Iman yang benar memiliki banyak manfaat dan buah, baik yang dapat dirasakan segera maupun yang akan diraih kelak. Buah-buah itu tampak pada ketenangan hati, kesehatan jiwa dan raga, rasa nyaman, kehidupan yang baik, serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Pohon iman ini menghasilkan buah-buah yang matang, lezat, dapat dinikmati terus-menerus, dan kebaikannya tidak pernah terputus. Manfaatnya sangat banyak, tidak terhitung dan tidak habis untuk dijelaskan. Singkatnya, seluruh kebaikan dunia dan akhirat, serta terhindarnya manusia dari berbagai keburukan, bersumber dari buah pohon iman ini.
Apabila pohon iman itu telah tertanam kuat, akarnya kokoh, cabangnya menyebar luas, ranting-rantingnya subur, dan buahnya matang sempurna, maka ia akan mendatangkan kebaikan yang besar—baik yang segera dirasakan maupun yang akan datang—bukan hanya bagi pemilik iman tersebut, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.
1. Di antara buah iman yang paling agung adalah merasakan kebahagiaan dan ketenteraman karena berada dalam perlindungan khusus Allah.
Inilah kedudukan paling mulia yang diperebutkan oleh orang-orang yang berlomba dalam kebaikan, dan pencapaian tertinggi yang diraih oleh orang-orang yang diberi taufik.
Allah Ta‘ala berfirman:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih; yaitu orang-orang yang beriman dan bertakwa.” (QS. Yunus: 62–63)
Setiap orang yang beriman dan bertakwa adalah wali Allah dengan wilayah (perlindungan) yang khusus. Di antara buah dari wilayah tersebut adalah apa yang Allah jelaskan dalam firman-Nya:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
“Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan menuju cahaya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
Maksudnya, Allah mengeluarkan mereka: dari kegelapan kekafiran menuju cahaya iman, dari kebodohan menuju cahaya ilmu, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dan dari kelalaian menuju kesadaran, dzikir, serta ingat kepada-Nya.
Kesimpulannya, Allah membimbing mereka keluar dari berbagai bentuk kegelapan dan keburukan, menuju cahaya kebaikan yang nyata dan terus berlanjut, baik di dunia maupun di akhirat.
Semua karunia besar ini mereka peroleh karena iman yang benar, dan karena mereka menyempurnakan iman tersebut dengan takwa. Sebab, takwa adalah penyempurna dan bukti nyata dari keimanan.
2. Di antara buah iman adalah meraih ridha Allah dan negeri kemuliaan-Nya (surga).
Allah Ta‘ala berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah jauh lebih besar. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 71–72)
Artinya, orang-orang beriman—baik laki-laki maupun perempuan—saling menolong dan menguatkan dalam kebaikan. Mereka mengajak kepada yang benar, mencegah dari yang salah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kepada merekalah Allah menjanjikan rahmat-Nya, surga yang dialiri sungai-sungai, tempat tinggal yang indah dan penuh kenikmatan, serta yang paling agung dari semuanya: ridha Allah.
Mereka meraih ridha Tuhan mereka, rahmat-Nya, dan kemenangan besar ini karena iman yang mereka miliki dan amalkan. Iman itu tidak hanya menyempurnakan diri mereka sendiri, tetapi juga memberi manfaat kepada orang lain melalui ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kesungguhan dalam amar ma’ruf dan nahi munkar.
Dengan iman seperti inilah mereka berhasil meraih sarana yang paling mulia dan tujuan yang paling tinggi. Semua itu adalah murni karunia dan keutamaan dari Allah.
3. Di antara buah iman adalah keselamatan dari api neraka.
Iman yang sempurna dapat mencegah seseorang masuk ke dalam neraka, sedangkan iman—meskipun kadarnya sedikit—menghalangi seseorang untuk kekal di dalamnya.
Seseorang yang benar-benar beriman, sehingga imannya mendorongnya untuk menunaikan kewajiban dan menjauhi hal-hal yang diharamkan, tidak akan masuk neraka. Prinsip ini ditegaskan oleh banyak hadits sahih dari Rasulullah ﷺ dan diriwayatkan secara mutawatir maknanya.
Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa:
لَا يَخْلُدُ فِي النَّارِ مَنْ فِي قَلْبِهِ شَيْءٌ مِنَ الْإِيمَانِ وَلَوْ يَسِيرًا
“Tidak akan kekal di dalam neraka seseorang yang di dalam hatinya terdapat iman, meskipun hanya sedikit.” (HR. Bukhari, no. 44 dan Muslim, no. 193)
Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh iman. Sekecil apa pun iman yang masih tersisa di dalam hati, ia tetap menjadi sebab keselamatan seorang hamba dari azab yang kekal.
4. Di antara buah iman adalah bahwa Allah membela orang-orang beriman dari segala keburukan dan menyelamatkan mereka dari berbagai kesulitan.
Allah Ta‘ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hajj: 38)
Maksudnya, Allah melindungi mereka dari setiap hal yang membahayakan. Dia membela mereka dari kejahatan setan—baik setan dari kalangan manusia maupun jin—membela mereka dari permusuhan para musuh, serta menjaga mereka dari berbagai musibah sebelum musibah itu terjadi. Jika musibah telah menimpa, Allah akan mengangkatnya atau meringankannya sesuai dengan hikmah-Nya.
Ketika Allah menyebut kisah Nabi Yunus ‘alaihissalam, yang berdoa dalam keadaan sangat terhimpit:
فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.’”
Kemudian Allah berfirman:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ
“Maka Kami pun mengabulkan doanya dan menyelamatkannya dari kesedihan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang-orang beriman.” (QS. Al-Anbiya’: 87–88)
Artinya, sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Yunus, Allah juga akan menyelamatkan orang-orang beriman ketika mereka menghadapi kesulitan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
دَعْوَةُ ذِي النُّونِ إِذْ نَادَى وَهُوَ فِي بَطْنِ الحُوتِ: ﴿لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ﴾، فَإِنَّهُ لَمْ يَدْعُ بِهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ فِي شَيْءٍ قَطُّ إِلَّا اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ
“Doa Dzun Nuun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa di dalam perut ikan paus: ‘LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN’ (Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim). Sesungguhnya tidaklah seorang muslim berdoa dengan doa tersebut dalam urusan apa pun, melainkan Allah akan mengabulkan doanya.” (HR. Tirmidzi, no. 3505)
Allah juga berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar.” (QS. Ath-Thalaq: 2)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan urusannya mudah.” (QS. Ath-Thalaq: 4)
Orang beriman yang bertakwa akan Allah mudahkan segala urusannya, diarahkan kepada jalan yang mudah, dijauhkan dari kesulitan, diringankan beban-bebannya, diberi jalan keluar dari setiap kegelisahan, serta dilapangkan dari setiap kesempitan. Bahkan, Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak pernah ia sangka.
Contoh dan bukti tentang hal ini sangat banyak, baik dari Al-Qur’an maupun dari Sunnah Nabi ﷺ.
5. Di antara buah iman adalah terwujudnya kehidupan yang baik, baik di dunia ini maupun di negeri akhirat.
Iman yang disertai dengan amal shalih—yang merupakan cabang dan bukti nyata dari iman—akan melahirkan kehidupan yang tenang dan bermakna di dunia, serta kebahagiaan abadi di akhirat.
Allah Ta‘ala berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka pasti Kami akan memberinya kehidupan yang baik. Dan sungguh Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Salah satu keistimewaan iman adalah kemampuannya menenangkan hati dan melapangkannya. Iman melahirkan rasa cukup terhadap apa yang Allah berikan, serta melepaskan hati dari ketergantungan kepada selain-Nya. Inilah hakikat kehidupan yang baik.
Sebab, inti dari kehidupan yang baik bukanlah banyaknya harta atau kelapangan dunia, melainkan ketenangan dan ketenteraman hati. Hati yang dipenuhi iman tidak mudah gelisah dan kacau, berbeda dengan hati yang kehilangan iman yang benar, yang selalu diliputi kegundahan dan kegelisahan.
6. Di antara buah iman adalah bahwa seluruh ucapan dan perbuatan seseorang hanya akan sah, bernilai, dan sempurna sesuai dengan kadar iman dan keikhlasan yang ada di dalam hatinya.
Karena itulah Allah selalu menyebut iman sebagai syarat utama diterimanya setiap amal. Allah Ta‘ala berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ
“Barang siapa mengerjakan amal-amal saleh dalam keadaan beriman, maka usahanya tidak akan diingkari dan tidak akan disia-siakan.” (QS. Al-Anbiya’: 94)
Artinya, amal tersebut tidak akan ditolak dan tidak akan hilang sia-sia, bahkan akan dilipatgandakan pahalanya sesuai dengan kuat atau lemahnya iman.
Allah juga berfirman:
وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
“Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (QS. Al-Isra’: 19)
Usaha untuk meraih akhirat adalah dengan mengerjakan segala amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, yaitu amal-amal yang disyariatkan melalui Rasulullah ﷺ. Apabila usaha tersebut dibangun di atas iman, maka ia akan menjadi usaha yang diterima, dihargai, dan diberi balasan berlipat, tanpa ada satu kebaikan pun yang terbuang walau sebesar zarrah.
Sebaliknya, amal yang tidak dibangun di atas iman—sekalipun dilakukan siang dan malam—tidak akan diterima. Allah Ta‘ala berfirman:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Kami hadapkan amal-amal yang telah mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu seperti debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Hal ini terjadi karena amal tersebut tidak didasari iman kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal ruh dari setiap amal adalah keikhlasan kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ.
Allah juga memperingatkan:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
“Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?’”
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحياةِ الدُّنْيا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“(Yaitu) orang-orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahf: 103–104)
Mereka adalah orang-orang yang amalnya sia-sia karena kehilangan iman, lalu digantikan oleh kekafiran terhadap Allah dan ayat-ayat-Nya. Karena itu Allah menegaskan:
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.” (QS. Az-Zumar: 65)
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sekiranya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An‘am: 88)
Dari sini jelas bahwa keluar dari iman (murtad) dapat menggugurkan seluruh amal saleh. Sebaliknya, masuk ke dalam Islam dan iman menghapus seluruh dosa yang lalu, betapapun besarnya. Demikian pula taubat dari dosa-dosa yang merusak iman akan menghapus dosa-dosa sebelumnya dan memperbaiki kembali keimanan seorang hamba.
7. Di antara buah iman adalah bahwa Allah akan menuntun pemilik iman ke jalan yang lurus. Dengan petunjuk ke jalan yang lurus itulah, ia dibimbing untuk mengenal kebenaran, mengamalkannya, serta mampu menyikapi nikmat dengan syukur dan menghadapi musibah dengan ridha dan sabar.
Allah Ta‘ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Tuhan mereka akan memberi petunjuk kepada mereka dengan sebab iman mereka.” (QS. Yunus: 9)
Dan Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Sebagian salaf menafsirkan ayat ini dengan mengatakan:
“Ia adalah seseorang yang tertimpa musibah, lalu ia mengetahui bahwa musibah itu datang dari Allah, maka ia pun ridha dan berserah diri.”
Seandainya tidak ada buah iman selain kemampuannya menghibur dan menenangkan hati saat tertimpa musibah, niscaya itu sudah merupakan nikmat yang sangat besar. Karena setiap manusia pasti akan diuji dengan berbagai kesulitan dan kesedihan. Dan iman yang disertai keyakinan adalah penawar paling ampuh dan peringan paling kuat bagi beban itu.
Hal ini terjadi karena kuatnya iman, kuatnya tawakal, besarnya harapan kepada pahala Allah, dan kerinduan terhadap karunia-Nya. Manisnya pahala membuat pahitnya kesabaran terasa ringan. Allah Ta‘ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
“Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu masih dapat mengharapkan (pahala) dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan.” (QS. An-Nisa’: 104)
Karena itu, kita sering melihat dua orang yang tertimpa musibah yang sama atau hampir sama; yang satu memiliki iman, sementara yang lain tidak. Maka tampaklah perbedaan yang sangat besar pada sikap, ketenangan, dan dampak musibah itu dalam batin dan lahir mereka. Semua perbedaan ini kembali kepada iman dan pengamalan konsekuensinya.
Sebagaimana iman menghibur saat datangnya musibah, ia juga menjadi penguat saat kehilangan sesuatu yang dicintai. Apabila seorang mukmin kehilangan orang yang sangat ia cintai—baik dari keluarga, anak, harta, sahabat, dan semisalnya—maka ia terhibur oleh manisnya iman. Iman adalah sebaik-baik pengganti bagi seorang mukmin atas segala sesuatu yang hilang, sebagaimana yang telah terbukti dan dialami oleh banyak orang.
Kehilangan orang yang dicintai sejatinya termasuk musibah. Seandainya Nabi Ya‘qub ‘alaihis salam tidak memiliki iman yang kuat, niscaya ia tidak akan mampu bertahan dari musibah kehilangan Nabi Yusuf, yang cintanya begitu dalam kepada putranya itu. Bahkan sebelum perpisahan itu terjadi, ia telah berkata kepada anak-anaknya:
قَالَ إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ
“Dia (Yakub) berkata, “Sesungguhnya kepergian kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku.’”
(QS. Yusuf: 13)
Ia mengabarkan bahwa yang menghalanginya melepas Yusuf adalah ketidakmampuannya bersabar dari perpisahan, walau hanya sesaat. Namun akhirnya Yusuf tetap pergi, agar Allah menunaikan ketetapan-Nya yang telah ditetapkan. Dengan cinta sedalam itu, secara logika manusia, mustahil ia mampu bertahan bertahun-tahun. Bahkan secara naluri, cinta semacam itu dapat menghancurkan hati dalam waktu singkat. Namun kekuatan iman dan harapan kepada Allah membuatnya mampu bertahan hingga Allah mendatangkan pertolongan dan janji-Nya.
Demikian pula kisah ibu Nabi Musa. Ketika Musa dihanyutkan ke sungai dan hatinya hampir kosong dari segala sesuatu selain kesedihan, seandainya Allah tidak meneguhkan hatinya dengan iman dan keyakinan terhadap janji-Nya, niscaya ia akan menampakkan apa yang ia sembunyikan. Namun imanlah yang meneguhkan hati di saat genting, menghibur ketika musibah datang, menguatkan saat kekuatan melemah, dan menghibur ketika semua penghibur sirna.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam wasiat agung beliau kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma dalam hadits shahih:
تَعَرَّفْ إِلَى اللَّهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ
“Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalmu di waktu sempit.” (HR. Ahmad, no. 2803)
Artinya: kenalilah Allah dengan iman dan amal-amal iman saat sehat, kuat, dan lapang; niscaya Allah akan menolongmu di saat-saat sulit, menguatkanmu ketika ujian datang, dan membantumu menghadapinya.
Dan ujian paling berat yang akan dialami seorang mukmin adalah sakaratul maut. Maka hadits ini adalah kabar gembira bagi setiap mukmin yang telah mengenal Rabb-nya di masa lapang: bahwa Allah akan menolongnya di saat yang paling genting, ketika kekuatan melemah dan setan-setan berusaha menghalangi seorang hamba agar tidak mengakhiri hidupnya dengan kebaikan.
Allah akan menolongnya dengan pertolongan, ruh, dan rahmat-Nya.
Dan tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
(Disarikan dari risalah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di yang berjudul at-Tawdhih wal-Bayan li Syajarotil Iman, hlm. 85-93)