَ السَّنةِ
“Barang siapa yang melapangkan (nafkah) atas keluarganya pada hari ‘Asyura, niscaya Allah akan melapangkan atasnya sepanjang tahun.”
Hadits ini cukup populer di sebagian kalangan, bahkan dijadikan motivasi untuk memperbanyak belanja dan pemberian hadiah pada keluarga di tanggal 10 Muharram. Namun, bagaimana sebenarnya status hadits ini dalam timbangan ilmu hadits?
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadits, di antaranya:
• Al-‘Uqaili dalam ad-Dhu’afa (3/252),
• Ibnu Hibban dalam al-Majruhin (3/97),
• Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir (10/77/10007),
• Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil (5/1854),
• Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 3792) dan Fadha’il al-Auqat (no. 291),
• Al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Jam’u wat-Tafriq (2/277),
• Ibnu al-Jauzi dalam al-Maudhu’at (2/203).
Mayoritas ulama yang meriwayatkan hadits ini juga menyatakan kelemahannya. Bahkan, beberapa di antaranya menyatakannya termasuk hadits munkar atau maudhu’ (palsu).
Penilaian Para Ahli Hadits
• Al-‘Uqaili, Ibnu ‘Adi, al-Baihaqi, dan Ibnu al-Jauzi menganggap hadits ini termasuk munkar.
• Al-Baihaqi dalam riwayat lain juga menyebutkan hadits ini dan melemahkannya (Lihat: Syu’ab al-Iman, no. 3791).
• Ath-Thabarani meriwayatkannya dalam al-Mu’jam al-Awsath (no. 9298). Al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id (3/192) mengatakan:
“Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Isma’il al-Ja’fari, yang menurut Abu Hatim adalah munkar al-hadits (haditsnya munkar). Sanadnya juga mengandung perawi yang bermasalah seperti Ibnu Martsad dan ar-Ruba‘i yang juga munkar al-hadits.
• Ibnu Rajab al-Hanbali berkata dalam Latha’if al-Ma‘arif (hlm. 138): “Sanad hadits ini tidak shahih. Meskipun diriwayatkan dari berbagai jalur, namun tidak ada satu pun yang shahih.”
• Syaikh al-Albani juga menyatakan hal senada dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah (14/738), bahwa hadits ini tidak shahih.
Catatan Tambahan: Testimoni Sufyan bin ‘Uyainah dan Tanggapan Ibnu Taimiyyah
Disebutkan bahwa Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata:
جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ سِتِّينَ عَامًا فَوَجَدْنَاهُ صَحِيحًا
“Kami telah mencoba (mengamalkan hadits ini) selama enam puluh tahun, dan kami mendapati hal itu benar (bermanfaat).”
Sebagian orang menjadikan ucapan ini sebagai penguat hadits keutamaan melapangkan nafkah di hari ‘Asyura.
Namun, Ibnu Taimiyyah memberikan tanggapan kritis terhadap pernyataan tersebut. Ia berkata:
وَأَمَّا قَوْلُ ابْنِ عُيَيْنَة. فَإِنَّهُ لَا حُجَّةَ فِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ أَنْعَمَ عَلَيْهِ بِرِزْقِهِ وَلَيْسَ فِي إنْعَامِ اللَّهِ بِذَلِكَ مَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ سَبَبَ ذَلِكَ كَانَ التَّوْسِيعَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَقَدْ وَسَّعَ اللَّهُ عَلَى مَنْ هُمْ أَفْضَلُ الْخَلْقِ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَلَمْ يَكُونُوا يَقْصِدُونَ أَنْ يُوَسِّعُوا عَلَى أَهْلِيهِمْ يَوْمَ عَاشُورَاءَ بِخُصُوصِهِ
“Adapun perkataan Ibnu ‘Uyainah, maka itu bukan hujjah. Sesungguhnya Allah –Subhanahu wa Ta‘ala– telah memberinya rezeki sebagai bentuk nikmat-Nya, dan tidaklah nikmat Allah tersebut menunjukkan bahwa sebabnya adalah karena ia melapangkan nafkah di hari ‘Asyura. Allah telah melapangkan rezeki atas orang-orang yang jauh lebih utama dari Ibnu ‘Uyainah, yaitu para Muhajirin dan Anshar, padahal mereka tidak menjadikan hari ‘Asyura sebagai momen khusus untuk melapangkan nafkah atas keluarga mereka.” (Lihat: Majmu’ Al-Fatawa 25/313)
Dengan demikian, pengalaman pribadi atau kebiasaan sebagian ulama shalih—meskipun niatnya baik—tidak bisa dijadikan dalil syar’i kecuali jika didukung oleh nash yang sahih dan jelas.
Kesimpulan
Hadits tentang keutamaan melapangkan nafkah kepada keluarga di hari ‘Asyura adalah hadits yang lemah, bahkan sebagian ulama menganggapnya palsu atau munkar. Karena itu, hadits ini tidak layak dijadikan dasar ibadah atau amalan khusus, apalagi diyakini sebagai bagian dari ajaran yang dianjurkan oleh Nabi ﷺ.
Memang, ada riwayat dari Sufyan bin ‘Uyainah yang menyatakan bahwa beliau telah mengamalkan hadits ini selama enam puluh tahun dan mendapati hasilnya baik. Namun pengalaman pribadi bukanlah dalil syar’i, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah. Ia menjelaskan bahwa kelapangan rezeki yang diberikan Allah tidak bisa dijadikan bukti bahwa sebabnya adalah karena amalan tersebut, terlebih jika amalan itu tidak memiliki dasar hadits yang sahih. Bahkan para sahabat yang lebih utama dari beliau pun tidak dikenal melakukan amalan ini secara khusus.
Dengan demikian, melapangkan nafkah kepada keluarga tetap merupakan amal mulia kapan pun waktunya, selama diniatkan karena Allah dan dalam koridor syariat. Tetapi mengaitkannya secara khusus dengan hari ‘Asyura tanpa landasan sahih bukanlah bagian dari ajaran yang berasal dari Rasulullah ﷺ. Maka, berhati-hatilah dalam mengamalkan dan menyebarkan hadits-hadits yang tidak terbukti keabsahannya. Wallau a’lam.