Khutbah Pertama
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلْعَلِيِّ ٱلْأَعْلَى، ٱلَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى، وَقَدَّرَ فَهَدَى، نَحْمَدُهُ حَمْدًا يَلِيقُ بِجَلَالِهِ وَعَظَمَتِهِ، وَنَشْكُرُهُ شُكْرَ مَنْ عَرَفَ فَضْلَهُ، وَرَجَا رَحْمَتَهُ، وَخَافَ نِقْمَتَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِلَٰهًا عَظِيمًا لَا يُرَدُّ بَأْسُهُ، وَلَا يُعْجِزُهُ شَيْءٌ فِي ٱلْأَرْضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَاءِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَفِيُّهُ وَخَلِيلُهُ، أَدَّى ٱلْأَمَانَةَ، وَنَصَحَ ٱلْأُمَّةَ، وَكَشَفَ ٱللَّهُ بِهِ ٱلْغُمَّةَ، فَصَلَّى ٱللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنِ ٱقْتَفَى أَثَرَهُ، وَٱهْتَدَى بِهُدَاهُ، إِلَىٰ يَوْمِ نَلٌقَاهُ. أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan bertakwa, Allah akan anugerahkan kepada hati kita furqan, yaitu kemampuan membedakan antara yang hak dan bathil. Allag Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا وَيُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal: 29)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…
Ketahuilah, jika ketakwaan mengundang kemampuan untuk membedakan antara yang hak dan bathil, maka dosa dapat membuat hati menjadi buta dari kebenaran. Bila tidak sampai membutakan sepenuhnya, maka paling tidak ia akan melemahkan pandangan hati—dan itu sesuatu yang pasti terjadi.
Ketika hati telah menjadi lemah atau buta, maka lenyaplah kemampuan seseorang untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Ia tak lagi mampu melihat jalan petunjuk dengan jelas, apalagi menempuhnya. Ia pun kehilangan daya untuk mengajak orang lain menuju kebaikan. Semua ini bergantung pada sejauh mana kejernihan atau kegelapan pandangan hatinya.
Padahal, kesempurnaan hamba sejati terletak pada dua hal pokok:
1. Kemampuan mengenali kebenaran serta membedakannya dari kebatilan,
2. Dan kemampuan mencintai kebenaran melebihi kebatilan serta menjadikannya prioritas utama dalam hidupnya.
Derajat manusia di sisi Allah—baik di dunia maupun di akhirat—ditentukan oleh seberapa besar keunggulan mereka dalam dua perkara ini.
Karena itulah, Allah memuji para nabi-Nya dengan dua sifat agung ini dalam firman-Nya:
وَٱذۡكُرۡ عِبَٰدَنَآ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ أُوْلِي ٱلۡأَيۡدِي وَٱلۡأَبۡصَٰرِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya‘qub, mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan pandangan (yang tajam).” (QS. Shad: 45)
Mereka adalah teladan orang-orang yang matanya tajam dalam melihat kebenaran, dan kuat dalam menegakkannya.
Ummatal Islam…
Dalam hal pandangan hati dan kekuatan menjalankan kebenaran, manusia terbagi menjadi empat golongan:
Golongan pertama, adalah mereka yang dianugerahi ketajaman mata hati dan kekuatan untuk menegakkan kebenaran. Mereka mampu membedakan mana jalan yang lurus dan punya keberanian serta keteguhan untuk menapakinya. Inilah golongan manusia terbaik dan paling mulia di sisi Allah—para pewaris tugas kenabian dan pelita bagi umat.
Golongan kedua, adalah kebalikan dari golongan pertama. Mereka tidak memiliki cahaya pandangan dalam urusan agama, dan juga tidak memiliki kekuatan untuk menempuh jalan kebenaran. Mereka tenggelam dalam kebodohan dan kelemahan. Mayoritas manusia termasuk dalam kelompok ini. Melihat mereka membuat hati sempit, bergaul dengan mereka membawa aib dan penyesalan. Keberadaan mereka hanya menambah sesaknya kehidupan, memicu naiknya harga kebutuhan, dan membuat waktu terbuang sia-sia tanpa faedah.
Golongan ketiga, adalah orang-orang yang hatinya mengenali kebenaran dan memahami jalan lurus, tetapi lemah dalam menjalankannya dan kurang mampu mengajak orang lain kepadanya. Inilah kondisi orang beriman yang lemah. Ia tetap dalam kebaikan, tetapi tidak sekuat dan seberani mereka yang lebih kokoh imannya. Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ.
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, meskipun pada keduanya ada kebaikan.” (HR. 2664)
Golongan keempat, adalah mereka yang memiliki semangat dan kekuatan, tetapi tanpa pandangan yang tajam terhadap agama. Ia punya keberanian, tapi tidak tahu ke mana arahnya. Ia tidak mampu membedakan siapa wali Allah dan siapa wali setan, mana yang mutiara dan mana yang kelereng. Semua yang hitam disangkanya kurma, yang putih dianggap susu. Bagian yang bengkak ia kira daging segar, racun disangkanya obat, karena sama-sama pahit. Inilah bahaya kekuatan tanpa ilmu, keberanian tanpa petunjuk—yang justru bisa menyesatkan dirinya dan orang lain.
Ikhwatal Iman…
Dari keempat golongan ini, tidak ada yang layak memimpin dalam urusan agama kecuali golongan pertama. Allah Ta‘ala berfirman:
وَجَعَلۡنَا مِنۡهُمۡ أَئِمَّةٗ يَهۡدُونَ بِأَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُواْۖ وَكَانُواْ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan dari kalangan mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar (di atas kebenaran) dan mereka meyakini (kebenaran) ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Allah menjelaskan bahwa dengan kesabaran dan keyakinan, seseorang layak mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin dalam agama.
Mereka inilah satu-satunya golongan yang tidak merugi. Allah bersumpah dengan masa—yang menjadi ladang kerja para pemenang dan pecundang—bahwa semua manusia merugi, kecuali mereka yang beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Allah berfirman:
وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1–3)
Allah tidak hanya menuntut mereka untuk mengetahui kebenaran dan bersabar atasnya, tetapi juga agar mereka saling menasihati dalam hal itu, membimbing dan mendorong satu sama lain untuk tetap di atas kebenaran.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah Kedua
ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلصَّبْرَ مَطِيَّةَ ٱلسَّائِرِينَ، وَٱلْيَقِينَ سِرَاجَ ٱلْمُوقِنِينَ، وَرَفَعَ ٱلصَّابِرِينَ دَرَجَاتٍ، وَجَعَلَهُمْ أَئِمَّةً يُهْتَدَىٰ بِهِمْ فِي ٱلْـخَيْرَاتِ.
أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَىٰ نِعَمٍ لَا تُحْصَىٰ، وَأَشْكُرُهُ عَلَىٰ آلَائِهِ ٱلَّتِي لَا تُسْتَقْصَىٰ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةً تَفِيضُ بِهَا ٱلْقُلُوبُ طُمَأْنِينَةً وَيَقِينًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مَا تَعَاقَبَ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ.
أَمَّا بَعْدُ،
Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…
Bertakwalah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena takwa merupakan kunci keberuntungan di dunia dan akhirat.
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 189)
Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah rahmati…
Jika yang selamat hanyalah mereka yang memiliki pandangan hati dan kekuatan menempuh kebenaran, maka jelaslah bahwa selain mereka adalah golongan yang merugi. Dan kerugian itu berpangkal dari satu hal: dosa dan maksiat yang membutakan hati.
Dosa melumpuhkan mata hati hingga tak mampu lagi melihat kebenaran sebagaimana mestinya. Ia juga melemahkan tekad dan kekuatan ruhani, sehingga seseorang tidak lagi mampu bersabar di atas jalan yang benar, bahkan tak sanggup melangkah ke arahnya.
Lebih dari itu, dosa bisa menghantam hati berulang-ulang hingga arah pandangannya berubah total. Ia melihat kebatilan sebagai kebenaran, dan kebenaran sebagai kebatilan. Ia menyangka yang ma‘ruf itu munkar, dan yang munkar justru dianggap ma‘ruf. Hatinya pun berpaling dari jalan menuju Allah dan akhirat, lalu memilih jalan yang membawanya menuju dunia dan kubangan hawa nafsu. Ia merasa cukup dengan dunia, merasa betah di dalamnya, lalai dari Allah dan tanda-tanda kebesaran-Nya, serta tak lagi mempersiapkan diri untuk bertemu dengan-Nya.
Seandainya tak ada hukuman lain dari dosa selain kebutaan hati seperti ini, maka itu saja sudah cukup menjadi alasan kuat untuk menjauhi dosa dan lari darinya sejauh-jauhnya.
Sebaliknya, ketaatan akan menerangi hati, membersihkannya, menguatkannya, dan meneguhkannya—hingga hati itu menjadi seperti cermin bening yang dipenuhi cahaya. Bila setan mendekat, ia terbakar oleh cahaya tersebut, layaknya pencuri langit yang terbakar oleh bintang yang menyala.
Setan sangat gentar pada hati yang bersih dan bercahaya.
Ikhwatii fiddin rahimani wa rahimakumullah…
Apakah hati seperti ini sama dengan hati yang gelap gulita, penuh syahwat, yang menjadi rumah dan tempat tinggal setan? Setiap pagi setan menyapanya: “Wahai engkau yang tidak akan beruntung—baik di dunia maupun di akhirat!”
قَرِينُكَ فِي الدُّنْيَا وَفِي الْحَشْرِ بَعْدَهَا
فَأَنْتَ قَرِينٌ لِي بِكُلِّ مَكَانِ
فَإِنْ كُنْتَ فِي دَارِ الشَّقَاءِ فَإِنَّنِي
وَأَنْتَ جَمِيعًا فِي شَقًى وَهَوَانِ
“Setan menjadi temanmu di dunia dan di akhirat. Ia berkata: Kita berteman bersama di mana pun kita berada.
Jika kau berada di tempat sengsara, maka aku pun bersamamu, dalam penderitaan dan kehinaan.”
Allah Ta‘ala berfirman:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barang siapa berpaling dari peringatan (Al-Qur’an) dari Tuhan Yang Maha Pengasih, maka Kami akan jadikan setan sebagai pendampingnya.”
وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
“Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan (yang benar), sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.”
حَتَّى إِذَا جَاءَنَا قَالَ يَا لَيْتَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِينُ
Sehingga apabila orang–orang yang berpaling itu datang kepada Kami (pada hari Kiamat) dia berkata, “Aduhai! Sekiranya (jarak) antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat! Memang (setan itu) teman yang paling jahat (bagi manusia).”
وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ
“Pada hari itu, kebersamaan kalian dalam adzab sama sekali tidak berguna, karena kalian telah berbuat zhalim.” (QS. Az-Zukhruf: 36-39)
Saudara-sauadarku yang Allah muliakan…
Seseorang yang berpaling dari Al-Quran, enggan memahaminya, enggan merenungkannya, dan tidak mau mengetahui maksud Allah darinya—maka sebagai hukuman, Allah menjadikan setan sebagai teman dekatnya yang tak akan pernah berpisah dengannya, di dunia maupun akhirat.
Setan akan menjadi pemimpinnya yang jahat dan sahabatnya yang buruk.
Allah mengabarkan bahwa setan akan menyesatkan teman manusianya dari jalan Allah, sampai orang itu merasa dirinya berada di atas petunjuk. Hingga kelak, di hari kiamat, manusia itu berkata kepada setannya: “Andai antara aku dan engkau sejauh timur dan barat! Engkau adalah teman terburuk yang menyesatkanku dari petunjuk, menghalangiku dari kebenaran, hingga aku binasa.“
Biasanya, orang yang tertimpa musibah merasa sedikit terhibur jika ada orang lain yang mengalami hal yang sama—karena ada rasa senasib, ada teman untuk berbagi penderitaan. Namun Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan bahwa di neraka, hal itu tidak berlaku. Tidak ada hiburan, tidak ada rasa ringan karena sama-sama disiksa.
Bahkan Allah menutup kemungkinan sekecil apa pun bagi mereka untuk merasakan kelegaan dari kenyataan bahwa mereka bersama. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَنْ يَنْفَعَكُمُ الْيَوْمَ إِذْ ظَلَمْتُمْ أَنَّكُمْ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُونَ
“Pada hari itu, kebersamaan kalian dalam adzab sama sekali tidak berguna, karena kalian telah berbuat zhalim.” (QS. Az-Zukhruf: 36)
Tidak ada rasa nyaman, tidak ada hiburan, bahkan sekadar pengurangan rasa pedih pun tidak. Yang ada hanyalah azab yang ditanggung bersama, namun tetap dirasakan oleh masing-masing dengan seluruh kepedihannya.
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.
اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.
اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..
(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 220-224)