Khutbah Jum’at: Mewaspadai Dampak Buruk Maksiat Secara Qadari dan Syar’i

Khutbah Pertama

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلْعَلِيِّ ٱلْغَفُورِ، ٱلْعَزِيزِ ٱلصَّبُورِ، ٱلسِّتَّارِ لِعُيُوبِ ٱلْعِبَادِ، ٱلْغَفَّارِ لِمَنْ تَابَ وَأَنَابَ، يَفْتَحُ أَبْوَابَ رَحْمَتِهِ لِلتَّائِبِينَ، وَيَبْسُطُ يَدَيْهِ لِلْمُذْنِبِينَ. أَحْمَدُهُ عَلَىٰ وَاسِعِ فَضْلِهِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَىٰ جَزِيلِ عَطَائِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، عَظِيمُ ٱلصَّفْحِ، كَثِيرُ ٱلْمَغْفِرَةِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، بَعَثَهُ ٱللَّهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، وَمَوْعِظَةً لِلْغَافِلِينَ، وَدَاعِيًا إِلَىٰ صِرَاطِهِ ٱلْمُسْتَقِيمِ. صَلَّى ٱللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَىٰ نَهْجِهِ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan bertakwa, niscaya amal ibadah kita akan membaik, dan dosa kita akan terampuni. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah meraih kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Sidang Jama’ah Jum’at yang berbahagia…

Salah satu akibat buruk dari dosa adalah: ia bisa menghilangkan nikmat yang sedang kita rasakan, dan menghalangi nikmat-nikmat yang seharusnya sedang menuju kepada kita.
Dosa mencabut nikmat yang sudah ada, dan menutup pintu bagi nikmat yang akan datang.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Ma’asyirol Muslimin…

Tidak ada cara yang lebih ampuh untuk menjaga nikmat selain dengan ketaatan kepada Allah.
Dan tidak ada jalan yang lebih efektif untuk mengembalikan nikmat yang hilang selain kembali kepada-Nya dengan taat dan tunduk.
Sebab, segala sesuatu yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan menaati-Nya, bukan dengan bermaksiat.

Rasulullah bersabda:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ، فَإِنَّهُ لَا يُنَالُ مَا عِنْدَ اللَّهِ إِلَّا بِطَاعَتِهِ

“Bertakwalah kepada Allah dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena apa yang ada di sisi Allah tidak bisa diraih kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.” (HR. Baihaqi, no. 10376 dalam Syu’abul Iman)

Ummatal Islam…

Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan bahwa segala sesuatu ada sebab datangnya, dan ada pula penghalangnya.
Sebab datangnya nikmat adalah ketaatan, sedangkan penghalangnya adalah maksiat.
Jika Allah menghendaki agar nikmat-Nya tetap terjaga pada diri seseorang, maka Dia akan membimbingnya untuk menjaga nikmat itu dengan taat.
Namun jika Allah menghendaki agar nikmat itu dicabut, maka Dia akan membiarkannya tertipu oleh nikmat tersebut, hingga ia tergelincir dalam maksiat dan menjadi durhaka.

Yang mengherankan, ada orang yang tahu betul kenyataan ini. Ia menyaksikan sendiri bagaimana dosa menghilangkan nikmat dari hidup orang lain. Ia mendengar banyak kisah tentang orang-orang yang kehilangan segalanya karena maksiat yang mereka lakukan. Tapi anehnya, ia sendiri tetap larut dalam dosa, seolah-olah ia kebal dari akibat itu.

Ia bersikap seakan-akan hukum Allah hanya berlaku bagi orang lain, bukan untuk dirinya.
Seakan-akan ia dikecualikan dari ketentuan yang Allah tetapkan bagi seluruh manusia.

Adakah kebodohan yang lebih besar dari sikap seperti ini? Dan adakah bentuk kezhaliman terhadap diri sendiri yang lebih parah daripada merasa aman dari akibat dosa, padahal setiap dosa pasti mendatangkan balasan?

Ikhwatal Iman…

Dosa juga memiliki dampak buruk lain yang sangat berbahaya: ia membuka pintu bagi sebab-sebab kehancuran seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.
Dosa ibarat penyakit yang, jika sudah tertanam dalam-dalam, akan membunuh secara perlahan namun pasti.

Sebagaimana tubuh tidak akan sehat tanpa tiga hal penting:
1. Makanan bergizi yang menjaga kekuatannya.
2. Pembersihan racun dan zat-zat berbahaya yang jika dibiarkan akan merusak tubuh, dan
3. Pola hidup sehat yang menjauhkannya dari hal-hal yang membahayakan.

Begitu pula dengan hati.
Hati tidak akan hidup dan sehat kecuali dengan:
1. Iman dan amal shalih sebagai makanan utamanya.
2. Taubat yang tulus sebagai sarana membersihkannya dari penyakit dan kotoran ruhani.
3. Menjauhi maksiat sebagai bentuk penjagaan dari segala hal yang bisa merusak kesehatannya.

Tiga hal inilah yang disebut sebagai ketakwaan:
Menjaga kekuatan hati dengan ketaatan, membersihkannya dengan taubat, dan melindunginya dengan meninggalkan maksiat.

Dan dosa adalah musuh dari semua itu.
Dosa mendatangkan racun yang membinasakan, mencampuradukkan hati dengan hal-hal yang merusak kesuciannya,
dan menghalangi hati dari bertaubat serta memperbarui dirinya.

Coba renungkan…
Bayangkan seseorang yang tubuhnya sudah dipenuhi racun dan penyakit, tapi ia tidak mau berobat, tidak menjaga pola hidupnya, dan membiarkannya begitu saja, apakah mungkin ia akan tetap sehat?
Begitu pula dengan hati yang dibiarkan dalam keadaan penuh dosa, tanpa usaha memperbaiki dan membersihkannya, apakah ia akan tetap hidup?

Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:

جِسْمُكَ بِالْحِمْيَةِ حَصَّنْتَهُ … مَخَافَةً مِنْ أَلَمٍ طَارِي

وَكَانَ أَوْلَى بِكَ أَنْ تَحْتَمِيَ … مِنَ الْمَعَاصِي خَشْيَةَ النَّارِ

“Tubuhmu engkau jaga dengan pola makan, karena takut sakit yang tiba-tiba.”

“Padahal lebih pantas bagimu untuk menjauh dari maksiat, karena takut siksa neraka.”

Maka, siapa yang menjaga kekuatan dengan menaati perintah Allah, menjaga diri dari racun dengan menjauhi larangan-Nya, dan membersihkan hati dengan taubat yang sungguh-sungguh, sungguh ia telah meraih seluruh kebaikan dan menjauhi segala keburukan.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْعَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الحمدُ للهِ الّذي حَذَّرَ من الخَطِيئَةِ وَالعِصْيَان، وَوَعَدَ المُتَّقِينَ بِالجَنَّةِ وَالرِّضْوَان. نَحمَدُهُ حَمْدَ الخَائِفِينَ، وَنَسْتَغْفِرُهُ اسْتِغْفَارَ المُقَصِّرِينَ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، عَزَّ فَغَفَرَ، وَجَلَّ فَسَطَرَ، وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ. وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ خَافَ رَبَّهُ وَخَشِيَهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُ وَاقْتَفَى أَثَرَهُ، إِلَى يَوْمِ الدِّين.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Bertakwalah kepada Allah dan teruslah beristigfar memohon ampunan kepada-Nya, karena Allah tidak akan mengadzab penduduk suatu negeri selama mereka beristigfar.

‎وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِيهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ

“Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS. Al-Anfal: 33)

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Jika berbagai akibat buruk dosa—seperti hilangnya nikmat, matinya hati, dan datangnya bencana—masih belum cukup membuat hati kita gentar, maka renungkanlah hukuman-hukuman yang telah Allah dan Rasul-Nya tetapkan dalam syariat.

Hukuman-hukuman itu bukanlah semata-mata kekerasan, tapi bentuk keadilan dan kasih sayang Allah, agar manusia tidak terjerumus lebih jauh ke dalam kebinasaan.

Lihatlah bagaimana syariat memberikan peringatan yang tegas:
– Tangan dipotong hanya karena mencuri beberapa dirham.
– Tangan dan kaki dipotong secara bersilang bagi perampok yang mengancam harta dan nyawa manusia di jalanan.
– Tubuh dicambuk karena satu kalimat tuduhan zina kepada wanita yang suci, atau karena setetes khamr yang diminum.
– Dirajam hingga mati karena zina yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah, karena ia telah menyalahgunakan nikmat pernikahan.
– Bagi yang belum menikah, hukumannya 100 cambukan dan diasingkan setahun penuh dari negerinya. Dan seterusnya.

Nabi ﷺ pun pernah bersabda ingin membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat berjamaah, sebagai bentuk peringatan keras agar jangan meremehkan perintah Allah.

Semua hukuman ini ditetapkan bukan tanpa alasan.
Makin besar dorongan manusia terhadap maksiat tertentu, dan makin besar kerusakan yang ditimbulkannya, maka makin tegas hukuman yang Allah tetapkan untuk mencegah dan melindungi manusia dari kehancuran.

Ikhwatii fiddiin rahimani wa rahimakumullah…

Tidak semua maksiat memiliki kekuatan dorongan yang sama dalam diri manusia. Karena itulah, hukuman dalam syariat juga berbeda-beda, ditentukan dengan sangat adil dan bijaksana.

Jika suatu maksiat tidak terlalu kuat dorongannya secara naluriah, maka syariat cukup memberikan larangan saja.
Seperti larangan memakan kotoran, meminum darah, atau memakan bangkai, karena fitrah manusia pun sebenarnya sudah enggan terhadapnya.

Namun, jika maksiat itu sangat kuat dorongannya dalam jiwa manusia, dan kerusakannya pun besar, maka syariat menetapkan hukuman yang sepadan dan menakutkan, agar manusia benar-benar terjaga darinya.

Contohnya:
– Zina, adalah maksiat yang sangat besar godaannya. Maka hukumannya pun berat: rajam sampai mati bagi pelaku yang sudah menikah, dan 100 cambukan serta pengasingan setahun bagi yang belum menikah.
– Homoseksual, yang merupakan penggabungan antara penyimpangan naluri dan perusakan moral, hukumannya adalah hukuman mati dalam semua keadaan.
– Pencurian, karena dorongannya kuat dan kerusakannya nyata, pelakunya dihukum dengan potong tangan.

Lihatlah bagaimana hikmah Allah tampak jelas dalam rincian hukuman-hukuman ini.

Contoh lain:
– Perampok jalanan, dipotong tangan dan kakinya karena kedua anggota tubuh itulah yang ia gunakan untuk melakukan kejahatannya.
– Tapi untuk pezina, syariat tidak memotong kemaluannya, karena kemudharatannya justru akan lebih besar: bisa menghilangkan keturunan, membahayakan jiwa, dan tidak memberikan efek jera yang tampak oleh publik.

Karena tangan jika dipotong, akan langsung terlihat dan menjadi peringatan keras bagi orang lain.
Sedangkan kemaluan yang tertutup, tidak memberikan efek peringatan yang sama. Maka syariat justru menetapkan hukuman cambuk untuk seluruh tubuh, karena kenikmatan zina menyebar ke seluruh tubuh, dan hukuman itu pun menjadi lebih adil dan menimbulkan efek jera bagi yang lain.

Kesimpulannya: Hukuman-hukuman dalam syariat Islam ditetapkan dengan penuh hikmah, keadilan, dan keseimbangan.
Bukan semata-mata untuk menyiksa, tetapi untuk menjaga agama, akhlak, kehormatan, dan ketenteraman masyarakat.

Intinya, Ma’asyirol Muslimin…

Waspadalah terhadap dosa, karena setiap dosa akan mendatangkan hukuman, entah dalam bentuk hukuman syar’i (seperti potong tangan), atau hukuman qadar (seperti terhalangnya rezeki, kesempitan hati), atau bahkan keduanya sekaligus.

Namun, siapa yang bertaubat dengan sungguh-sungguh dan memperbaiki diri, maka Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dia bisa mengangkat seluruh hukuman itu, dan menggantinya dengan ampunan serta petunjuk.

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.

اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 248-249, 257-260)