PERTANYAAN :
Bagaimana membantah kebid’ahan ucapan seseorang, “Bila suatu hadits sesuai dengan akal maka dia shahih dan bila tidak, berarti tidak shahih?”
JAWABAN :
Bantahannya bahwa ini merupakan tolok ukur yang batil. Bila kita menjadikan akal sebagai pemutus terhadap keshalihan hadits niscaya kita termasuk orang-orang yang mengikuti hawa nafsu mereka. Dengan tolok ukur akal yang bagaimana kita ingin menimbang hadits?
Sebab, terkadang ada orang yang melihatnya menyalahi akal sedangkan orang lain justru melihatnya sesuai dengan akal padahal semua akal itu berbeda-beda, tidak sependapat.
Dan akal yang sehat dan terhindar dari syubhat serta syahwat (hawa nafsu) adalah yang menerima riwayat yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik ia mendapatkan hikmahnya dibalik itu atau pun belum mendapatkannya.
sedangkan siapa saja yang mengucapkan seperti ucapan tersebut maka berarti dia menyembah Allah dengan hawa nafsunya, bukan petunjukNya.
________
:bust_in_silhouette: Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah
:books: Majmu’ Durus Farawa al-Haram al-Makki, juz 1, hal. 389