Fikih Ringkas Qurban dalam Format Tanya Jawab

1. Apa itu qurban?

Qurban adalah hewan ternak (seperti unta, sapi, atau kambing) yang disembelih pada hari raya Idul Adha atau hari-hari tasyrik sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Apa dalil pensyariatan qurban?

Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi setiap umat, Kami jadikan manasik (ibadah penyembelihan) agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang diberikan kepada mereka berupa hewan ternak. Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka berserah dirilah kepada-Nya dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk.” (QS. Al-Hajj: 34)

Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

ضَحَّى النَّبِيُّ ﷺ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

“Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba jantan berwarna putih kehitaman. Beliau menyembelihnya sendiri, menyebut nama Allah, bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi leher hewan tersebut.” (HR. Bukhari, no. 5565 dan Muslim, no. 1966)

Para ulama juga telah berisepakat tentang disyariatkannya qurban.

3. Apa hukum qurban?

Mayoritas ulama—termasuk mazhab Syafi’i, Maliki, dan pendapat yang masyhur dalam mazhab Hanbali—berpendapat bahwa qurban hukumnya sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan bagi orang yang mampu.
Artinya, tidak berdosa jika tidak melakukannya, tapi sangat dianjurkan untuk melaksanakannya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah ‎ﷺ bersabda:

‎ثَلاثٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرائضُ وَلَكُم تَطَوُّعٌ: النَّحرُ، والوِترُ، ورَكعَتَا الفَجرِ
“Ada tiga perkara yang menjadi kewajiban bagiku, namun bagi kalian hukumnya sunnah: menyembelih qurban, shalat witir, dan dua rakaat shalat fajar (shalat sunnah sebelum Subuh).” (HR. Ahmad no. 2050 dan Hakim no. 1134)

Beliau juga bersabda:

‎إذا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الحِجَّةِ، وأَرادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ.

“Jika kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah, dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban, maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim no. 1977)

Hadits ini menunjukkan bahwa qurban diserahkan pada keinginan orang yang ingin berkurban. Jika ia ingin, maka ia melakukannya. Hal ini menjadi tanda bahwa qurban bukan kewajiban, karena kewajiban itu bersifat mutlak dan tidak tergantung pada kehendak.

4. Mana yang lebih utama: berkurban atau bersedekah dengan nilai uang qurban?

Berkurban lebih utama daripada sekadar bersedekah dengan nilai yang sama.
Mengapa?
• Karena penyembelihan qurban adalah syiar Islam yang harus ditampakkan, sedangkan sedekah tidak menggantikannya. Jika semua orang memilih sedekah, syiar qurban bisa hilang.
• Selain itu, Nabi ‎ﷺ selalu berkurban setiap Idul Adha, dan tidak pernah menggantinya dengan sedekah, padahal beliau adalah orang yang paling dermawan.

5. Apa hukum qurban untuk orang yang telah meninggal?

Ada 3 keadaan:
A. Qurban untuk diri sendiri dan keluarga (termasuk yang telah wafat):
Hukumnya sunnah, sesuai amalan Nabi ﷺ yang berkurban untuk dirinya dan keluarganya, mencakup yang masih hidup atau sudah wafat.
B. Qurban karena wasiat dari orang yang telah meninggal:
Wajib dilaksanakan jika ada wasiat (jika dana tersedia).
C. Qurban khusus untuk orang yang sudah meninggal tanpa wasiat:
Boleh, dan pahalanya diharapkan sampai, namun bukan sunnah yang dicontohkan Nabi secara khusus.

6. Apa syarat-syarat hewan qurban?

Agar sah, hewan qurban harus memenui beberapa syarat:
A. Harus dari hewan ternak, yaitu unta, sapi (termasuk kerbau), atau kambing (termasuk domba).
B. Harus mencapai usia yang ditentukan syariat:
• Domba: minimal 6 bulan.
• Kambing: minimal 1 tahun.
• Sapi: minimal 2 tahun
• Unta: minimal 5 tahun

Rasulullah ﷺ bersabda:

لا تَذْبَحُوا إلَّا مُسِنَّةً، إلَّا أنْ يَعْسُرَ علَيْكُم، فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ.

“Janganlah kalian menyembelih kecuali hewan yang sudah musinnah (Unta 5 tahun, sapi 2 tahun, dan kambing 1 tahun), kecuali jika sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah (usia 6 bulan) dari domba.” (HR. Muslim, no. 1963)

C. Bebas dari cacat yang menghalangi keabsahan, yaitu:
• Buta sebelah yang jelas (matanya menonjol, putih, atau hilang).
• Sakit yang jelas parahnya (kudis parah, atau luka dalam parah yang sangat memengaruhi kesehatan).
• Pincang yang jelas (tidak bisa berjalan normal).
• Kurus kering hingga hilang sumsum tulangnya.
Nabi ﷺ bersabda:

أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعُهَا، وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي

“Ada empat jenis hewan yang tidak sah untuk dijadikan hewan qurban: yang buta sebelah matanya dengan jelas, yang sakit dengan jelas sakitnya, yang pincang dengan jelas kepincangannya, dan yang sangat kurus hingga tidak memiliki sumsum.” (HR. Abu Dawud, no. 2802, Nasa’i, no. 4369, Ibnu Majah, no. 3144)
Selain itu, cacat lain yang setara atau lebih parah juga tidak diperbolehkan, seperti: buta total, terluka sangat parah, patah tangan/kaki, atau lemah hingga tidak bisa berjalan.

D. Kepemilikan: Hewan harus milik orang yang berkurban atau diizinkan oleh pemiliknya. Hewan curian atau rampasan tidak sah untuk qurban.
E. Bebas dari hak pihak lain: Hewan yang digadaikan tidak sah untuk qurban.
F. Waktu penyembelihan: Dilakukan pada waktu yang ditentukan, yaitu setelah shalat Idul Adha hingga matahari terbenam pada hari ke-13 Dzulhijjah (hari tasyrik terakhir). Penyembelihan di luar waktu ini tidak sah sebagai qurban.

7. Hewan qurban mana yang paling utama dari segi jenis?

Unta, lalu sapi jika keduanya dikurbankan utuh (tanpa patungan), kemudian domba, lalu kambing. Setelah itu sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.

8. Hewan qurban mana yang paling utama dari segi kriteria?

Hewan yang paling utama adalah yang paling gemuk dan banyak dagingnya, paling sempurna bentuknya, paling indah penampilannya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُضَحِّي بكَبْشينِ أمْلَحَيْنِ أقْرَنَيْنِ

“Nabi ﷺ berkurban dengan dua ekor domba jantan bertanduk, berwarna putih kehitaman.” (HR. Bukhari, no. 5564)

Dalam riwayat lain, Abu Rafi’ berkata:

كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ضَحَّى دَعَا بِكَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ، سَمِينَيْنِ، أَمْلَحَيْنِ، مَوْجُوءَيْنِ، أَقْرَنَيْنِ

“Rasulullah ﷺ apabila berqurban, beliau membawa dua ekor domba jantan yang besar, gemuk, berwarna putih kehitaman, yang sudah dikebiri, dan bertanduk.” (HR. Ahmad, no. 25843)

Catatan:
Meng-kebiri hewan qurban diperbolehkan jika ada manfaat, seperti agar hewan lebih gemuk maksimal.

9. Satu ekor hewan qurban bisa untuk berapa orang?

• Satu ekor unta atau sapi bisa digunakan untuk tujuh orang yang berqurban bersama.
• Satu ekor kambing atau domba hanya sah untuk satu orang saja.
Namun, orang yang berqurban (shohibul qurban) boleh meniatkan pahala qurbannya juga untuk keluarganya, atau untuk kaum Muslimin yang ia kehendaki.

10. Bagaimana jika satu orang belum mampu berkurban, tapi keluarganya bisa jika patungan?
Jika beberapa anggota keluarga patungan membeli satu kambing atau sepertujuh unta/sapi untuk diberikan atas nama satu orang yang berkurban (misalnya orang tua mereka), maka hukumnya boleh. Karena qurbannya tetap untuk satu orang, seperti halnya jika mereka memberi uang kepada orang tuanya, lalu digunakan untuk berkurban sendiri.

11. Bagaimana sebaiknya membagi daging qurban?

Para ulama berbeda pendapat, namun pembagian yang paling sering dianjurkan adalah: sepertiga untuk dimakan sendiri, sepertiga untuk dihadiahkan kepada kerabat dan teman, sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin.
Namun, pembagian ini tidak wajib. Boleh saja menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di lapangan. Intinya, ada bagian yang dimakan sendiri, dan ada bagian yang dibagikan kepada orang lain.

12. Bolehkah menjual bagian dari hewan qurban?

Tidak boleh. Semua bagian dari hewan qurban—baik daging, kulit, maupun bagian lainnya—tidak boleh dijual. Termasuk memberi upah penyembelih dari bagian qurban juga dilarang.
Namun, jika seseorang menerima daging qurban sebagai hadiah atau sedekah, dia boleh menjualnya, asal tidak kepada orang yang memberinya.

13. Apa yang harus dihindari oleh orang yang ingin berkurban?

Jika seseorang sudah berniat berkurban dan telah masuk bulan Dzulhijjah—baik dengan terlihatnya hilal atau setelah genap 30 hari bulan Dzulqa’dah—maka ia tidak boleh memotong rambut, kuku, atau kulitnya, sampai hewan qurbannya disembelih.

Rasulullah ﷺ bersabda:

‏إِذَا دَخَلَتْ العَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا

“Jika telah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah ia menyentuh sedikit pun dari rambut dan kulitnya.” (HR. Muslim no. 1977)

Catatan:
Larangan ini hanya berlaku bagi orang yang berkurban, bukan untuk keluarganya.

14. Apa yang terjadi jika seseorang melanggar larangan memotong rambut atau kuku saat ingin berkurban?

Jika seseorang yang berniat berkurban tetap memotong rambut, kuku, atau kulitnya setelah masuk bulan Dzulhijjah, maka ia tidak dikenakan kaffarah (denda), qurbannya tetap sah, tapi harus bertaubat dan berusaha tidak mengulanginya lagi.

Jika hal itu dilakukan karena lupa, tidak tahu hukumnya, atau terjadi tanpa sengaja (seperti rambut rontok sendiri), maka tidak berdosa.
Dan jika ada keperluan mendesak—misalnya kuku patah dan sakit, rambut mengganggu mata, atau harus dipotong untuk pengobatan—maka boleh dipotong.

15. Mengingat syarat penyembelihan harus dibacakan basmalah terlebih dahulu, haruskah kita bertanya tentang cara penyembelihan hewan sebelum memakannya?

Tidak perlu. Jika hewan itu disembelih oleh seorang Muslim atau Ahlul Kitab (Yahudi atau Nasrani), maka kita tidak wajib menanyakan apakah mereka menyebut nama Allah saat menyembelih atau tidak.

Bertanya-tanya soal itu dianggap berlebihan dalam beragama. Yang penting, selama hewan itu disembelih oleh orang yang sah menurut syariat, maka hukumnya halal, kecuali jika jelas-jelas diketahui bahwa mereka tidak menyebut nama Allah dengan sengaja.

Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang daging dari kaum yang baru masuk Islam, dan tidak diketahui apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak. Beliau menjawab:

سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوا

“Sebutlah nama Allah atas daging itu, lalu makanlah.” (HR. Bukhari, no. 2066)

Artinya, yang penting kita menyebut nama Allah saat hendak memakannya, bukan menyelidiki proses penyembelihannya secara berlebihan. Namun jika kita sendiri yang menyembelih, maka wajib membaca basmalah sebelum menyembelih, karena itu adalah syarat sahnya penyembelihan.

16. Berapa minimal bagian yang harus terpotong agar penyembelihan qurban dianggap sah?

Para ulama sepakat bahwa penyembelihan sah jika terpotong empat bagian, yaitu:
• Hulqum – saluran napas,
• Mari’ – saluran makanan,
• dan dua wadajain – dua urat leher besar tempat darah mengalir.

Jika keempatnya terpotong, maka penyembelihan itu sempurna dan sah, menurut kesepakatan para ulama. Namun, jika urat leher saja yang terpotong, maka itu sudah memenuhi syarat, karena darah sudah mengalir dan nama Allah/basmalah telah dibacakan sebelum menyembelih. Rasulullah ﷺ bersabda:

‎مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ، فَكُلْ

“Apa saja yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah atasnya, maka makanlah.”
HR. Bukhari, no. 3075 dan Muslim, no. 1968)

Wallahu a’lam.

(Disarikan dari kitab Ahkamul Udhiyati wadz-Dzakah, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)