Khutbah Jum’at: Dampak Buruk Maksiat: Kehilangan Keistimewaan Iman dan Dilupakan Allah

Khutbah Pertama

الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْـخَلْقَ لِيَعْبُدُوهُ، وَأَفَاضَ عَلَيْهِمْ مِنْ نُورِهِ لِيَعْرِفُوهُ، وَزَيَّنَ قُلُوبَ الْمُحْسِنِينَ بِطَاعَتِهِ، فَصَفَتْ سَرَائِرُهُمْ لِمُرَاقَبَتِهِ، وَعَظُمَتْ هِمَمُهُمْ فِي مَحَبَّتِهِ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، يُحِبُّ الْإِحْسَانَ وَالْمُحْسِنِينَ، وَيَدْفَعُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ، وَيَهْدِي الْقُلُوبَ إِذَا أَخْلَصَتْ لَهُ الدِّينَ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، إِمَامُ الْمُتَّقِينَ، وَسَيِّدُ الْمُرْسَلِينَ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْغُرِّ الْمَيَامِينِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena Allah mencintai orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dalam firman-Nya:

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَّقِينَ

“Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 4)

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Di antara hukuman dari dosa adalah: dapat mengeluarkan seorang hamba dari lingkaran ihsan dan menghalanginya dari pahala orang-orang yang berbuat ihsan.

Ihsan berarti: seorang hamba beribadah kepada Allah seolah-olah ia melihat-Nya. Bila ia tak mampu menghadirkan perasaan ini, maka cukuplah ia yakin bahwa Allah senantiasa melihatnya. Inilah derajat tertinggi dalam tangga agama. Di bawah Ihsan ada Iman, dan di bawah Iman ada Islam.

Jika sifat ihsan telah benar-benar menetap dalam hati seseorang, maka ia akan menjaganya dari perbuatan maksiat. Sebab orang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, tidak akan sampai pada derajat itu kecuali jika hati dipenuhi oleh dzikir, cinta, takut, dan harap kepada Allah. Perasaan seolah-olah melihat Allah inilah yang akan menjadi penghalang kuat dari niat untuk bermaksiat, apalagi sampai benar-benar melakukannya.

Jika seseorang keluar dari derajat ihsan, ia kehilangan kebersamaan dengan para kekasih Allah, kehilangan ketenangan dan kenikmatan hidup mereka.

Ikhwatal Iman…

Jika Allah masih menghendaki kebaikan baginya, maka dia tetap berada dalam lingkaran umum kaum mukminin. Tetapi bila dia terjerumus ke dalam dosa-dosa tertentu, itu bisa mengeluarkannya dari lingkaran kesempurnaan iman, seperti sabda Nabi ﷺ:

لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ، يَرْفَعُ إِلَيْهِ فِيهَا النَّاسُ أَبْصَارَهُمْ، حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ. فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاكُمْ، وَالتَّوْبَةُ مَعْرُوضَةٌ بَعْدُ

“Seorang pezina tidak berzina saat ia sedang beriman (dengan iman yang sempurna). Seorang peminum khamr tidak meminumnya dalam keadaan beriman (dengan iman yang sempurna). Seorang pencuri tidak mencuri saat ia sedang beriman (dengan iman yang sempurna). Dan seseorang yang merampas harta orang lain yang dihormati di hadapan umum, tidak merampasnya dalam keadaan beriman (dengan iman yang sempurna). Maka berhati-hatilah! Dan pintu taubat masih terbuka setelah itu.” (HR. Bukhari, no. 2475 dan Muslim, no. 57)

Sehingga, jika ada seseorang yang berzina, minum khamr, mencuri, atau merampas harta orang lain, maka ia keluar dari derajat keimanan yang sempurna.

Jika ia keluar dari derajat keimanan, ia akan kehilangan pahala yang besar. Karena Allah berfirman:

وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“Dan Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.”
(QS. An-Nisa’: 146)

Ia juga akan kehilangan kebersamaan dengan orang-orang beriman, serta perlindungan khusus Allah bagi mereka, karena Allah berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يُدَٰفِعُ عَنِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْۗ

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hajj: 38)

Ia juga akan kehilangan semua kebaikan yang Allah kaitkan dalam Al-Qur’an dengan iman — dan itu mencapai sekitar seratus bentuk keutamaan, yang masing-masing lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Ia telah menyia-nyiakan pahala yang begitu besar, ia kehilangan kesempatan untuk didoakan ampunan oleh para malaikat pemikul ’Arsy, ia melewatkan perlindungan Allah, yang hanya diberikan kepada hamba-hamba beriman agar keluar dari gelapnya maksiat menuju cahaya hidayah, ia kehilangan peluang meraih derajat yang tinggi, ampunan yang luas, dan rezeki yang mulia. Bahkan, ia menjauhkan diri dari Al-Qur’an yang seharusnya menjadi penawar luka dan penenang jiwa. Betapa banyak kebaikan yang terlewat—semua itu karena satu maksiat besar yang bisa mencabut kesempurnaan imannya.

Intinya, Saudaraku…
Iman adalah sebab utama segala kebaikan, dan semua kebaikan di dunia dan akhirat bersumber dari iman. Sebaliknya, semua keburukan di dunia dan akhirat, berasal dari hilangnya iman.

Maka bagaimana mungkin seseorang meremehkan dosa yang bisa mengeluarkannya dari iman, dan menjadi penghalang antara dirinya dan keimanan?

Meskipun ia tidak keluar dari Islam secara keseluruhan, jika ia terus-menerus dalam dosa dan tidak bertobat, dikhawatirkan hatinya tertutup dan terkunci, hingga ia benar-benar terlepas dari Islam. Oleh karena itu, para salaf sangat takut terhadap dosa. Sebagian mereka mengatakan:

أَنْتُمْ تَخَافُونَ الذُّنُوبَ، وَأَنَا أَخَافُ الْكُفْرَ.

“Kalian takut dosa, sedangkan aku takut kekufuran!” (Lihat: Qutul Qulub 1/177)

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْعَفُورُ الرَّحِيمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ مَنْ أَطَاعَهُ فَازَ وَاهْتَدَى، وَمَنْ عَصَاهُ ضَلَّ وَشَقِيَ وَاعْتَدَى، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمٍ لَا تُعَدُّ وَلَا تُحْصَى، وَنَسْتَعِينُهُ عَلَى نُفُوسٍ تَهْوَى وَتَنْسَى. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ الْخَلْقِ وَمُقَسِّمُ الْأَرْزَاقِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَرْسَلَهُ اللَّهُ بِالْحَقِّ وَالْهُدَى، فَفَتَحَ اللَّهُ بِهِ أَعْيُنًا عُمْيًا، وَآذَانًا صُمًّا، وَقُلُوبًا غُلْفًا، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَن تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اللِّقَاءِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa di antara dampak paling mengerikan dari dosa adalah bahwa dosa menyebabkan Allah “melupakan” hamba-Nya, meninggalkannya, dan membiarkannya sendirian bersama dirinya dan bisikan setan. Inilah kehancuran yang tak ada harapan keselamatan darinya. Allah berfirman:

‎يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨) وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمۡ أَنفُسَهُمۡۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah pun menjadikan mereka lupa akan diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18–19)

Allah memerintahkan untuk bertakwa dan melarang meniru mereka yang melupakan-Nya. Dan balasan bagi orang yang melupakan Allah adalah dilupakan pula oleh Allah, ia menjadi lupa pada keselamatan jiwanya, kebutuhan hidupnya yang hakiki, dan kebahagiaan abadinya. Semua itu terhapus dari pikirannya sebagai hukuman karena dia telah melupakan Allah, tidak takut pada-Nya, dan meninggalkan perintah-Nya.

Akhirnya, kita melihat orang yang bermaksiat hidup tanpa arah, menyia-nyiakan dirinya, mengabaikan nasib akhiratnya, dan menukar kebahagiaan abadi dengan kenikmatan semu yang tidak lebih dari bayangan mimpi atau awan musim panas yang cepat berlalu.

Sidang Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Hukuman terbesar dari dosa adalah ketika seseorang melupakan dirinya sendiri, tidak peduli dengan keselamatan akhiratnya, dan menjual bagian akhiratnya dengan harga yang sangat murah, hingga kehilangan Dzat yang tak tergantikan demi sesuatu yang sebenarnya tak bisa menggantikan-Nya.

مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِذَا ضَيَّعْتَهُ عِوَضٌ … وَمَا مِنَ اللَّهِ إِنْ ضَيَّعْتَهُ عِوَضُ

“Segala sesuatu, jika engkau menyia-nyiakannya masih ada gantinya. Tetapi jika engkau menyia-nyiakan (hubunganmu dengan) Allah, maka tak ada pengganti-Nya.”

Ummatal Islam…

Allah bisa menggantikan segalanya, tapi tak ada sesuatu pun yang bisa menggantikan Allah. Dia Maha Kaya dari segalanya, sementara semua yang lain bergantung pada-Nya. Dia bisa melindungi dari segalanya, tapi tak ada yang bisa melindungi dari-Nya.

Maka bagaimana mungkin seseorang berpaling dari ketaatan kepada Allah, walau sekejap mata saja? Bagaimana bisa ia melupakan-Nya dan meninggalkan perintah-Nya, hingga Allah pun membiarkannya lupa diri dan kehilangan jiwanya sendiri?

وَمَا ظَلَمَهُمُ ٱللَّهُ وَلَٰكِنۡ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ

“Sungguh, ia tidak sedang menzhalimi Allah, tapi yang sedang ia zhalimi adalah dirinya sendiri.” (QS. Ali Imran: 117)

فَاللهُ المُستَعَان، وَهُوَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيل.

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الْإِسْلَامِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًاً مُطْمَئِنًا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِينَ أَيْنَمَا كُنَّا، وَأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 172-177)