Khutbah Pertama
ٱلْـحَمْدُ لِلّٰهِ ٱلَّذِي فَطَرَ ٱلْقُلُوبَ عَلَىٰ مَحَبَّتِهِ، وَزَيَّنَهَا بِٱلْإِيمَانِ وَٱلْخَوْفِ مِنْ عَذَابِهِ، وَجَعَلَ ٱلسَّعَادَةَ فِي طَاعَتِهِ، وَٱلشَّقَاءَ فِي مَعْصِيَتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ ٱلنُّفُوسِ وَمُقَلِّبُهَا، وَمُطَهِّرُهَا وَمُزَيِّنُهَا، وَمُعَذِّبُهَا وَمُهِينُهَا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَرْسَلَهُ ٱللّٰهُ رَحْمَةً لِلْقُلُوبِ ٱلْمَرِيضَةِ، وَنُورًا لِلنُّفُوسِ ٱلْمُعْوَجَّةِ، وَمُبَشِّرًا بِنَعِيمِ ٱلطَّائِعِينَ، وَمُنْذِرًا بِعَذَابِ ٱلْعَاصِينَ، صَلَّى ٱللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
 أَمَّا بَعْدُ، 
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Dari mimbar yang mulia ini, khatib tak henti-hentinya mengingatkan diri pribadi dan jama’ah sekalian untuk bertakwa dan terus beristigfar memohon ampunan kepada Allah Ta’ala, karena Allah tidak akan mengadzab penduduk suatu negeri selama mereka beristigfar.
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمۡ وَأَنتَ فِيهِمۡۚ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ
“Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS. Al-Anfal: 33)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…
Salah satu dampak buruk berpaling dari Allah dan bermaksiat kepada-Nya adalah sempitnya hidup di dunia, dan adanya adzab di alam kubur, serta siksa yang pedih di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barang siapa berpaling dari peringatanku (Al-Qur’an), maka sungguh baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Sebagian ulama menafsirkan bahwa المعيشة الضنك (kehidupan yang sempit) dalam ayat tadi adalah azab kubur. Dan benar, adzab kubur termasuk bagian dari hidup yang sempit. Namun makna ayat ini tidak terbatas hanya pada alam kubur, melainkan mencakup kesempitan hidup di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat kelak.
Ummatal Islam…
Semakin seseorang berpaling dari mengingat Allah, semakin jauh ia dari Al-Qur’an dan petunjuk-Nya, maka semakin sempitlah hidup yang ia rasakan. Walaupun secara lahir ia menikmati berbagai jenis kenikmatan dunia, namun di dalam hatinya tersimpan kegelisahan, kehinaan, dan luka batin yang dalam, penyesalan yang menyayat hati, angan-angan yang hampa, serta siksaan batin yang terus menghantui. Semua itu tersembunyi di balik mabuknya syahwat, cinta dunia, dan ambisi kekuasaan. Jika semua itu masih ditambah dengan mabuk khamr, maka sempurnalah penderitaannya.
Dan ketahuilah, bahwa mabuk cinta dunia dan syahwat jauh lebih berbahaya daripada mabuk khamr. Orang yang mabuk khamr bisa sadar, sedangkan orang yang mabuk dunia dan hawa nafsu tidak akan sadar kecuali saat ia telah menjadi bagian dari barisan orang-orang mati.
Maka Ma’asyiral Muslimin…
 Kehidupan yang sempit (المعيشة الضنك) adalah sesuatu yang pasti akan dialami oleh siapa pun yang berpaling dari Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ, baik di dunia, di alam kubur, maupun pada hari kebangkitan nanti.
Ikhwatal Iman…
Ketahuilah, mata tidak akan pernah merasa tenang, hati takkan pernah damai, dan jiwa tidak akan pernah tenteram, kecuali bila ia hidup dalam dzikir kepada Allah, dan tunduk kepada-Nya sebagai satu-satunya sesembahan yang benar. Segala yang disembah selain Allah adalah batil, dan siapa yang menggantungkan hatinya kepada selain-Nya, maka pasti ia akan kecewa dan hancur.
Barang siapa yang hatinya tenang bersama Allah, maka seluruh hidupnya akan dipenuhi ketenteraman. Namun siapa yang tidak mendapatkan ketenangan bersama Allah, maka jiwanya akan tersiksa oleh penyesalan terhadap dunia, penyesalan atas angan-angan yang sia-sia dan kenikmatan yang fana.
Sesungguhnya Allah hanya menjanjikan kehidupan yang baik bagi orang yang beriman dan beramal shalih. Allah Ta‘ala berfirman:
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Dalam ayat ini, Allah menjamin dua balasan bagi orang yang beriman dan beramal shalih: kebahagiaan di dunia dengan hidup yang baik, dan kebahagiaan di akhirat dengan balasan terbaik. Mereka pun hidup dalam kedamaian di dua alam: di dunia dan di akhirat.
Allah Ta’ala juga berfirman:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, di dunia ini akan mendapatkan kebaikan, dan sungguh (balasan) di akhirat itu lebih baik.” (QS. An-Nahl: 30)
Allah juga berfirman:
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhan kalian, lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan memberikan kenikmatan yang baik kepadamu.” (QS. Hud: 3)
Mereka yang bertakwa dan berbuat ihsan telah meraih kenikmatan dunia dan akhirat sekaligus. Hati mereka hidup dalam ketenangan, dada mereka lapang, batin mereka bercahaya, jiwa mereka bebas dari belenggu syahwat yang haram dan syubhat yang menyesatkan.
Inilah kehidupan yang sejati! Bukan sekadar kehidupan tubuh yang akan menjadi santapan bagi cacing tanah, tetapi kehidupan hati yang tentram bersama Allah. Dan tidak ada kenikmatan yang lebih mulia dan lebih kekal daripada kedekatan dengan Allah dan ketenangan dalam ketaatan kepada-Nya.
Abu Sulaiman Al-Maghribi berkata:
إِنْ كَانَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي مِثْلِ هَذِهِ الْحَالِ، إِنَّهُمْ لَفِي عَيْشٍ طَيِّبٍ.
“Jika penghuni surga merasakan seperti yang kurasakan ini (daripada kelezatan iman), sungguh mereka hidup dalam kenikmatan sejati!” (Lihat: Sifat Ash-Shafwah 2/369)
Ibrahim bin Adham berkata:
لَوْ عَلِمَ الْمُلُوكُ وَأَبْنَاءُ الْمُلُوكِ مَا نَحْنُ فِيهِ، لَجَالَدُونَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوفِ
“Seandainya para raja tahu apa yang kami rasakan (dari kenikmatan iman dan mengenal Allah yang luar biasa ini), mereka pasti akan mencambuk kami dengan pedang! (karena iri ingin mendapatkan kenikmatan yang serupa).” (Lihat: Hilyatul Auliya 7/429)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
إِنَّ فِي الدُّنْيَا جَنَّةً، مَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا لَمْ يَدْخُلْ جَنَّةَ الْآخِرَةِ
“Di dunia ini ada surga (yaitu kelezan iman yang sejati). Barang siapa yang tidak masuk ke dalamnya, maka ia tak akan masuk ke surga akhirat.”
Inilah nikmat sejati. Nikmat badan tidak sebanding dengan nikmat hati.
Ikhwatii fiddiin rahimani wa rahimakumullah…
Nabi ﷺ telah memberi isyarat tentang adanya surga di dunia ini. Beliau bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا. قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ
“Jika kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah.” Mereka bertanya, “Apa taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Majelis-majelis dzikir.” (HR. Tirmidzi, no. 3510)
Beliau juga bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR. Bukhari, no. 1195 dan Muslim, no. 1390)
Ma’asyirol Muslimin…
Jangan dikira bahwa firman Allah:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ  وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang baik berada dalam kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang jahat berada dalam adzab.” (QS. Al-Infithar: 13–14)
 itu hanya berlaku di hari kiamat. Sungguh, orang-orang shalih itu sudah hidup dalam kenikmatan semenjak di dunia, sebelum kehidupan yang penuh nikmat di alam kubur, dan di akhirat. Sebaliknya, para pendosa hidup dalam kesengsaraan di tiga alam itu juga.
Kenikmatan sejati adalah: kebeningan hati, lapangnya dada, mengenal Allah, mencintai-Nya, dan menjalani hidup sesuai kehendak-Nya. Itulah kehidupan sejati: kehidupan hati yang selamat.
Allah memuji kekasih-Nya, Nabi Ibrahim, dengan firman-Nya:
إِذْ جَاءَ رَبَّهُ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
”(Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati yang selamat.” (QS. Ash-Shaffat: 84)
Dan tentang perkataan Nabi Ibrahim yang diabadikan dalam Al-Qur’an:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ  إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“Pada hari ketika tidak berguna harta dan anak-anak, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu‘arā’: 88–89)
Hati yang selamat adalah hati yang bersih dari syirik, dendam, iri, tamak, sombong, cinta dunia, dan cinta kekuasaan.
 Ia bersih dari segala hal yang menjauhkan dari Allah, dari syubhat yang menentang kebenaran, dari syahwat yang melawan perintah Allah, dari kehendak yang bertentangan dengan kehendak-Nya, dan dari segala penghalang antara dirinya dan Allah.
Hati seperti ini telah berada dalam surga yang disegerakan di dunia, dan akan merasakan surga di alam barzakh, sebelum surga yang sesungguhnya.
Maka berjuanglah Ma’asyiral Muslimin, untuk menjadikan hati kita bersih dan selamat. Karena di situlah letak kebahagiaan yang sejati dan kemenangan yang abadi.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْعَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي نَوَّرَ قُلُوبَ المُخْلِصِينَ، وَأَنْقَذَهَا مِنْ دَيَاجِيرِ المُذْنِبِينَ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعْمَةِ الهِدَايَةِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِنْ ظُلْمَةِ الغِوَايَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا. أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa salah satu dampak lain dari dosa yang paling berbahaya adalah: tertutupnya hati pelaku maksiat dari Allah di dunia, dan adanya tabir yang jauh lebih besar lagi antara dirinya dengan Allah di akhirat kelak. Allah berfirman:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ  كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ
“Sekali-kali tidak! Bahkan telah tertutup hati mereka oleh dosa-dosa yang mereka kerjakan. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar ditutupi dari (melihat) Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14–15)
Dosa-dosa yang mereka lakukan telah menjadi penghalang antara mereka dan hati mereka sendiri. Mereka tidak mampu lagi melihat apa yang bisa memperbaiki hati, dan tidak sadar terhadap apa yang sebenarnya sedang merusaknya.
Dosa juga menjadi penghalang antara hati mereka dan Rabb mereka. Mereka pun kehilangan rasa dekat dengan-Nya, kehilangan ketenangan dalam mengingat-Nya, dan tidak lagi merasakan kedamaian dalam beribadah kepada-Nya.
Dosa telah menjadi tirai tebal yang menutupi jalan mereka menuju Allah, bahkan menutupi jalan mereka menuju diri mereka sendiri.
فَاللهُ المُستَعَان، وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيل.
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الْإِسْلَامِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًاً مُطْمَئِنًا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلْبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..
(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 278-283)