Dalam perjalanan hidup, seorang mukmin terkadang menghadapi takdir yang buruk, seperti musibah, sakit keras, saudara meninggal, dizalimi, difitnah dan selainnya. Lantas, bagaimanakah sikap seorang mukmin yang baik dalam menghadapi takdir tersebut?
? Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
إذا جرى على العبد مقدور يكرهه فله فيه ستّة مشاهد
Jika sebuah takdir yang buruk menimpa seorang hamba, maka ia memiliki ENAM SIKAP DAN SISI PANDANG
الأوّل: مشهد التوحيد، وأن الله هو الذي قدّره وشاءه وخلقه، وما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن
1⃣ PERTAMA: Pandangan (kaca mata) Tauhid. Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.
الثاني: مشهد العدل، وأنه ماض فيه حكمه، عدل فيه قضاؤه
2⃣ KEDUA Kacamata keadilan. Bahwa dalam kejadian tersebut berlaku hukumNya dan adil ketentuan takdirNya.
الثالث: مشهد الرحمة،وأن رحمته في هذا المقدور غالبة لغضبه وانتقامه، ورحمته حشوه
3⃣ KETIGA: Kacamata kasih sayang. Bahwa rahmatNya dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaanNya yang keras, serta rahmatNya memenuhinya.
الرابع: مشهد الحكمة، وأن حكمته سبحانه اقتضت ذلك، لم يقدّره سدى ولا قضاه عبثا
4⃣ KEEMPAT: Kacamata hikmah. HikmahNya Subhanahu wa Ta’ala menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.
الخامس: مشهد الحمد، وأن له سبحانه الحمد التام على ذلك من جميع وجوهه
5⃣ KELIMA: Kacamata pujian. Bahwa Dia Subhanahu wa ta’ala terpuji dengan pujian sempurna atas penakdiran kejadian tersebut, dari segala sisi.
السادس: مشهد العبوديّة، وأنه عبد محض من كل وجه تجري عليه أحكام سيّده وأقضيته بحكم كونه ملكه وعبده، فيصرفه تحت أحكامه القدريّة كما يصرفه تحت أحكامه الدينيّة, فهو محل لجريان هذه الأحكام عليه
6⃣ KEENAM: Kacamata peribadatan. Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekedar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdirNya atasnya sebagai milik dan hambaNya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdirNya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’iNya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
_____________________________
- Fawaidul Fawaid dan Madarijus Salikin. Karya Ibnul Qayyim rahimahullah
- Disusun 27 Rabbi’ul Tsani 1437 H / 7 Januari 2016