Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata :
إِذَا انْقَطَعَتْ الْأَعْمَالُ بِالْمَوْتِ، وَطُوِيَتْ صَحِيفَةُ الْعَبْدِ، فَأَهْلُ الْعِلْمِ حَسَنَاتُهُمْ تَتَزَايَدُ؛ كُلَّمَا انْتُفِعَ بِإِرْشَادِهِمْ، وَاهْتُدِيَ بِأَقْوَالِهِمْ وَأَفْعَالِهِمْ، فَحَقِيقٌ بِالْعَاقِلِ الْمُوَفَّقِ أَنْ يُنْفِقَ فِيهِ نَفَائِسَ أَوْقَاتِهِ، وَجَوَاهِرَ عُمْرِهِ، وَأَنْ يَعُدَّهُ لِيَوْمِ فَقْرِهِ وَفَاقَتِهِ
Pada saat amal telah terputus dengan kematian dan catatan amal telah dilipat, ahli ilmu agama adalah orang-orang yang kebaikannya (pahalanya) terus bertambah ketika bimbingan mereka dipegangi, ucapan dan perbuatan mereka diikuti.
Maka dari itu, orang yang berakal sehat dan mendapat taufik sepatutnya mencurahkan waktu dan umurnya yang berharga untuk keperluan ilmu agama.
Dia hendaknya mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kefakirannya dan hari ketika dia tidak memiliki apa-apa.
_____________________
📚 Al-Fatawa As-Sa’diyyah, 1/113