
Apa itu Vasektomi? Dan apa hukumnya dalam Islam?
Vasektomi adalah prosedur medis pada pria yang memotong atau menutup saluran sperma, sehingga sperma tidak dapat keluar saat ejakulasi, yang pada akhirnya mencegah terjadinya kehamilan. Sementara itu, untuk perempuan, prosedur serupa disebut tubektomi, yang melibatkan pengikatan atau pemotongan tuba falopi (saluran indung telur), sehingga sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma, dan kehamilan pun dicegah secara permanen.
Para ulama kontemporer melarang prosedur ini karena bertentangan dengan salah satu tujuan utama pernikahan, yaitu mendapatkan keturunan. Disebutkan dalam Majalah Majma’ Al-Fiqhi Al-Islamiy:
يحرم استئصال القدرة على الإنجاب في الرجل أو المرأة وهو ما يعرف بالإعقام أو التعقيم، ما لم تدع إلى ذلك الضرورة بمعاييرها الشرعية
“Diharamkan menghilangkan kemampuan untuk memiliki keturunan, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang dikenal dengan istilah sterilisasi, kecuali jika ada kebutuhan darurat yang dibenarkan menurut standar syariat.” (5/548)
Terlebih lagi, jika prosedur ini dilakukan karena rasa takut tidak mampu menafkahi anak-anak, maka alasan tersebut lebih tidak dibenarkan secara syar’i. Allah Ta‘ala berfiman:
وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra’ : 31)
Bagaimana dengan mengatur jeda kehamilan?
Mengatur kelahiran secara sementara, seperti memberi jarak antara masa kehamilan atau menghentikannya untuk jangka waktu tertentu, diperbolehkan dalam Islam, terutama jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar’i. Tindakan ini dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan dan kesepakatan bersama antara suami dan istri melalui musyawarah. Namun, syaratnya adalah bahwa cara yang digunakan tidak membahayakan, sesuai dengan ketentuan syariat, dan tidak mengganggu kehamilan yang sedang berlangsung. Wallahu a’lam. (Lihat: Majalah Majma’ Al-Fiqhi Al-Islamiy 5/548)
Dahulu, para sahabat biasa mengatur kelahiran dengan ‘azl (mengeluarkan mani diluar rahim), namun tidak ada ayat atau hadits yang melarang perbuatan mereka. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ
“Kami dahulu melakukan ’azl (mengeluarkan sperma di luar rahim) pada masa Nabi ﷺ, sementara Al-Qur’an sedang diturunkan (dan tidak menegur).” (HR. Bukhari, no. 5209)
Peran Ayah Dalam Islam
Meskipun vasektomi diharamkan dalam islam, ada pelajaran besar yang perlu direnungkan oleh para ayah dan calon ayah.
Ketika seorang istri telah berkorban begitu besar, mengandung dengan segala keletihannya, melahirkan dengan pertaruhan nyawa, lalu menyusui dan membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang, maka sepatutnya sang suami hadir bukan hanya secara fisik, tapi juga secara peran dan tanggung jawab. Jangan sampai seorang ayah hanya menjadi penonton dalam perjuangan rumah tangganya; tidak mencari nafkah, tidak mendidik anak, hanya duduk santai di rumah, merokok, atau sibuk dengan hobinya seperti memelihara burung, sementara istrinya harus bekerja di rumah orang lain demi menghidupi keluarga.
Sikap seperti ini bukanlah cerminan dari seorang Muslim sejati. Seorang Muslim adalah pribadi yang bertanggung jawab, bekerja keras, dan memuliakan keluarganya dengan usaha yang halal. Menyia-nyiakan mereka sama dengan dosa. Rasulullah ﷺ bersabda:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud, no. 1692; dinilai hasan oleh Al-Albani)
Allah Ta’ala juga berfirman:
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’: 34)
Bekerja dan menafkahi keluarga bukan semata tugas duniawi, melainkan bentuk nyata dari tanggung jawab keimanan.
Para lelaki perlu menyadari bahwa meskipun rezeki di tangan Allah, namun ia tetap harus menjemputnya, lelah dalam mencari nafkah merupakan ibadah yang sedang ia jalani, sehingga ia bisa berharap pahala yang besar disisi Allah ‘Azza wa Jalla.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الكَسْبِ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ.
“Sebaik-baik penghasilan adalah hasil kerja tangan seseorang, dan setiap jual beli yang jujur (diberkahi).” (HR. Thabrani, no. 13939, dan Ahmad meriwayatkan yang mirip dengan sanad yang hasan, no. 15838)
Beliau juga bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ في سبيلِ اللَّه، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ في رقَبَةٍ، ودِينَارٌ تصدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ علَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذي أَنْفَقْتَهُ علَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dan satu dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan seorang budak, dan satu dinar yang kamu sedekahkan kepada seorang miskin, serta satu dinar yang kamu infakkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu infakkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim, no. 995).
Note:
Meski sebagian kebijakan mendukung vasektomi demi alasan ekonomi, Islam memandang bahwa memutus keturunan secara permanen tidak dibenarkan. Justru di sinilah letak keadilan Islam, bukan dengan menghentikan lahirnya generasi, tetapi dengan membangkitkan tanggung jawab ayah untuk sungguh-sungguh menafkahi, membimbing, dan memuliakan keluarganya. Maka, meskipun seseorang tidak sampai melakukan vasektomi, sudah semestinya ia menunjukkan semangat sebagai kepala rumah tangga; belajar, meningkatkan keterampilan, bekerja keras, dan berkontribusi dalam membuka lapangan kerja, bukan bergantung pada bantuan. Ini bukan sekadar demi harga diri, tetapi bentuk nyata dari ibadah dan pengabdian kepada Allah. Islam tidak mengajarkan sikap malas dan pasrah, tapi menanamkan semangat, etos kerja, dan tawakal yang benar. Jadilah ayah yang benar-benar hadir dengan cinta, tenaga, dan tanggung jawab.
Yogyakarta, 9 Dzulqa’dah 1446, 7 Mei 2025