Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلَّهِ رَفَعَ بِالطَّاعَةِ أَقْوَامًا، وَوَضَعَ بِالمَعْصِيَةِ آخَرِينَ، فَجَعَلَ مَنْ شَاءَ فِي العِلِّيِّينَ، وَخَفَضَ مَنْ شَاءَ إِلَى أَسْفَلَ سَافِلِينَ.
نَحْمَدُهُ تَعَالَى حَمْدَ الشَّاكِرِينَ، وَنَسْتَغْفِرُهُ اسْتِغْفَارَ التَّائِبِينَ، وَنَسْتَهْدِيهِ سُبُلَ الرَّاشِدِينَ.
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ الْخَلْقِ، وَرَازِقُ الْخَلْقِ، وَرَافِعُ مَنْ أَطَاعَهُ فَوْقَ الْخَلْقِ.
وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ تَعَبَّدَ وَسَجَدَ، وَأَتَمُّ مَنْ تَابَ وَرَجَعَ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena takwa merupakan kunci keberuntungan di dunia dan akhirat.
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 189)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…
Salah satu dampak buruk dari dosa adalah: bahwa dosa dapat menjatuhkan pelakunya ke dalam golongan yang rendah, padahal manusia diciptakan untuk kemuliaan.
Allah membagi makhluk-Nya menjadi dua: golongan tinggi (‘illiyyin) yang tempatnya di surga, dan golongan rendah (asfala safilin) yang tempatnya di neraka.
Pelaku ketaatan Allah angkat sebagai makhluk paling mulia, baik di dunia maupun akhirat. Sementara pelaku maksiat dijadikan hina dan rendah di hadapan-Nya, di dunia maupun di akhirat.
Kemuliaan dan ‘izzah adalah milik orang-orang yang taat. Adapun kehinaan dan kerendahan, itu bagi mereka yang bermaksiat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
وَجُعِلَتْ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
“Kehinaan dan kerendahan ditimpakan kepada siapa saja yang menyelisihi perintahku.” (HR. Ahmad, no. 5667)
Kaum Muslimin yang Allah muliakan…
Setiap dosa yang dilakukan seorang hamba akan menurunkannya satu derajat. Bila terus bermaksiat, ia akan tergelincir ke tingkatan paling rendah. Sebaliknya, setiap ketaatan akan mengangkatnya satu derajat, hingga ia termasuk golongan yang tinggi dan mulia.
Namun dalam perjalanan hidup, seorang hamba bisa saja naik di satu sisi, lalu turun di sisi lain. Akhir nasibnya bergantung pada sisi mana yang lebih dominan. Tidaklah sama orang yang naik seratus anak tangga lalu turun satu, dengan orang yang naik satu tangga namun turun seratus.
Sayangnya, banyak yang tertipu dengan anggapan bahwa amal baik yang banyak bisa menebus satu dosa besar. Padahal, ada satu dosa yang lebih berat dari seribu amal, yang bisa menjatuhkan lebih dalam dari jarak antara langit dan bumi.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ الْوَاحِدَةِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kalimat saja, tanpa memedulikannya, namun karena kalimat itu ia terjerumus ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Bukhari, no. 6477 dan Muslim, no. 2988)
Ikhwatal Iman…
Pada kenyataannya, penurunan derajat manusia adalah sesuatu yang tak bisa kita hindarkan. Namun, bentuk penurunan derajat tersebut berbeda-beda:
1. Ada yang turun karena lalai. Jika ia segera sadar dan bangkit, maka ia bisa kembali ke derajat semula—bahkan bisa lebih tinggi, tergantung seberapa dalam kesadarannya.
2. Turun karena tenggelam dalam perkara mubah yang tak diniatkan untuk ketaatan. Jika ia kembali kepada ketaatan, ia bisa kembali ke derajat semula, atau naik lebih tinggi jika semangatnya meningkat, atau justru lebih rendah jika semangatnya melemah.
3. Turun karena maksiat kecil atau besar. Untuk kembali ke derajat semula, ia butuh taubat yang tulus dan kembali secara total kepada Allah.
Ummatal Islam…
Setiap kejatuhan punya jalan untuk kembali. Tapi tak semua yang jatuh akan bangkit—kecuali yang sadar dan bersungguh-sungguh ingin kembali.
Di sinilah para ulama berselisih:
Apakah orang yang bertaubat bisa kembali ke derajat sebelum dosanya?
Sebagian mengatakan: bisa, karena taubat yang tulus menghapus dosa seakan tak pernah ada.
Sebagian lain mengatakan: tidak bisa, karena taubat hanya menghapus hukuman, tapi waktu yang hilang dan pahala yang terlewat tidak akan kembali.
Ibarat orang yang tiap hari meraih untung dari modalnya, lalu suatu hari berhenti berdagang. Ia kehilangan keuntungan hari itu dan kehilangan pertumbuhan dari keuntungan sebelumnya. Saat ia kembali bekerja, ia tak memulai dari tempat terakhir ia untung, tapi dari posisi yang lebih rendah.
Bayangkan dua orang menaiki tangga yang tak berujung. Mereka sejajar. Salah satunya turun satu langkah, lalu naik lagi. Maka yang terus naik tanpa turun pasti tetap lebih tinggi darinya.
Ibnu Taimiyah menjelaskan jalan tengah dari perbedaan ini, beliau berkata:
التَّحْقِيقُ: أَنَّ مِنَ التَّائِبِينَ مَنْ يَعُودُ إِلَى أَرْفَعَ مِنْ دَرَجَتِهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَعُودُ إِلَى مِثْلِ دَرَجَتِهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ لَا يَصِلُ إِلَى دَرَجَتِهِ
“Di antara orang-orang yang bertaubat, ada yang kembali ke derajat yang lebih tinggi dari sebelumnya, ada yang kembali ke derajat semula, dan ada pula yang tak bisa kembali ke derajat lamanya.” (Lihat: Ad-Daa’ wa As-Dawaa, hlm. 208)
Semua itu bergantung pada kualitas taubatnya—seberapa ikhlas ia kembali, dan apa yang lahir dari dosanya: rasa hina, ketundukan, ketakutan kepada Allah, tangisan karena penyesalan, dan rasa tidak pantas di hadapan-Nya.
Kadang, justru dosa itulah yang menjadi jalan rahmat. Karena setelahnya, ia lebih rendah hati, tidak sombong dengan amal, tak merasa lebih baik dari orang lain, dan tidak lagi percaya diri pada kekuatan diri sendiri.
Ia merasa hina di hadapan Rabb-nya.
Setiap nikmat yang ia terima, ia merasa tak pantas.
Setiap musibah yang datang, ia merasa memang layak menerimanya.
Ia tahu, jika Allah menghukumnya setimpal dengan dosanya, niscaya gunung pun tak sanggup memikulnya.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah Kedua
الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ النَّفْسَ وَسَوَّاهَا، وَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، فَقَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا، وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُعَدُّ، وَنَسْتَعِينُهُ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي تَجُرُّ إِلَى الرَّدَى، وَتُفْسِدُ الْقَلْبَ وَالْمَدَدَ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ، وَاقْتَفَى أَثَرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Bertakwalah kepada Allah dan teruslah memohon ampunan kepada-Nya, karena Allah tidak akan mengadzab penduduk suatu negeri selama mereka beristigfar.
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِيهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ
“Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS. Al-Anfal: 33)
Sidang Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…
Betapa kecil dosa di mata manusia, tapi betapa besar ia di sisi Allah—karena dilakukan terhadap Zat Yang Maha Agung, Maha Mulia, dan Maha Pemberi nikmat.
Kalau membangkang kepada raja dunia saja dipandang keji, bagaimana dengan membangkang kepada Raja langit dan bumi?
Andai bukan karena rahmat-Nya yang lebih luas daripada murka-Nya, langit dan bumi ini sudah hancur oleh dosa manusia. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَنْ تَزُولَا ۚ وَلَئِنْ زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِّنْ بَعْدِهِ ۚ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sungguh, Allah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap; dan jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang mampu menahannya selain Allah. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 41)
Perhatikan Ma’asyirol Muslimin, bagaimana Allah menutup ayat ini dengan dua nama-Nya: Al-Halim, Maha Penyantun, dan Al-Ghafur, Maha Pengampun.
Seakan Allah berfirman: “Kalau bukan karena kesantunan dan ampunan-Ku, niscaya langit dan bumi sudah lenyap karena maksiat kalian.”
Bahkan, Allah mengabarkan bahwa sebagian bentuk kekufuran hampir membuat alam semesta pecah:
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (٩٠) أَن دَعَوۡاْ لِلرَّحۡمَٰنِ وَلَدٗا
“Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.” (QS. Maryam: 90-91)
Saudara-saudaraku yang Allah rahmati…
Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga karena satu dosa. Iblis dilaknat dan terusir dari langit karena satu maksiat.
Lalu kita—yang lemah dan penuh kelalaian—terus menumpuk dosa demi dosa, lalu berharap surga dan kenikmatan abadi?
Betapa besar rahmat Allah… dan betapa butuhnya kita pada taubat.
نَصِلُ الذُّنُوبَ إِلَى الذُّنُوبِ وَنَرْتَجِي … دَرَكَ الْجِنَانِ لَدَى النَّعِيمِ الْخَالِدِ
وَلَقَدْ عَلِمْنَا أَخْرَجَ الْأَبَوَيْنِ مِنْ … مَلَكُوتِهَا الْأَعْلَى بِذَنْبٍ وَاحِدِ
“Kita sambung-sambungkan dosa demi dosa, lalu berharap surga nan abadi.
Padahal kita tahu, bapak dan ibu kita dikeluarkan dari surga karena satu dosa saja.”
Ikhwatii fiddiin rahimani wa rahimakumullah…
Benar, seorang hamba bisa saja menjadi lebih baik setelah taubat daripada sebelum jatuh dalam dosa—bahkan naik ke derajat yang lebih tinggi.
Namun bisa juga sebaliknya: dosanya melemahkan semangat, membuat hatinya sakit, hingga ia tak mampu kembali seperti dulu. Taubatnya belum cukup kuat untuk menyembuhkan luka itu.
Ada pula yang mampu pulih sepenuhnya, lalu bangkit, dan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Semua itu masih mungkin, selama dosa itu tidak merusak akar iman.
Tapi jika dosa itu menyentuh dasar iman, seperti kemunafikan, keraguan, atau kebencian terhadap agama, maka taubat biasa tak cukup. Ia harus memperbarui keislamannya dari awal.
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.
اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.
اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..
(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 205-212)