Khutbah Jum’at: Memburuknya Citra dan Melemahnya Akal Seseorang Akibat Maksiat

Khutbah Pertama

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلْجَبَّارِ ٱلْقَهَّارِ، ٱلْعَزِيزِ ٱلْغَفَّارِ، يُقَلِّبُ ٱلْقُلُوبَ كَيْفَ يَشَاءُ، وَيَصْرِفُ ٱلنُّفُوسَ حَيْثُ أَرَادَ، لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ،
خَلَقَ ٱلْإِنسَانَ مِن طِينٍ، وَعَلَّمَهُ ٱلْبَيَانَ، وَٱبْتَلَاهُ بِٱلشَّهَوَاتِ وَٱلْفِتَنِ، لِيَبْلُوَهُ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا، وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ.
نَحْمَدُهُ عَلَى جَزِيلِ ٱلْإِنْعَامِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى وَاسِعِ ٱلْإِكْرَامِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِنَ ٱلذُّنُوبِ وَٱلْآثَامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، ٱلْمَلِكُ ٱلْعَلَّامُ،
وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ أَطَاعَ رَبَّهُ، وَأَخْشَاهُمْ لَهُ، وَأَتْقَاهُمْ لِمَا حَرَّمَ وَكَرِهَ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ وَٱقْتَفَى أَثَرَهُ، إِلَى يَوْمِ ٱلدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan bertakwa, niscaya amal ibadah kita akan membaik, dan dosa kita akan terampuni. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah meraih kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Sidang Jama’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Salah satu hukuman dari maksiat adalah hilangnya kehormatan dan kedudukan mulia, baik di sisi Allah maupun di hadapan sesama manusia.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Semakin taat seorang hamba kepada Allah, semakin tinggi pula derajatnya di sisi-Nya. Namun, ketika seseorang durhaka dan menyelisihi perintah Allah, maka ia jatuh dari pandangan Allah, dan akibatnya, Allah pun menjatuhkannya dari hati manusia. Ia tidak lagi punya wibawa di mata orang lain, menjadi hina dan rendah, hidupnya pahit, tak dipedulikan, dan tidak dihargai.

Orang yang seperti ini kehilangan rasa bahagia dan ketenangan. Namanya tenggelam, tidak dikenal dalam kebaikan, dan kehormatannya terhapus. Apa gunanya kenikmatan maksiat yang sesaat, bila harus dibayar dengan kehinaan sepanjang hidup?

Sebaliknya, di antara nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya adalah ketika Allah mengangkat namanya di kalangan manusia dan meninggikan derajatnya. Inilah yang Allah berikan secara istimewa kepada para nabi dan rasul-Nya, seperti dalam firman-Nya:

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ ۝ إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ

“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, orang-orang yang memiliki kekuatan dan pandangan. Sesungguhnya Kami telah mengistimewakan mereka dengan keikhlasan yang tinggi, yaitu ingat kepada negeri akhirat.” (QS. Shad: 45–46)

Mereka dikenal karena keindahan sebutannya di dunia—sebagaimana doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:

وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. Asy-Syu‘ara: 84)

Allah Subhanahu wa Ta‘ala berfirman tentang Ibrahim dan anak-anaknya:

وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا

“Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami, dan Kami jadikan bagi mereka sebutan yang baik dan mulia di kalangan umat manusia.” (QS. Maryam: 50)

Dan Allah juga berfirman kepada Nabi kita Muhammad ﷺ:

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ

“Kami telah meninggikan sebutanmu untukmu.”
(QS. Asy-Syarh: 4)

Maka, pengikut para rasul pun akan mendapatkan bagian dari kemuliaan ini, sesuai kadar ketaatan dan kesetiaan mereka kepada ajaran para nabi. Sebaliknya, siapa yang menyimpang dari jalan mereka, maka ia akan kehilangan bagian itu sesuai kadar penyimpangannya.

Ikhwatal Iman rahimani wa rahimakumullah…

Dosa dan maksiat bukan hanya mencoreng citra seseorang, tapi juga dapat menghilangkan darinya nama-nama mulia yang menjadi identitas kehormatannya.

Sebutan-sebutan terhormat seperti: mukmin, orang baik, muhsin (pelaku kebaikan), muttaqi (orang yang bertakwa), taat, ahli ibadah, orang yang kembali kepada Allah, orang yang bersih jiwanya, yang diridhai, dan sejenisnya..

Sebutan-sebutan hormat tersebut bisa hilang, dan akan ditukar dengan: fasiq, durhaka, pembangkang, perusak, pezina, pencuri, pembunuh, pembohong, pengkhianat, orientasi seksual yang menyimpang, koruptor, pemutus tali silaturahmi, dan sebagainya.

Sungguh, ini adalah nama-nama keburukan yang dapat mengundang murka Tuhan, siksaan neraka, dan kehidupan yang hina. Sedangkan nama-nama yang mulia adalah sebab ridha Allah dan merekalah yang layak menjadi penghuni surga. Cukuplah perbedaan nama-nama ini menjadi penggerak akal untuk menjauhi maksiat dan mengejar ketaatan.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ النَّفْسَ وَسَوَّاهَا، وَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، فَقَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا، وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا. نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُعَدُّ، وَنَسْتَعِينُهُ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي تَجُرُّ إِلَى الرَّدَى، وَتُفْسِدُ الْقَلْبَ وَالْمَدَدَ. وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ، وَاقْتَفَى أَثَرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa maksiat juga memiliki dampak buruk lain: ia dapat merusak dan mengurangi kualitas akal. Tidak akan kau temui dua orang—yang satu taat kepada Allah dan yang lain bermaksiat—melainkan yang taat akan memiliki akal lebih jernih, pikiran lebih sehat, dan pendapat lebih bijak.

Al-Qur’an pun selalu menyapa orang-orang yang memiliki akal:

وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)

وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya yang mengambil pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 269)

Betapa bodohnya orang yang menyadari bahwa dirinya dalam genggaman Allah, tak bisa lari dari pengawasan-Nya, lalu tetap berani berbuat maksiat! Ia menggunakan nikmat dari Allah untuk melawan-Nya, memancing murka-Nya, mengundang kutukan-Nya, dan rela dijauhkan dari kasih sayang-Nya. Ia menukar cinta Allah dan nikmat surga dengan sejumput hawa nafsu yang cepat berlalu, seperti mimpi yang tidak nyata.

Seandainya bukan karena akal yang Allah berikan sebagai dasar berpikir, niscaya pelaku maksiat tak ubahnya seperti orang gila—bahkan kadang orang gila lebih baik darinya. Namun karena kerusakan ini banyak terjadi, maka hilangnya kecerdasan pada pelaku maksiat menjadi seperti wabah yang tak tampak.

Ummatal Islam…

Sungguh mengherankan, jka saja akal manusia benar-benar berfungsi, niscaya ia tahu bahwa kebahagiaan, ketenangan, dan kenikmatan hidup—semua itu hanya bisa diraih dengan mencari ridha Allah.

Dalam ridha Allah terdapat: ketenangan mata dan jiwa, kesejukan hati, kenikmatan yang murni dan tak bisa diungkapkan.

Bahkan andai seseorang hanya mendapat secuil saja dari keridhaan Allah, niscaya ia tak akan pernah rela menukarnya dengan seluruh gemerlap dunia. Sebab di sanubarinya telah tumbuh rasa cukup dan tenang. Ia tetap bisa menikmati yang halal dari dunia ini, tanpa gelisah, tanpa beban. Berbeda halnya dengan mereka yang diperbudak cinta dunia—selalu merasa kurang, lelah oleh ambisi, dan penuh keluh kesah.

Saudaraku…

Orang yang taat kepada Allah sejatinya telah menggabungkan dua kenikmatan: kenikmatan dunia, dan ketentraman hati,—dan ia masih menantikan dua kenikmatan yang lebih besar lagi di hadapannya, yaitu: surga dan melihat wajah rabb-Nya.

Adapun ujian dan sakit yang ia rasakan takkala di dunia, maka ia selalu menghibur dirinya dengan firman Allah:

إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Jika kalian merasa sakit (menderita), maka mereka (orang kafir) pun merasakan sakit (di dunia ini) sebagaimana kalian merasakannya. Bedanya, kalian (masih bisa) mengharapkan dari Allah sesuatu (pahala dan surga) yang tidak mereka harapkan. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 104)

Maka, demi Allah… Betapa buruk pilihan orang yang menukar mutiara dengan kotoran, menukar minyak wangi dengan sesuatu yang najis, dan memilih hidup bersama orang yang dimurkai Allah daripada bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih!

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِي الْحَاجَاتِ.

اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ، فِي فِلَسْطِينَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى الْيَهُودِ، رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ، فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 192-196)