Khutbah Pertama
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلْوَاحِدِ ٱلْأَحَدِ، ٱلْفَرْدِ ٱلصَّمَدِ، ٱلَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ، لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْـحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيتُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِي مِنَ ٱلْعَذَابِ، وَتَفْتَحُ أَبْوَابَ ٱلثَّوَابِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، ٱلدَّاعِي إِلَى ٱلتَّوْحِيدِ وَٱلنُّورِ، وَٱلنَّاهِي عَنِ ٱلشِّرْكِ وَٱلشُّرُورِ، صَلَّى ٱللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ ٱلطَّيِّبِينَ ٱلطَّاهِرِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol muslimin wa zumrotal mu’minin…
Tidak ada satu pun di antara kita yang tidak mendambakan rahmat dan kasih sayang dari Rabb-nya. Itulah harapan tertinggi setiap orang beriman. Maka demi menggapai harapan itu, khatib berwasiat kepada diri sendiri dan kepada jama’ah sekalian: marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Karena Allah Ta’ala berfirman:
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…
Sesungguhnya syirik adalah dosa yang paling bertentangan dengan tujuan utama penciptaan manusia. Karena itulah, syirik menjadi dosa paling besar di sisi Allah.
Demikian pula dengan kesombongan dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Allah Subhanahu wa Ta‘ala menciptakan makhluk dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar mereka hanya taat kepada-Nya semata. Namun syirik dan kesombongan justru menentang tujuan itu secara langsung.
Maka tidak heran jika Allah mengharamkan surga bagi pelaku syirik dan kesombongan.
Bahkan, orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi saja, tidak akan masuk surga.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ
“Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zhalim itu.” (QS. Al-Maidah: 72)
Rasulullah ﷺ bersabda:
لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَن كانَ في قَلْبِهِ مِثْقالُ ذَرَّةٍ مِن كِبْرٍ.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji zarrah sawi kesombongan.” (HR. Muslim, no. 91)
Setelah syirik dan kesombongan, dosa yang paling besar kerusakannya adalah berkata tentang Allah tanpa ilmu.
Termasuk di dalamnya: membicarakan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan Allah tanpa dasar yang benar, atau menyifati Allah dengan hal yang bertentangan dengan apa yang telah Dia tetapkan untuk diri-Nya sendiri atau yang dijelaskan oleh Rasul-Nya ﷺ.
Ini termasuk bentuk penentangan paling besar terhadap kesempurnaan Allah, Dzat yang memiliki hak mutlak dalam mencipta dan memerintah. Bahkan, ini adalah bentuk penghinaan terhadap rububiyah (ke-Tuhanan) dan keagungan-Nya.
Jika seseorang menolak sifat Allah dengan sadar dan berdasarkan ilmu, maka itu adalah bentuk pembangkangan yang lebih buruk dari syirik. Dosanya pun lebih berat di sisi Allah.
Sebab, orang musyrik masih mengakui sifat-sifat Allah, itu lebih baik dibanding orang yang justru menolak dan menafikan seluruh sifat kesempurnaan-Nya.
Ibaratnya, jika ada seseorang yang mengakui kekuasaan sang raja, loyal kepadanya, dan tidak mengingkari sifat-sifat yang membuatnya pantas menjadi raja, hanya saja dia menyekutukan sang raja dalam sebagian urusan, ini masih lebih ringan dibanding orang yang sepenuhnya menolak keberadaan dan keagungan sang raja itu.
Para penolak sifat-sifat Allah pada hakikatnya sedang menolak keberadaan Allah itu sendiri, atau setidaknya menolak keindahan dan kesempurnaan yang layak bagi-Nya.
Mereka mengatakan: Allah tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri; tidak berbicara, tidak mendengar, tidak mencintai, tidak membenci, tidak bergerak… dan seterusnya.
Lantas, yang mereka gambarkan ini sebenarnya Tuhan, atau ketiadaan?
Perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjelaskan kepada ayahnya tentang alasan mengapa patung-patung tak layak disembah.
إِذۡ قَالَ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ لِمَ تَعۡبُدُ مَا لَا يَسۡمَعُ وَلَا يُبۡصِرُ وَلَا يُغۡنِي عَنكَ شَيۡـٔٗا
“(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, ‘Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?’”. (QS. Maryam: 42)
Kita menyembah Allah karena Dia memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna dan mulia.
Kalau Allah—seperti yang digambarkan oleh para penolak sifat—tidak bisa begini dan begitu, lalu di mana kesempurnaan-Nya? Dan bagaimana Dia layak untuk disembah?
Perkara ini diakui oleh seluruh fitrah manusia dan akal sehat.
Lalu bagaimana bisa disamakan antara orang yang menolak sifat-sifat sempurna Allah dengan orang yang hanya menjadikan perantara antara dirinya dan Allah karena ingin memuliakan dan mendekat kepada-Nya?
Penolakan terhadap sifat-sifat Allah (ta‘thil) adalah penyakit kronis yang sangat membahayakan dan tidak ada obatnya.
Allah menceritakan tentang pemimpin kaum penolak sifat, yaitu Fir‘aun, yang mengingkari pernyataan Musa bahwa Tuhannya berada di atas langit. Fir‘aun berkata:
يَٰهَٰمَٰنُ ٱبۡنِ لِي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَبۡلُغُ ٱلۡأَسۡبَٰبَ (٣٦) أَسۡبَٰبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ كَٰذِبٗاۚ
“Wahai Haman! Buatkanlah untukku suatu bangunan yang tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu. (Yaitu) pintu-pintu langit, agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap memandangnya seorang pendusta (dalam klaimnya bahwa Tuhannya berada di langit).”(QS. Ghafir: 36–37)
Oleh karenanya, syirik dan berkata atas nama Allah tanpa ilmu adalah dua hal yang saling terkait!
Ikhwatal Iman…
Karena bid‘ah-bid‘ah yang menyesatkan adalah bentuk penyimpangan dari kebenaran—baik karena kebodohan maupun sikap keras kepala—dan sering kali berakar dari ketidaktahuan atau penolakan terhadap sifat-sifat Allah dan ajaran yang dibawa oleh Rasul-Nya, maka bid‘ah termasuk salah satu dosa besar yang paling berbahaya, meskipun belum sampai pada tingkat kekufuran.
Bahkan, bid‘ah lebih disukai oleh Iblis daripada dosa-dosa besar lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Sufyan ats-Tsauri:
البِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيسَ مِنَ المَعْصِيَةِ؛ لِأَنَّ المَعْصِيَةَ يُتَابُ مِنْهَا، وَالبِدْعَةَ لَا يُتَابُ مِنْهَا.
“Bid‘ah lebih disukai oleh Iblis daripada maksiat. Karena maksiat masih bisa diharapkan taubatnya (karena pelakunya masih ada rasa bersalah), sedangkan bid‘ah susah diharapkan taubatnya (karena pelakunya merasa di atas kebenaran).” (HR. Abu Nu’aim 7/26)
Ketika Iblis berhasil menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam dosa-dosa, mereka justru menghancurkan tipu dayanya dengan istighfar dan kalimat ‘laa ilaaha illallah’.
Maka Iblis pun memutar otaknya, ia tidak tinggal diam.
Lalu ia sebarkan di tengah manusia hawa nafsu dan bid‘ah.
Dengan cara itu, mereka tetap berdosa namun tidak merasa bersalah. Bahkan mereka menyangka sedang berbuat baik.
Inilah jebakan paling licik: dosa yang dikira pahala, kesesatan yang dikira hidayah.
Ma’asyiral Muslimin…
Sudah dimaklumi bahwa pelaku maksiat biasanya hanya membahayakan dirinya sendiri, sementara pelaku bid‘ah membahayakan umat secara keseluruhan.
Fitnah pelaku bid‘ah menyentuh pokok-pokok agama, sedangkan fitnah pelaku maksiat hanya terkait syahwat.
Pelaku bid‘ah menghalangi manusia dari jalan Allah, sedangkan pelaku maksiat hanya lambat dalam meniti jalan itu karena beban dosanya.
Pelaku bid‘ah mencela sifat-sifat Allah dan kesempurnaan-Nya, sedangkan pelaku maksiat tidak demikian.
Pelaku bid‘ah bertentangan dengan ajaran yang dibawa Rasul, sementara pelaku maksiat tidak sejauh itu.
Pelaku bid‘ah memutus jalan manusia menuju akhirat, sementara pelaku maksiat hanya memperlambat jalannya.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْعَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ النَّفْسَ وَسَوَّاهَا، وَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، فَقَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا، وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُعَدُّ، وَنَسْتَعِينُهُ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي تَجُرُّ إِلَى الرَّدَى، وَتُفْسِدُ الْقَلْبَ وَالْمَدَدَ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ، وَاقْتَفَى أَثَرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Adapun dosa kezhaliman dan tindakan melampaui batas, maka itu semua bertentangan dengan keadilan yang menjadi dasar tegaknya langit dan bumi.
Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar manusia menegakkan keadilan.
Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil.” (QS. Al-Hadid: 25)
Karena itulah, kezhaliman termasuk dosa besar yang paling berat, dan tingkat keparahannya bergantung pada seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan.
Contohnya adalah seseorang yang membunuh anaknya sendiri yang masih kecil, anak yang tak berdosa dan secara fitrah justru menjadi objek kasih sayang manusia. Apalagi orang tua secara naluriah memiliki cinta dan kasih yang besar kepada anaknya. Maka, membunuh anak hanya karena takut bersaing dalam urusan makanan atau harta adalah bentuk kezhaliman yang paling keji dan kejam.
Demikian pula halnya dengan membunuh kedua orang tua, yang justru menjadi sebab keberadaan dirinya di dunia. Atau membunuh kerabat dekat, yang seharusnya dijaga karena adanya hubungan darah dan kasih sayang.
Tingkat kejahatan dalam pembunuhan berbeda-beda, tergantung pada seberapa besar kejahatan itu dan seberapa besar hak orang yang dibunuh untuk dijaga dan dinasihati agar tetap hidup.
Karena itu, orang yang paling berat azabnya di hari kiamat adalah mereka yang membunuh seorang nabi, atau mereka yang dibunuh oleh seorang nabi.
Setelah itu, disusul oleh mereka yang membunuh para pemimpin atau ulama yang menyeru kepada keadilan, mengajak manusia kepada Allah, dan membimbing umat dalam urusan agama mereka.
Allah telah menetapkan bahwa balasan bagi orang yang sengaja membunuh seorang mukmin adalah kekal dalam neraka, mendapat murka Allah, laknat-Nya, serta azab yang besar.
Allah berfirman:
وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا
“Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. Al-Maidah: 93)
Ummatal Islam…
Saking besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh pembunuhan, Allah Ta’ala sampai berfirman:
مِنۡ أَجۡلِ ذَٰلِكَ كَتَبۡنَا عَلَىٰ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعٗاۚ وَلَقَدۡ جَآءَتۡهُمۡ رُسُلُنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنۡهُم بَعۡدَ ذَٰلِكَ فِي ٱلۡأَرۡضِ لَمُسۡرِفُونَ
“Oleh sebab itu, Kami tetapkan kepada Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh satu jiwa — bukan karena qishash atau karena ia berbuat kerusakan di muka bumi — maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa yang menyelamatkan satu jiwa, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan seluruh manusia.” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…
Bertakwalah kepada Allah, dan jauhilah dosa-dosa besar yang membinasakan. Jauhi syirik dalam segala bentuknya, baik kecil maupun besar. Jangan berkata tentang Allah tanpa ilmu, apalagi dalam perkara yang sangat agung seperti nama dan sifat-Nya. Jangan menolak apa yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya, dan jangan menyematkan sesuatu yang tidak Dia tetapkan.
Waspadalah juga terhadap bid‘ah dalam agama, karena setiap bid‘ah adalah kesesatan. Dan jauhilah kezaliman yang paling keji: membunuh jiwa tanpa hak. Semua itu termasuk dosa besar yang paling berat, yang mengundang murka Allah dan azab yang pedih.
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.
اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.
اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..
(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 329-333, 337)