Khutbah Jum’at: Petunjuk Nabi ﷺ di Tengah Fitnah: Refleksi Pemimpin dan Rakyat

Khutbah Pertama

الحَمْدُ للهِ الَّذي جَعَلَ في اتِّباعِ نَبيِّهِ ﷺ نُورًا وَهُدًى، وَشَرَّفَ مَنِ استَمسَكَ بِسُنَّتِهِ بِالفَوزِ وَالرُّشدِ، وَأَشهَدُ أَن لا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحدَهُ لا شَريكَ لَهُ، أَمَرَ بِاتِّباعِ رَسولِهِ فَقالَ: ﴿قُلْ إِنْ كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ﴾ [آل عِمران: ٣١]، وَأَشهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبدُهُ وَرَسولُهُ، صَلَواتُ رَبِّي وَسَلامُهُ عَلَيهِ، دَلَّ الأُمَّةَ عَلى كُلِّ خَيرٍ، وَحَذَّرَها مِن كُلِّ شَرٍّ، وَعَلى آلِهِ وَصَحبِهِ أَجمَعِينَ. أَمَّا بَعدُ:

Ma’asyiral Muslimin wa Zumratal Mu’minin..

Dari mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri pribadi dan kepada jamaah sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala, dengan menjadikan petunjuk Nabi ﷺ sebagai satu-satunya pedoman dalam setiap langkah dan sikap. Sesungguhnya apa yang beliau sabdakan tidaklah lahir dari hawa nafsu, melainkan murni wahyu yang diturunkan kepadanya dari Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sidang jama’ah jum’at yang Allah muliakan…

Ketahuilah bahwa tujuan Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad ﷺ adalah untuk membawa kebaikan bagi hamba-Nya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Apa yang dapat mewujudkan atau menyempurnakan kebaikan serta menghilangkan dan mengurangi kerusakan adalah inti dari risalah muhammadiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107)

Ummatal Islam…

Jika kita telah beriman akan hal ini, maka tidak ada pilihan bagi kita selain merealisasikan ketakwaan kepada Allah Ta’ala sesuai kemampuan kita. Allah Ta’ala berfirman:

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

وَما أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ ما اسْتَطَعْتُمْ

“Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR. Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337)

Ikhwatal Iman…

Pada saat ini, hampir semua pihak bersepakat bahwa penguasa kita memiliki kekurangan atau banyak kekurangan.
Namun jangan sampai emosi masyarakat awam menyeret kita jauh dari petunjuk dan kebenaran. Jika perkara adab buang hajat saja telah diajarkan oleh baginda Nabi ﷺ, maka mustahil beliau tidak mengajarkan bagaimana bersikap tatkala terjadi hal seperti ini.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أثَرَةً

“Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku adanya sikap mementingkan diri sendiri (dari para pemimpin).”

Lalu apa bimbingan beliau? Beliau bersabda:

فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي

“Maka bersabarlah sampai kalian bertemu denganku.” (HR. Bukhari, no. 7057 dan Muslim, no. 1845)

Dalam riwayat lain beliau bersabda:

إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أثَرَةً وأُمُورًا تُنْكِرُونَها

“Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku adanya sikap mementingkan diri sendiri (dari para pemimpin), dan banyak perkara yang kalian (ingkari dari pemimpin kalian).”

قالوا: فَمَا تَأْمُرُنا يا رَسولَ اللَّهِ؟

Para sahabat bertanya: “Lantas apa yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab:

أدُّوا إلَيهِم حَقَّهُمْ، وسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ

“Tunaikanlah hak mereka, dan mintalah kepada Allah hak kalian.” (HR. Bukhari, no. 7052)

Inilah arahan beliau ﷺ yang tidak lahir dari hawa nafsu, melainkan murni wahyu yang diturunkan kepadanya, yaitu: sabar dan tetap tunaikan kewajiban kita.

Ma’asyiral Muslimin rahimani wa rahimakumullah…

Bagi orang yang orientasinya adalah kehidupan kekal di akhirat, sejatinya arahan Nabi ﷺ ini sudah lebih dari cukup sebagai solusi. Bagaimana tidak? Bukankah Allah telah menjanjikan pahala tanpa batas bagi orang-orang yang sabar?

Lalu kita semua sadar betapa banyak kekurangan kita dalam beribadah. Shalat sering kali sulit khusyuk, amal masih tercampuri keinginan untuk dipuji. Namun, di tengah kelemahan itu, ketika kita dizalimi lalu bersabar, justru pahala besar sedang menanti. Pahala orang yang menzhalimi akan dialihkan kepada kita, dan dosa kita akan dipindahkan kepadanya.

Bayangkan, bila sepanjang hidup—dari lahir hingga wafat—selalu ada hak kita yang terabaikan, tetapi kita tetap bersabar dan terus menunaikan kewajiban tanpa membalas kezhaliman dengan kezhaliman, maka balasannya adalah surga yang kekal. Bukankah kenikmatan surga yang abadi jauh lebih berharga daripada kehidupan dunia yang fana, penuh ujian, dan di sisi Allah tidak lebih berharga daripada sayap nyamuk?

Rasulullah ﷺ bersabda:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing, atau seorang musafir yang sekadar melewati jalan.” (HR. Bukhari, no. 6416)

Kemudian Ma’asyiral Muslimin…
Secara akal: membalas kezhaliman dengan kezhaliman bukanlah solusi.
Kita telah menyaksikan, dan sejarah telah mencatat, bahwa sikap melawan dalam keadaan seperti ini tidak pernah mendatangkan kebaikan. Yang terjadi justru para penguasa akan semakin mementingkan diri sendiri, menambah kezhalimannya di atas kezhaliman. Sedangkan kita hanya akan menanggung kerugian yang semakin banyak.

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Jika ada yang bertanya: Bukankah dalam Islam kezhaliman boleh dibalas dengan kezhaliman yang setimpal, sebagaimana firman Allah:

وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal.” (QS. Asy-Syura: 40)?

Maka kita katakan: Betul, ayat itu adalah firman Allah yang wajib kita imani. Akan tetapi, ayat tersebut bersifat umum, sementara hadits Nabi ﷺ yang memerintahkan kita untuk bersabar dan tetap menunaikan kewajiban sebagai rakyat, sifatnya khusus. Dalam kaidah ushul fiqh, “Dalil yang bersifat khusus harus didahulukan daripada dalil yang bersifat umum.”

Selain itu, para ulama menjelaskan bahwa membalas kezhaliman hanya boleh dilakukan jika benar-benar bisa dipastikan kesetaraan balasannya. Adapun kezhaliman penguasa, sulit sekali diukur kesetaraannya. Jika kita menahan diri dari menunaikan kewajiban dengan alasan membalas kezhaliman, maka hak yang terabaikan bukan hanya milik pemimpin, tetapi juga hak sesama rakyat. Dengan kata lain, kezhaliman justru semakin melebar dan menimpa masyarakat luas.

Dan jika ada yang bertanya: “Bukankah kemungkaran wajib diingkari?”

Kita jawab: Benar, mengingkari kemungkaran adalah kewajiban. Namun, jika cara pengingkaran justru menimbulkan kerusakan yang lebih besar, maka hal itu tidak boleh dilakukan. Termasuk di antaranya adalah memberontak kepada penguasa, yang justru akan melahirkan fitnah besar dan pertumpahan darah.

Karena itu, Nabi ﷺ telah memberikan solusi yang paling bijak. Beliau bersabda, apabila kalian melihat kemungkaran pada pemimpin kalian, maka bersabarlah dan tetaplah menunaikan kewajiban kalian. Itulah perintah Nabi ﷺ, yang lebih mengetahui maslahat umat dibanding siapa pun.

Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata:

إِنَّ الْحَجَّاجَ عَذَابُ اللَّهِ، فَلَا تُدَافِعُوا عَذَابَ اللَّهِ بِأَيْدِيكُمْ، وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِالاسْتِكَانَةِ وَالتَّضَرُّعِ، فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: (وَلَقَدْ أَخَذْنَاهُمْ بِالْعَذَابِ فَمَا اسْتَكَانُوا لِرَبِّهِمْ وَمَا يَتَضَرَّعُونَ)

“Sesungguhnya al-Hajjaj adalah azab Allah. Maka janganlah kalian menolak azab Allah dengan tangan-tangan kalian (memberontak). Tetapi kewajiban kalian adalah bersikap tunduk dan merendahkan diri serta berdoa dengan penuh kerendahan. Sebab Allah berfirman: “Sungguh, Kami telah menghukum mereka dengan azab, tetapi mereka tidak juga tunduk kepada Rabb mereka dan tidak pula merendahkan diri (berdoa kepada-Nya).” (QS. Al-Mu’minun: 76) (Minhaj as-Sunnah 4/529)

Al-Hajjaj bin Yusuf adalah salah satu pemimpin kejam, diktator terkenal di masa Bani Umayyah. Dan Hasan Al-Bashri memahami bahwa melawan dia dengan tangan justru akan memperburuk keadaan.

Maka hal maksimal yang bisa kita lakukan untuk mengingkari kemungkaran pemimpin adalah menasehati mereka dengan cara terbaik. Itulah sebaik-baik jihad. Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

أَفْضَلُ الجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat yang benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Ahmad, no. 11159)

Oleh karena itu, kami menyeru kepada para alim ulama agar senantiasa mendekati para penguasa dengan niat yang tulus: memberikan nasihat dan masukan yang baik. Janganlah menjauh, karena nasihat yang lembut dari hati yang ikhlas bisa menjadi sebab turunnya hidayah bagi mereka. Itulah jihad yang paling utama.

Dan kepada para pemimpin negeri ini, juga seluruh pihak yang berada di lingkaran kekuasaan, kami wasiatkan: bertakwalah kepada Allah Ta’ala. Ingatlah, jabatan yang kalian emban bukan sekadar kedudukan, melainkan amanah besar yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari yang tidak ada lagi perlindungan selain lindungan-Nya.

Buatlah kebijakan yang berpihak kepada rakyat, karena setiap maslahat yang kalian hasilkan akan menjadi tambahan pahala yang mengalir. Sebaliknya, jangan sekali-kali menari di atas penderitaan rakyat, atau menggunakan kekuasaan untuk menzhalimi. Sebab Allah adalah Rabb yang Maha Adil. Setiap kezhaliman, sekecil apa pun, pasti akan dibalas dengan balasan yang setimpal.

Wahai para pemimpin, sadarilah bahwa doa rakyat yang terzhalimi tidak ada penghalangnya dengan Allah. Nabi ﷺ telah bersabda:

اتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فإنَّهَا ليسَ بيْنَهَا وبيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Takutlah kalian terhadap doa orang yang terzhalimi, karena sesungguhnya doa itu tidak ada tabir penghalang antara dia dengan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2448)

Wahai Para Pemimpin Kaum Muslimin…
Ingatlah, bahwa hidup kita sementara, jabatan kalian juga sementara, sampai pada akhirnya kita semua akan kembali kepada Rabbul ‘alamiin. Mempertanggung jawabkan apa yang telah kita kerjakan.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْعَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي هَدَانَا لِلْإِيمَانِ، وَجَعَلَ ٱلتَّقْوَى مِيزَانًا لِلْأَعْمَالِ، وَنُورًا لِلْقُلُوبِ، وَهُوَ ٱلَّذِي بِبَرَكَتِهِ تَسْتَقِيمُ ٱلْأُمَمُ وَتَعُمُّ ٱلْبَرَكَاتُ. وَأَشْهَدُ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ.
أَمَّا بَعْدُ:

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Apabila fitnah dah kerusuhan terjadi, maka sikap terbaik bagi seorang muslim adalah menjauhinya. Karena sesungguhnya keburukan dan dampak fitnah itu akan menimpa seseorang sesuai dengan kadar keterlibatannya di dalamnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

سَتَكُونُ فِتَنٌ، القَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ القَائِمِ، وَالقَائِمُ خَيْرٌ مِنَ المَاشِي، والمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي، مَن تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ، فَمَن وَجَدَ مَلْجَأً أوْ مَعَاذًا، فَلْيَعُذْ بهِ

“Akan datang fitnah (kekacauan), orang yang duduk di dalam menghadapi fitnah tersebut lebih baik daripada orang yang berdiri, dan orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berlari mendatanginya. Barangsiapa menampakkan dirinya kepada fitnah itu, maka fitnah itu akan menyeretnya. Dan barangsiapa menemukan tempat berlindung atau tempat aman, hendaklah ia berlindung di sana.” (HR. Bukhari, no. 3601 dan Muslim, no. 2886)

Ummatal Islam…

Pada hakikatnya—disadari atau tidak—kualitas pemimpin itu sepadan dengan kualitas rakyatnya.

Lihatlah pada alam: singa hanya akan memimpin kawanan singa, ia tidak akan pernah merendahkan dirinya untuk menjadi pemimpin bagi hyena. Demikian pula manusia; bila ketakwaan, kejujuran, dan rasa diawasi oleh Rabbul ‘Alamin masih jauh dari diri kita, maka jangan bermimpi akan dianugerahi pemimpin setingkat Abu Bakar dan Umar.

Allah Ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya:

وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعۡضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعۡضَۢا بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zhalim memimpin sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-An‘am: 129)

Maka, apabila kita menginginkan pemimpin yang adil, bijaksana, dan takut kepada Allah, mulailah dengan memperbaiki diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Karena pemimpin lahir dari rahim rakyatnya, dan keadaan rakyat menjadi cermin dari keadaan pemimpinnya.

Maka Ma’asyiral Muslimin…

Mari kita berbenah diri. Perhatikan shalat lima waktu kita, periksa setiap pemasukan, pastikan semuanya berasal dari sumber yang halal. Jauhi riba, zina, judi, khamr, dukun, dan segala gerbang kemaksiatan lainnya.

Mari, rakyat dan pemimpin bersinergi melakukan yang terbaik: kembali kepada ajaran Islam yang murni, mewujudkan takwa dan iman dengan sebenar-benarnya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami menimpakan azab atas perbuatan mereka.”

اللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلَادَنَا آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً، وَارْزُقْهَا بَرَكَةً وَعَدْلًا، وَاحْفَظْهَا مِنَ الفِتَنِ وَالْوَبَاءِ.

Ya Allah, jadikan negeri kami aman dan tenteram, berkah dan penuh keadilan, lindungi dari fitnah dan wabah.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاتَنَا وَاهْدِهِمْ لِلسَّلَامِ وَالْحَقِّ، وَاجْمَعْ قُلُوبَنَا عَلَى الْخَيْرِ وَالهُدَى.

Ya Allah, perbaikilah pemimpin kami, tuntunlah mereka kepada keselamatan dan kebenaran, dan satukanlah hati kami dalam kebaikan dan petunjuk.

اللَّهُمَّ بَارِكْ فِي أَرْزَاقِنَا، وَاحْمِ شَبَابَنَا وَبَنَاتِنَا، وَاجْعَلْ نِهَايَةَ أُمُورِنَا خَيْرًا بِرَحْمَتِكَ وَمَغْفِرَتِكَ.

Ya Allah, berkahilah rezeki kami, lindungilah para pemuda dan pemudi kami, dan jadikanlah akhir urusan kami baik dengan rahmat dan ampunan-Mu.

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الْإِسْلَامِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًاً مُطْمَئِنًا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلْبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ
الصَّلَاةَ..

(Dikembangkan dari nasehat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 3/527-536 dengan banyak penyesuaian)