Khutbah Jum’at: Empat Gerbang Maksiat

Khutbah Pertama

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلْجَبَّارِ ٱلْقَهَّارِ، ٱلْعَزِيزِ ٱلْغَفَّارِ، يُقَلِّبُ ٱلْقُلُوبَ كَيْفَ يَشَاءُ، وَيَصْرِفُ ٱلنُّفُوسَ حَيْثُ أَرَادَ، لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ،
خَلَقَ ٱلْإِنسَانَ مِن طِينٍ، وَعَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ، وَٱبْتَلَاهُ بِٱلشَّهَوَاتِ وَٱلْفِتَنِ، لِيَبْلُوَهُ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا، وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ.
نَحْمَدُهُ عَلَى جَزِيلِ ٱلْإِنْعَامِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى وَاسِعِ ٱلْإِكْرَامِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِنَ ٱلذُّنُوبِ وَٱلْآثَامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، ٱلْمَلِكُ ٱلْعَلَّامُ،
وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ أَطَاعَ رَبَّهُ، وَأَخْشَاهُمْ لَهُ، وَأَتْقَاهُمْ لِمَا حَرَّمَ وَكَرِهَ، صَلَّى ٱللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ وَٱقْتَفَى أَثَرَهُ، إِلَى يَوْمِ ٱلدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Barangsiapa menjaga pandangan, lintasan hati, ucapan, dan langkahnya, maka ia telah menjaga agamanya.

Sudah sepatutnya setiap hamba menjadi penjaga bagi dirinya sendiri di keempat gerbang ini, dan terus berjaga di titik-titik rawannya. Sebab musuh masuk melalui celah-celah ini, lalu merusak rumah hati dari dalam, dan menghancurkan semuanya sehancur-hancurnya.

Mayoritas dosa masuk ke dalam hati seorang hamba lewat keempat gerbang ini, dan insyaAllah, pada kesempatan kali ini khatib akan membahas masing-masingnya satu per satu.

Gerbang pertama bagi dosa: adalah pandangan (لَحَظَات)

Pandangan adalah utusan syahwat dan pembukanya. Menjaga pandangan adalah pokok dari menjaga kemaluan. Barangsiapa melepaskan pandangannya semaunya, maka ia sedang berjalan menuju kehancuran.

Nabi ﷺ bersabda:

لَا تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّمَا لَكَ ٱلْأُولَى، وَلَيْسَتْ لَكَ ٱلْآخِرَةُ

“Jangan engkau ikuti pandangan (pertama) dengan pandangan (kedua), karena yang pertama untukmu (dimaafkan), sedangkan yang kedua bukan untukmu (tidak dimaafkan).”(HR. Abu Dawud, no. 2149, Tirmidzi, no. 2777)

Allah Ta’ala berfirman:

قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30)

Pandangan adalah awal dari banyak musibah yang menimpa manusia.
Satu kali melihat bisa menimbulkan lintasan di hati.
Lintasan itu berubah menjadi pikiran, pikiran menjadi syahwat, syahwat melahirkan keinginan, dan keinginan tumbuh menjadi tekad kuat yang sulit dihentikan, kecuali jika ada penghalang yang menahannya.
Begitulah dosa sering dimulai: dari pandangan yang dibiarkan.

Gerbang Kedua: Lintasan Hati (الخَطَرَات)

Menjaga lintasan hati lebih sulit daripada menjaga pandangan.
Karena dari sinilah semua kebaikan dan keburukan bermula.

Lintasan hati melahirkan keinginan, keinginan tumbuh menjadi tekad, dan tekad berakhir pada perbuatan.

Siapa yang mampu mengawasi lintasan hatinya,
ia akan menguasai jiwanya dan menundukkan hawa nafsunya.
Tapi siapa yang membiarkan lintasan itu liar,
maka ia akan ditaklukkan oleh nafsunya sendiri.

Lintasan hati yang mulanya dianggap sepele, lama-lama akan menggiring seseorang menuju kehancuran, tanpa ia sadari.

Lintasan itu akan terus datang dan pergi di dalam hati, hingga akhirnya berubah menjadi angan-angan kosong, bagai fatamorgana yang disangka air oleh orang yang kehausan.

Allah berfirman:

أَعۡمَٰلُهُمۡ كَسَرَابِۭ بِقِيعَةٖ يَحۡسَبُهُ ٱلظَّمۡـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيۡـٔٗا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ

“Amal mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar. Disangka air oleh orang yang kehausan, tetapi ketika dia mendatanginya, tidak ada apa-apa, dan dia mendapati Allah di sisinya, lalu Allah menyempurnakan perhitungannya. Dan Allah sangat cepat perhitungannya.” (QS. An-Nur: 39)

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Orang paling rendah cita-citanya dan paling hina jiwanya adalah mereka yang hidup dalam angan-angan palsu, lalu merasa bangga dengannya, seolah itu sebuah pencapaian.

Demi Allah, angan-angan kosong adalah modal utama orang bangkrut dan barang dagangan orang malas.
Itulah makanan jiwa-jiwa kosong, yang sudah puas dengan khayalan, dan mengira itu cukup menggantikan kenyataan.

Padahal angan-angan semacam ini adalah racun yang halus tapi mematikan.
Ia lahir dari kelemahan dan kemalasan,
lalu menumbuhkan kelalaian, penyesalan, dan kehancuran.

Ketika seseorang tak mampu mewujudkan kebenaran, ia hanya akan membayangkannya dalam benak, lalu memeluk bayangan palsunya dengan penuh kepuasan.
Seperti orang lapar yang membayangkan makanan, atau orang haus yang membayangkan air, tapi kenyang dan hilang dahaganya tidak pernah datang.

Merasa manis dengan angan-angan palsu adalah tanda kehinaan jiwa.
Sedangkan jiwa yang mulia, akan menolak setiap lintasan yang tidak benar, bahkan enggan membiarkannya sekadar lewat di pikirannya.

Ketahuilah, saudaraku…
Datangnya lintasan hati itu tidak selalu berbahaya.
Yang berbahaya adalah saat engkau mengundangnya, menikmatinya, dan berdialog dengannya.

Lintasan hati itu seperti orang lewat di jalan.
Kalau kau biarkan, ia akan pergi.
Tapi jika kau sambut dan ajak duduk, ia akan menipu, memperdaya, dan menjeratmu tanpa kau sadari.

Lintasan hati adalah hal paling ringan bagi jiwa yang kosong dan lalai, tapi justru menjadi beban paling berat bagi jiwa yang tinggi dan sadar.

Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan dalam diri manusia dua jenis jiwa yang selalu bertentangan:
• Jiwa yang menyuruh kepada keburukan
(النَّفْسُ الأَمَّارَة)
• dan jiwa yang tenang, suci, dan condong kepada kebaikan (النَّفْسُ المُطْمَئِنَّة)

Setiap lintasan yang terasa ringan dan menyenangkan bagi jiwa yang buruk,
justru terasa berat dan menyakitkan bagi jiwa yang baik.
Apa yang disenangi oleh yang satu, justru menyiksa yang lain.

Jiwa buruk merasa paling berat untuk ikhlas dan mengutamakan ridha Allah.
Padahal itulah hal terbaik baginya.
Sedangkan jiwa yang tenang, paling berat melakukan sesuatu demi selain Allah.

Malaikat berada di sisi kanan hati, menemani jiwa yang tenang dan tulus.
Setan berada di sisi kiri hati, membisikkan pada jiwa yang penuh nafsu dan kelalaian.
Pertempuran antara keduanya tidak akan pernah berhenti, sampai ajal tiba.

Setiap kebatilan berpihak pada setan dan jiwa yang rusak.
Setiap kebenaran berpihak pada malaikat dan jiwa yang bersih.

Kemenangan hanya milik mereka yang sabar, bersungguh-sungguh, dan bertakwa.

Allah telah menetapkan sebuah hukum yang tak bisa diubah:

وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ

“Sesungguhnya kesudahan yang baik hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Qashash: 83)

Maka bertakwalah wahai para hamba Allah…

Ikhwatal Iman…

Kesempurnaan hati adalah saat seluruh lintasan, niat, dan pikiran di dalamnya hanya tertuju kepada keridhaan Allah.
Baik dalam hubungan dengan-Nya, maupun dalam perlakuan terhadap sesama manusia.

Orang yang paling sempurna adalah yang paling sering memikirkan: Bagaimana cara agar Allah ridha kepadaku?

Itulah cita-cita tertingginya.
Itulah arah seluruh langkah dan keputusan hidupnya.

Sebaliknya, orang paling hina adalah yang hanya sibuk memikirkan bagaimana cara memuaskan hawa nafsunya, tak peduli apakah Allah ridha atau murka.

Ummatal Islam…

Gerbang dosa yang ketiga: adalah ucapan (اللَّفَظَات).

Menjaga ucapan berarti tidak melontarkan satu kata pun yang sia-sia.

Seorang hamba tidak seharusnya berbicara kecuali dalam hal yang ia harapkan mengandung kebaikan dan keuntungan bagi agamanya.

Sebelum mengucapkan satu kata, timbanglah dulu: Apakah ini bermanfaat? Jika tidak, lebih baik diam.

Dan jika ada manfaatnya, timbang lagi:
Apakah dengan mengucapkannya, aku justru kehilangan kata lain yang lebih baik dan lebih bermanfaat? Jika iya, maka jangan tukar yang lebih baik dengan yang lebih rendah.

Jika engkau ingin mengetahui isi hati seseorang, maka lihatlah ucapannya, karena ucapan adalah cerminan isi hati.

Yahya bin Mu‘adz rahimahullah berkata:

ٱلْقُلُوبُ كَٱلْقُدُورِ تَغْلِي بِمَا فِيهَا، وَأَلْسِنَتُهَا مَغَارِفُهَا. فَٱنْظُرِ ٱلرَّجُلَ حِينَ يَتَكَلَّمُ، فَإِنَّ لِسَانَهُ يَغْرِفُ لَكَ مِمَّا فِي قَلْبِهِ: حُلْوٌ وَحَامِضٌ، وَعَذْبٌ وَأُجَاجٌ، وَغَيْرُ ذٰلِكَ. وَيُبَيِّنُ لَكَ طَعْمَ قَلْبِهِ ٱغْتِرَافُ لِسَانِهِ

“Hati itu seperti panci yang mendidih dengan isinya, dan lisan adalah sendoknya. Maka perhatikanlah seseorang ketika ia berbicara, karena lisannya akan menyendokkan kepadamu isi hatinya: ada yang manis, asam, segar, asin, dan lainnya. Maka rasa hatinya akan tampak dari apa yang disendok oleh lisannya.” (HR. Abu Nu’aim 10/67)

Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ

“Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga hatinya lurus. Dan hatinya tidak akan lurus hingga lisannya lurus.” (HR. Ahmad, no. 13048)

Ikhwatii fiddiin rahimani wa rahimakumullah…

Ada satu hal yang sangat mencengangkan:
Manusia seringkali lebih mudah menahan diri dari makan yang haram, mencuri, berzina, minum khamar, atau memandang yang dilarang.
Namun sangat sulit baginya untuk menjaga lidahnya.

Kita sering melihat orang yang dikenal taat beragama, zuhud, dan rajin ibadah,
tapi ternyata ucapannya mengandung kemurkaan Allah, dan ia tidak menyadarinya.

Bisa jadi, satu kalimat saja yang ia ucapkan,
telah menjatuhkannya sejauh jarak antara timur dan barat!

Jika ingin melihat betapa bahayanya lisan, simaklah kisah seorang dari Bani Israil yang ahli ibadah, berkata kepada seorang ahli maksiat:

وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِفُلَانٍ

“Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.”

Maka Allah berfirman:

مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنِّي لَا أَغْفِرُ لِفُلَانٍ؟ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ، وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ

“Siapa yang berani bersumpah atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sungguh Aku telah mengampuninya, dan Aku batalkan seluruh amalmu!” (HR. Muslim, no. 2621)

Orang ini adalah ahli ibadah. Namun satu kalimat telah membatalkan seluruh amal ibadahnya!

Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda:

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِن رِضْوَانِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ. وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِن سَخَطِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Seseorang mengucapkan satu kalimat yang diridhai Allah, ia tidak merasa itu istimewa, namun Allah mengangkatnya beberapa derajat karenanya. Dan seseorang mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah, tanpa ia sadari bahayanya, lalu kalimat itu menjatuhkannya ke dalam neraka Jahannam.” (HR. Bukhari, no. 6478)

Gerakan paling ringan dari anggota tubuh adalah lidah, tetapi ia juga yang paling berbahaya.

Bisa jadi, seseorang datang pada hari kiamat dengan pahala sebesar gunung, namun lisannya telah menghancurkan semuanya, karena ucapan yang buruk, ghibah, dan kata-kata yang dimurkai Allah.

Dan bisa jadi pula, seseorang datang dengan dosa sebesar gunung, namun lisannya telah menghapus semuanya, karena ia banyak berdzikir, beristighfar, dan mengucapkan yang baik-baik.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ النَّفْسَ وَسَوَّاهَا، وَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، فَقَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا، وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُعَدُّ، وَنَسْتَعِينُهُ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي تَجُرُّ إِلَى الرَّدَى، وَتُفْسِدُ الْقَلْبَ وَالْمَدَدَ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ، وَاقْتَفَى أَثَرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyiral Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Gerbang dosa keempat: adalah langkah (الخُطُوَات)

Menjaga langkah artinya: jangan biarkan kakimu melangkah kecuali ke arah yang engkau harapkan membawa ganjaran dari Allah.
Jika langkah itu tidak menambah pahala, maka berhenti dan diam lebih baik bagimu.

Namun ketahuilah, engkau bisa mengubah langkah menuju hal-hal mubah menjadi ibadah,
asalkan engkau meniatkannya karena Allah.
Dengan niat itu, langkah biasa pun berubah menjadi amal yang mendekatkan dirimu kepada-Nya.

Dalam hidup ini, terpeleset itu ada dua:
terpeleset kaki dan terpeleset lisan.
Karena itu, Allah menyandingkannya dalam firman-Nya:

وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah mereka yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka menjawab dengan perkataan yang baik.” (QS. Al-Furqan: 63)

Ayat ini menunjukkan: ucapan mereka lurus, dan langkah mereka pun terarah, yang artinya gerbang ucapan dan langkah telah terkendali dengan baik.

Allah juga berfirman:

يَعۡلَمُ خَآئِنَةَ ٱلۡأَعۡيُنِ وَمَا تُخۡفِي ٱلصُّدُورُ

“(Dia) mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersembunyi di dalam dada.” (QS. Ghafir: 19)

Dalam ayat ini, Allah menyandingkan antara pandangan mata dan lintasan hati, dua pintu lain yang sering menjadi celah masuknya musuh ke dalam hati manusia.

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Empat pintu utama dalam diri manusia: pandangan, lintasan hati, ucapan, dan langkah, adalah jalan masuk bagi kebaikan atau keburukan.
Siapa yang menjaganya, berarti ia telah menjaga agamanya.
Tapi siapa yang membiarkannya terbuka tanpa penjagaan, berarti ia membuka jalan kehancuran bagi dirinya sendiri.

Maka jadilah penjaga yang siaga di keempat pintu ini.
Latih dirimu, perbanyak istighfar, dan mohonlah pertolongan Allah agar Dia meneguhkan penjagaan-Nya atas hatimu dan seluruh anggota tubuhmu.

Karena pada akhirnya, kemenangan hanya dimiliki oleh orang yang sabar, bersungguh-sungguh, menjaga diri, dan bertakwa.

فَٱصۡبِرۡۖ إِنَّ ٱلۡعَٰقِبَةَ لِلۡمُتَّقِينَ

“Maka bersabarlah, sungguh, kesudahan (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Hud: 49)

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.

اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 347-376)