Pernahkah kita berpikir: “Kalau seseorang batal wudhu karena kentut, mengapa yang diwajibkan dibasuh justru wajah, tangan, kepala, dan kaki? Bukankah secara logika bagian dalam dubur—tempat keluarnya angin—lebih layak untuk dibersihkan daripada wajah atau tangan?”
Inilah letak keindahan syariat Islam: ia tidak mengikuti logika yang terbalik, tapi mengikuti hikmah dan fitrah yang lurus. Syariat mewajibkan membersihkan anggota-anggota tubuh yang tampak dan terbuka, bukan yang tersembunyi. Dan itulah yang paling sesuai dengan tabiat manusia.
Pertanyaan seperti di atas sejatinya lahir dari hati yang terbalik. Justru keindahan syariat terlihat ketika wudhu ditetapkan pada anggota tubuh yang paling sering digunakan dalam aktivitas hidup sehari-hari.
Pertama adalah wajah. Wajah adalah pusat keindahan manusia. Kebersihan wajah menjadi simbol kebersihan hati. Karena itu ia paling layak untuk disucikan pertama kali.
Kedua adalah tangan. Tangan adalah alat berbuat: mengambil, memberi, memukul, menulis, dan beragam aktivitas lain. Maka sangat wajar bila ia perlu lebih sering dibersihkan.
Ketiga adalah kepala. Ia adalah pusat pancaindra dan bagian tubuh yang paling mulia. Namun agar tidak memberatkan, Allah hanya mewajibkan mengusapnya, bukan mencucinya. Ini adalah rahmat, sebagaimana Allah memberi keringanan dengan bolehnya mengusap khuf sebagai pengganti mencuci kaki dengan beberapa syaratnya.
Terakhir adalah kaki. Dengannya manusia melangkah menuju kebaikan atau keburukan. Karena itu ia pun harus dibasuh, agar langkahnya menjadi bersih.
Selain harus membasuh bagian dalam dubur setiap kali kentut merupakan hal yang menyusahkan —dan Islam adalah agama yang penuh kemudahan— dari sisi sains, gas kentut hanyalah udara yang tidak meninggalkan kotoran. Kalau hanya angin, pakaian tetap bersih dan tidak ada najis. Justru kalau bagian dubur harus terus disiram setiap kali kentut, pakaian dalam akan menjadi lembab dan kurang higienis.
Makna yang lebih dalam
Anggota wudhu merupakan alat yang sering digunakan manusia untuk berbuat. Dengan tangan ia memegang, dengan kaki ia berjalan, dengan mata ia melihat, dengan telinga ia mendengar, dengan lisan ia berbicara. Semua anggota ini bisa dipakai untuk taat kepada Allah, atau sebaliknya digunakan untuk bermaksiat. Maka, dengan membasuhnya dalam wudhu, seorang hamba sedang membersihkan diri lahir batin, menghapus dosa-dosa yang melekat, dan menyiapkan tubuhnya untuk sujud kepada Rabb-nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ رَجُلٍ يُقَرِّبُ وُضُوءَهُ، فَيَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ فَيَنْتَثِرُ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَفِيهِ وَخَيَاشِيمِهِ، ثُمَّ إِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِرَأْسِهِ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ شَعْرِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، إِلَّا خَرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ. فَإِنْ هُوَ قَامَ، فَصَلَّى، فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَمَجَّدَهُ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ، وَفَرَّغَ قَلْبَهُ للهِ، إِلَّا انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
“Tidaklah salah seorang di antara kalian ada yang mendekatkan air wudhunya. Lalu ia berkumur dan menghirup air ke hidung kemudian mengeluarkannya, kecuali dosa-dosa wajah, mulut, dan hidungnya gugur bersama air. Kemudian ketika ia membasuh wajahnya sebagaimana diperintahkan Allah, dosa-dosa wajahnya keluar bersama air hingga dari ujung-ujung janggutnya.
Kemudian ia membasuh kedua tangannya sampai siku, maka dosa-dosa yang dilakukan oleh tangannya gugur bersama air dari ujung-ujung jarinya. Lalu ia mengusap kepalanya, maka dosa-dosa kepalanya gugur bersama air dari ujung-ujung rambutnya. Lalu ia membasuh kedua kakinya sampai mata kaki, maka dosa-dosa kakinya gugur bersama air dari ujung-ujung jarinya.
Kemudian bila ia berdiri untuk shalat, lalu ia memuji Allah, menyanjung-Nya, mengagungkan-Nya sesuai dengan kemuliaan-Nya, dan ia menghadirkan hatinya hanya untuk Allah, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ketika ibunya melahirkannya.” (HR. Muslim, no. 832)
Hadits ini menunjukkan bahwa wudhu bukan sekadar pembersihan fisik, tetapi juga pembersihan ruhani dan penghapusan dosa.
Makna ini pula yang menguatkan pendapat ulama yang mewajibkan berkumur dalam wudhu, karena lisan adalah salah satu anggota badan yang paling sering digunakan untuk berbuat dosa.
Itulah hikmah agung di balik pemilihan anggota wudhu oleh syariat Islam. Wallahu a’lam.
(Dikembangkan dari tulisan Ibnul Qayyim dalam A’lam al-Muwaqqi’in 2/376-379)