Khutbah Jumat: Memahami Konsep Sebab Akibat Dalam Islam

Khutbah Pertama

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ، وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، يُدَبِّرُ ٱلْأُمُورَ بِحِكْمَتِهِ، وَيَقْضِي بِقُدْرَتِهِ، وَيَجْعَلُ لِكُلِّ شَيْءٍ سَبَبًا، وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ.

نَـحْمَدُهُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، وَنَسْتَعِينُهُ فِي الشَّدَائِدِ وَالنَّوَازِلِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِنَ الذُّنُوبِ وَالزَّلَلِ، وَنَسْأَلُهُ مِنْ فَضْلِهِ الْعَظِيمِ.

وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أَمَّا بَعْدُ؛

Ma’asyiral Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Khatib wasiatkan diri khatib sendiri dan para jama’ah sekalian untuknya bertakwa kepada Allah Ta’ala, karena takwa adalah wasiat yang selalu relevan untuk orang terdahulu dan sekarang. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدۡ وَصَّيۡنَا ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡكِتَٰبَ مِن قَبۡلِكُمۡ وَإِيَّاكُمۡ أَنِ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ

“Dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi Kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwalah kepada Allah.” (QS. An-Nisa: 31)

Sidang Jama’ah Jum’at rahimani wa rahimakumullah…

Salah satu prinsip penting dalam syariat Islam adalah keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi karena sebab. Allah menciptakan alam ini dengan hukum sebab-akibat. Dan dari sekian banyak sebab yang Allah ajarkan kepada kita, doa adalah sebab paling kuat dan paling mulia untuk mendatangkan kebaikan dan menolak keburukan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمُرِ إِلَّا الْبِرُّ

“Tidak ada yang bisa menolak takdir selain doa, dan tidak ada yang bisa menambah umur selain kebajikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2139)

Artinya, doa bisa menjadi sebab tertolaknya musibah yang sebenarnya sudah ditetapkan. Bahkan jika musibah itu tetap turun, doa bisa membuatnya lebih ringan atau lebih mudah untuk dihadapi. Adapun bertambahnya umur karena kebajikan, maksudnya adalah: dengan taat kepada Allah, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahim, dan berbuat baik kepada sesama, seseorang akan diberi keberkahan dalam umur dan waktu hidupnya.

Perlu kita pahami, baik tertolaknya takdir dengan doa maupun bertambahnya umur karena kebaikan—semuanya sudah ditulis dan ditetapkan dalam Lauhul Mahfuzh, bahkan sejak 50.000 tahun sebelum langit dan bumi diciptakan.

Allah yang Maha Bijaksana menetapkan semua itu bersama sebab-sebabnya. Maka, doa dan perbuatan baik bukanlah sesuatu yang mengganti takdir, melainkan bagian dari takdir itu sendiri. Seseorang bisa selamat dari musibah karena dalam takdirnya tertulis: dia akan berdoa. Seseorang diberi umur panjang karena dalam takdirnya tertulis: dia akan berbuat baik.

Jangan salah paham, bukan berarti takdir di Lauhul Mahfuzh berubah atau dihapus—tidak! Pena telah diangkat, lembaran telah kering. Semua yang terjadi sudah sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah.

Maka memahami konsep sebab-akibat ini sangat penting. Seperti halnya kesembuhan terjadi karena obat, kenyang karena makan, panen karena menanam, maka begitu pula musibah bisa tertolak karena doa, dan umur bisa diberkahi karena amal kebaikan. Allah telah menetapkan hasil sekaligus sebab-sebabnya.

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Sebagian orang beranggapan bahwa jika sesuatu telah ditakdirkan, maka akan terjadi meski tanpa doa. Dan jika tidak ditakdirkan, maka tak akan terjadi meski dengan doa. Lalu mereka pun meninggalkan doa dan berkata: “Tak ada gunanya berdoa!”

Anggapan ini bertentangan dengan akal, syariat, bahkan naluri makhluk hidup. Jika seseorang lapar dan berkata: “Kalau kenyang sudah ditakdirkan, aku akan kenyang walau tidak makan”, bukankah itu kebodohan? Bahkan binatang pun tahu bahwa untuk hidup ia harus makan. Maka binatang lebih paham dari orang yang meninggalkan doa karena alasan seperti itu!

Yang benar, takdir itu ditetapkan bersama sebab-sebabnya. Jika seseorang berdoa, ia telah menempuh sebab agar takdir itu terjadi. Jika ia meninggalkan doa, ia telah meninggalkan sebabnya. Sebagaimana kenyang ditakdirkan lewat makan, panen ditakdirkan lewat menanam, demikian pula surga ditetapkan bagi siapa yang beramal, dan neraka ditetapkan bagi siapa yang bermaksiat.

Maka dari itu, doa adalah sebab yang paling kuat, bahkan melebihi kekuatan fisik, strategi, dan jumlah.

Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

لَسْتُمْ تُنْصَرُونَ بِكَثْرَةٍ، وَإِنَّمَا تُنْصَرُونَ مِنْ السَّمَاءِ

“Kalian bukan dimenangkan karena jumlah yang banyak, tapi karena pertolongan dari langit.”

Beliau juga berkata:

إِنِّي لَا أَحْمِلُ هَمَّ الْإِجَابَةِ، وَلَكِنْ هَمَّ الدُّعَاءِ، فَإِذَا أُلْهِمْتُ الدُّعَاءَ عَلِمْتُ أَنَّ الْإِجَابَةَ مَعَهُ.

“Sesungguhnya aku tidak memikul beban kekhawatiran terhadap jawaban (doa), tetapi kekhawatiranku ada pada (kemauan untuk) berdoa. Jika aku diberi taufik untuk berdoa, aku tahu bahwa jawaban (dari Allah) menyertainya.” (Lihat: Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 29)

Ummatal Islam…

Selain sebagai sebab terkuat untuk meraih sesuatu, doa adalah ibadah yang agung. Ia mencerminkan keyakinan seorang hamba bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Kuasa. Dalam doa, terwujud kedekatan hamba dengan Tuhannya, pengakuan bahwa hanya kepada-Nya tempat bergantung. Doa adalah bukti kerendahan diri, saat seorang hamba menyadari kelemahannya dan meyakini bahwa tiada penolong selain Rabb-nya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)

Allah juga berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

“Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku, maka (katakanlah): Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa ketika ia berdoa.” (QS. Al-Baqarah: 186)

Ma’asyirol Muslimin…

Dialah Allah…
Semakin kita mendekat kepada-Nya, semakin kita berdoa, merendah, dan merengek dalam permohonan, justru semakin besar kasih sayang-Nya kepada kita.
Kita yang berdosa, tapi Dia gembira saat kita kembali dan memohon ampunan.
Kita yang penuh kekurangan, tapi Dia Maha Pemurah dalam memenuhi setiap kebutuhan.

Semakin sering kita meminta, semakin banyak yang kita harapkan dari-Nya, justru semakin besar perhatian dan cinta-Nya kepada kita.
Berbeda dengan manusia—yang jika terus dimintai akan jemu dan menjauh—Allah justru sebaliknya. Dia mencintai hamba-Nya yang terus mengetuk pintu-Nya.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَمِعَ أَنْفَاسَ الْعَابِدِينَ، وَرَأَى دُمُوعَ الْمُنِيبِينَ، وَأَجَابَ دُعَاءَ الْمُضْطَرِّينَ، وَفَرَّجَ كُرُبَاتِ الْمَهْمُومِينَ. هُوَ ٱللَّهُ، إِذَا سُئِلَ أَعْطَى، وَإِذَا دُعِيَ أَجَابَ، وَإِذَا ٱقْتُرِبَ مِنْهُ ٱقْتَرَبَ.

نَحْمَدُهُ حَقَّ حَمْدِهِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْأَلُهُ مِنْ فَضْلِهِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أَمَّا بَعْدُ؛

Ma’asyiral Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Teruslah mengangkat tangan dan memohon kepada Allah, karena permohonan itu sendiri adalah inti dari ibadah. Ia menjadi bukti kedekatan seorang hamba kepada Rabb-nya, dan dengannya pahala terus mengalir, meskipun jawaban belum kunjung datang. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تَعْجَزُوا فِي ٱلدُّعَاءِ، فَإِنَّهُ لَا يَهْلِكُ مَعَ ٱلدُّعَاءِ أَحَدٌ

“Jangan lemah dalam berdoa. Karena tidak ada yang celaka bersama doa.” (HR. Hakim, no. 1818)

Ikhwatii fidiin rahimani wa rahimakumullah…

Akal sehat, wahyu, dan pengalaman manusia dari zaman ke zaman membuktikan bahwa mendekat kepada Allah, berbuat baik kepada makhluk, dan meninggalkan dosa adalah sebab utama datangnya kebaikan dan tertolaknya bencana. Sebaliknya, maksiat dan kelalaian adalah sebab datangnya adzab dan kesempitan.

Allah menegaskan prinsip ini di banyak ayat:

فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Ketika mereka (orang-orang yahudi) terus-menerus melakukan hal yang telah dilarang, Kami katakan kepada mereka: Jadilah kalian kera yang hina.” (QS. Al-A’raf: 166)

فَلَمَّا آسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ

“Ketika mereka membuat Kami murka, Kami pun membalas mereka.” (QS. Az-Zukhruf:55)

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

“Ketika mereka menyimpang, maka Allah pun memalingkan hati mereka.” (QS. Ash-Shaff: 5)

Sebaliknya, Allah juga menyebutkan bahwa ketaatan adalah sebab datangnya banyak kebaikan:

إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ

“Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberimu furqan (pembeda antara yang hak dan yang batil) dan menghapus kesalahan-kesalahanmu.” (QS. Al-Anfal: 29)

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

“Maka jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka mereka menjadi saudara kalian dalam agama.”
(QS. At-Taubah: 11)

وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

“Sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu, niscaya Kami akan berikan kepada mereka air yang melimpah.” (QS. Al-Jinn: 16)

Kesimpulannya, Al-Qur’an secara keseluruhan menegaskan bahwa takdir Allah terhubung erat dengan sebab-sebab yang Allah tetapkan. Barangsiapa memahami hal ini dengan benar, ia tidak akan pasrah buta pada takdir, tidak akan malas berusaha, dan tidak akan menjadikan kelemahan sebagai dalih untuk tidak bertindak.

Justru orang yang benar-benar faqih adalah yang menolak takdir buruk dengan takdir baik, menghindari bencana dengan sebab keselamatan. Sebagaimana kita menolak lapar dengan makan, dingin dengan pakaian, maka kita juga menolak azab dengan taubat dan amal shalih.

فَاللهُ المُستَعَان، وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيل.

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الْإِسْلَامِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًاً مُطْمَئِنًا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِينَ أَيْنَمَا كُنَّا، وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 26-35)