Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah adalah salah satu dari bulan-bulan mulia (bulan haram) yang Allah istimewakan dengan berbagai keutamaan. Di dalamnya terdapat ibadah agung seperti haji dan kurban, dua syiar utama dalam Islam. Terlebih lagi, sepuluh hari pertama Dzulhijjah merupakan hari-hari terbaik sepanjang tahun, yang di dalamnya pahala amal dilipatgandakan dan kecintaan Allah semakin dekat bagi hamba-hamba-Nya yang taat.

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَفْضَلُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ أَيَّامِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih utama di sisi Allah dibandingkan sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” (HR. Ibnu Hibban, no. 3853 dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib, no. 1150)

Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ -يَعْنِي: أَيَّامَ الْعَشْرِ- قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجٌلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih Allah sukai dibandingkan amal yang dilakukan pada hari-hari ini (sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bahkan jihad di jalan Allah pun tidak lebih utama?” Beliau menjawab, “Bahkan jihad pun tidak lebih utama, kecuali jika ada seseorang yang pergi berjihad membawa diri dan hartanya, lalu ia tidak kembali lagi dengan apa pun (dia mati syahid dan hartanya habis di jalan Allah).” (HR. Bukhari, no. 969)

Hadits ini menunjukkan bahwa beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih dicintai oleh Allah dibanding beramal di hari-hari lain dalam setahun, tanpa ada pengecualian sedikit pun. Dan jika suatu amalan lebih dicintai Allah, berarti itu adalah amalan yang paling utama di sisi-Nya.

Oleh karena itu, amalan sederhana jika dikerjakan pada waktu tersebut, akan lebih utama daripada amalan luar biasa yang lebih besar nilainya jika dikerjakan di luar sepuluh hari itu. Itulah sebabnya para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bahkan jihad di jalan Allah pun tidak lebih utama?” Beliau menjawab, “Bahkan jihad pun tidak.”

Kemudian Rasulullah mengecualikan satu jenis jihad yang paling utama, yaitu: seseorang yang keluar berjihad membawa diri dan hartanya, lalu tidak kembali dengan apa pun, artinya dia mati syahid dan hartanya habis di jalan Allah. Jihad seperti inilah yang lebih utama daripada amal di sepuluh hari Dzulhijjah.

Dalam kesempatan lain, Nabi ﷺ pernah ditanya, “Jihad yang paling utama itu yang seperti apa?” Beliau menjawab:

مَن عُقِرَ جوادُهُ وأُهْريقَ دمُهُ

“Yaitu orang yang kudanya terluka dan darahnya tumpah (meninggal).” (HR. Ahmad, no. 14233)

Orang seperti inilah yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah.

Pernah juga Nabi ﷺ mendengar seseorang berdoa:

اللَّهُمَّ! أَعْطِنِي أَفْضَلَ مَا تُعْطِي عِبَادَكَ الصَّالِحِينَ

“Ya Allah, berikan aku amalan terbaik yang Engkau berikan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.”

Lalu Nabi ﷺ bersabda kepadanya:

إِذَنْ يُعْقَرَ جَوَادُكَ وتُسْتَشْهَدَ

“Kalau begitu, kudamu akan terluka dan kamu akan mati syahid.” (HR. Ibnu Hibban, no. 4640)

Adapun jenis jihad lainnya, maka beramal di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah itu lebih utama dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla dibandingkan jihad tersebut.

Berapa besar kelipatan pahala ibadah pada hari-hari tersebut?

Satu hal yang dapat dipastikan adalah: bahwa amalan pada hari-hari itu lebih dicintai Allah, pahalanya mengalahkan seorang mujahid yang belum syahid. Adapun mengenai besarnya pahala amal ibadah pada hari-hari tersebut, terdapat berbagai riwayat yang menyebutkan kelipatan pahala yang luar biasa. Ada yang mengatakan bahwa amal di hari-hari itu dilipatgandakan hingga 700 kali lipat. Ada pula yang menyebutkan bahwa setiap amal yang dikerjakan setara dengan amal setahun penuh. Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa puasa sehari di hari-hari tersebut sebanding dengan puasa sebulan, dua bulan, atau bahkan setahun.

Yang lebih mencengangkan lagi, sebagian riwayat menyebutkan bahwa satu hari di sepuluh hari itu setara dengan 1000 hari beribadah, dan khusus hari Arafah, pahalanya setara dengan 10.000 hari beramal!

Semua riwayat ini isinya mendorong untuk semangat beramal (fadhail a’mal), ada yang berasal dari Nabi (marfu’), ada yang berasal dari sahabat (mauquf), dan ada pula yang berasal dari tabi’in (maqthu’). Namun, perlu dicatat bahwa riwayat-riwayat tersebut dinilai lemah oleh para ulama ahli hadits. Sehingga, tetap harus disikapi dengan bijak. (Lihat: Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 581-583, 589)

Apakah disyariatkan berpuasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah?

Keumuman hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menunjukkan bahwa seluruh amalan sangat dianjurkan untuk diperbanyak pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, tak terkecuali puasa. Dan ada beberapa riwayat –meskipun lemah – yang secara khusus menunjukkan syariat berpuasa di hari-hari tersebut:
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجِّةِ؛ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا سَنَةً، وَكُلُّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih Allah cintai untuk beribadah kepada-Nya selain sepuluh hari Dzulhijjah. Puasa pada setiap harinya sebanding dengan (pahala) puasa satu tahun, dan shalat malam di setiap malamnya sebanding dengan (pahala) shalat di malam Lailatul Qadar.” (HR. Tirmidzi, no. 758, Ibnu Majah, no. 1728 dengan sanad yang dinilai lemah oleh Al-Albani dan lainnya)

Hadits di atas selain menunjukkan keutamaan berpuasa di 10 hari awal bulan Dzulhijjah, juga menunjukkan akan keutamaan menghidupkan malamnya dengan qiyamullail.

2. Diriwayatkan dari Ibunda Hafshah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ : صِيَامُ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرُ ، وَثَلَاثَةُ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَالرَّكْعَتَانِ قَبْلَ الْغَدَاةِ

“Empat amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ, yaitu: puasa ‘Asyura, puasa sepuluh hari (Dzulhijjah), puasa tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum shalat Subuh.” (HR. Nasa’i, no. 2416 dengan sanad yang dinilai lemah oleh Al-Albani dalam Irwal’ Al-Ghalil, no. 954)

3. Dan terkhusus hari Arafah 9 Dzulhijjah, Rasulullah ‎ﷺ bersabda dalam hadits yang shahih:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ

“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar ia dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim, no. 819)

Adapun tanggal 10 Dzulhijjah, maka dilarang berpuasa, karena itu adalah hari raya. Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَالنَّحْرِ

“Nabi ﷺ melarang berpuasa pada hari Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Bukhari, no. 1991 dan Muslim, no. 827)

Memperbanyak Dzikir

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan dalam Majmu’ Fatawa (10/660): bahwa secara umum para ulama bersepakat mengenai amalan terbaik setelah yang wajib adalah senantiasa berdzikir. Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi ﷺ:

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مِلِيكِكُمْ، وَأَرْفَعِهَا لِدَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ، وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا رِقَابَهُمْ وَيَضْرِبُونَ رِقَابَكُمْ؟ ذِكْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Maukah kalian aku beritahu tentang amalan terbaik kalian, yang paling suci di sisi Tuhan kalian, yang paling tinggi derajatnya, lebih baik daripada memberi emas dan perak, dan lebih utama daripada menghadapi musuh lalu kalian menebas leher mereka dan mereka menebas leher kalian?” (HR. Tirmidzi, no. 3377 dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

Terlebih lagi ada riwayat khusus yang memerintahkan kita untuk memperbanyak dzikir pada 10 hari awal Dzulhijjah. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah, dan tidak ada amal yang lebih dicintai oleh-Nya dibandingkan amal yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah). Maka perbanyaklah di dalamnya membaca tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad, no. 5446)

Sebagian besar rangkaian ibadah haji dilaksanakan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah, mulai dari ihram bagi yang berhaji tamattu’, mabit di Mina, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah Aqabah, menyembelih hewan hadyu, tahallul, hingga thawaf ifadhah dan sa’i, dan semua itu tujuannya untuk menegakkan syariat berdzikir.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ؛ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ – تَعَالَى

“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, (sa’i) antara Shafa dan Marwah, disyariatkan untuk menegakkan dzikir kepada Allah Ta’ala.”
(HR. Abu Dawud, no. 1888, Tirmidzi, no. 902, dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah 4/475)

Bagi yang tidak menunaikan haji, mereka tetap disyariatkan untuk menyembelih hewan qurban pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.

Beragam bentuk ibadah yang terkumpul dalam waktu singkat ini tidak ditemukan pada hari-hari lain dalam setahun ini menunjukkan betapa agung dan istimewanya sepuluh hari Dzulhijjah.

Allah Ta’ala berfirman:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا ٱسْمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۖ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan (10 hari pertama Dzulhijjah) atas rezeki yang telah diberikan-Nya kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata:
“Memperbanyak dzikir kepada Allah di sepuluh hari Dzulhijjah itu merupakan bentuk syukur atas nikmat-nikmat yang Allah khususkan melalui hewan ternak, yang sebagian nikmat itu berkaitan dengan urusan agama para jamaah haji, dan sebagian lainnya berkaitan dengan urusan dunia mereka.” (Lihat: Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 599)

Dzikir yang dianjurkan bisa berupa dzikir yang terikat dengan waktu atau aktivitas tertentu, seperti dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dzikir ketika masuk dan keluar rumah atau masjid, serta dzikir saat naik kendaraan dan aktivitas lainnya.

Bagi jamaah haji, ragam dzikir semakin banyak, mulai dari doa safar, bacaan talbiyah, takbir di setiap putaran thawaf, doa sapu jagad di antara rukun Yamani dan Hajar Aswad, dan berbagai dzikir lain yang disyariatkan dalam pelaksanaan manasik haji.

Selain itu, dzikir yang tidak terikat waktu atau tempat tertentu juga sangat dianjurkan untuk dibaca, seperti tasbih, tahmid, tahlil, dan terkhusus takbir, serta dzikir-dzikir lainnya.

Betapa mulianya sepuluh hari ini, sampai-sampai Allah bersumpah dalam Al-Qur’an:

وَٱلۡفَجۡرِ (١) وَلَيَالٍ عَشۡرٖ

“Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1–2)

Sebagian besar ulama tafsir menjelaskan bahwa “malam yang sepuluh” dalam ayat ini adalah sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah. (Lihat: Tafsir Ibni Katsir 8/390)

Mana yang lebih utama, 10 hari awal Dzulhijjah atau 10 hari akhir Ramadhan?

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata:
“Secara keseluruhan, sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada sepuluh hari terakhir Ramadhan, meskipun pada sepuluh terakhir Ramadhan terdapat satu malam (Lailatul Qadar) yang tidak ada malam lain yang lebih utama darinya. Wallahu a’lam.” (Lihat: Lathaif Al-Ma’arif 593)

Hari Arafah (9 Dzulhijjah)

Hari Arafah adalah hari yang paling utama dalam setahun. Di hari mulia ini, Allah menebarkan rahmat dan kasih sayang-Nya, serta membebaskan banyak hamba-Nya dari api neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرََ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟

“Tidak ada satu hari pun yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari api neraka melebihi Hari Arafah. Sungguh, Allah mendekat (kepada hamba-hamba-Nya), lalu membanggakan mereka di hadapan para malaikat seraya berfirman: ‘Apa yang diinginkan oleh mereka ini?’” (HR. Muslim, no. 1348)

Dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَفْضَلَ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ يَنْزِلُ اللَّهُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيُبَاهِي بِأَهْلِ الْأَرْضِ أَهْلَ السَّمَاءِ فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي شُعْثًا غُبْرًا ضَاحِينَ جَاؤُوا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ يَرْجُونَ رَحْمَتِي وَلَمْ يَرَوْا عَذَابِي فَلَمْ يُرَ يَوْمٌ أَكْثَرُ عِتْقًا
مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

“Tidak ada satu hari pun yang lebih utama di sisi Allah dibanding Hari Arafah. Pada hari itu, Allah turun ke langit dunia, lalu membanggakan penduduk bumi di hadapan penduduk langit. Allah berfirman: ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka datang dengan rambut kusut dan berdebu, dari segala penjuru yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku, padahal mereka belum pernah melihat azab-Ku.’ Maka, tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan manusia dari api neraka selain Hari Arafah.” (HR. Ibnu Hibban, no. 3853, Ibnu Khuzaimah, no. 2840)

Dzikir yang paling utama untuk dibaca pada hari itu adalah:

‎لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (HR. Tirmidzi, no. 3585, Ahmad, no. 6960)

Nabi ﷺ menyebut bacaan itu sebagai doa terbaik, dan bacaan paling utama yang pernah diucapkan oleh beliau maupun para nabi sebelum beliau.

Dalam riwayat lain, Nabi ﷺ menyampaikan bahwa siapa saja yang membaca dzikir itu sebanyak 10 kali, pahalanya seperti membebaskan seorang budak dari keturunan Nabi Isma’il ‘alaihissalam. (HR. Bukhari, no. 6404 dan Muslim, no. 2693)

Pada hari Arafah, disyariatkan pula berpuasa bagi yang tidak sedang berhaji. Keutamaannya luar biasa: menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

‎صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ

“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar ia dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim, no. 819)

Takbir Muqayyad

Dalam rangkaian ibadah Dzulhijjah, terdapat syariat untuk membaca takbir setelah shalat fardhu, yang dikenal dengan takbir muqayyad. Waktu pelaksanaannya dimulai sejak shalat Subuh pada hari Arafah hingga shalat Ashar di hari terakhir tasyrik, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. (Lihat: Tabyin Al-Haqaiq 1/227, Kasyaf Al-Qina’ 2/58, Al-Bayan 2/655)

Dalilnya perbuatan sebagian sahabat seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, dan lainnya. (Lihat: Mustadrak Al-Hakim 1/440, Sunan Al-Baihaqi 3/314, Mushannaf Ibni Abi Syaibah 2/165 dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil 3/125)

Lafazh takbirnya bisa dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud:

اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah 2/165)

Penutup

Setelah mengetahui keutamaan bulan Dzulhijjah dan berbagai amalan yang bisa mendatangkan pahala besar, marilah kita memohon kepada Allah Ta’ala agar dimudahkan untuk mengamalkan ilmu yang telah kita ketahui, serta dijauhkan dari segala keburukan. Jangan biarkan kebaikan ini berhenti pada diri sendiri, jadilah perantara kebaikan bagi orang lain dengan membagikan tulisan ini kepada keluarga dan orang-orang di sekitar kita. Semoga Allah mencatatnya sebagai pahala jariah yang terus mengalir. Aamiin.