Khutbah Jum’at: Gambaran Rasa Takut Para Salaf

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْكَبِيرِ الْمُتَعَالِ، الْعَزِيزِ الْمُتَعَالِي عَنِ الْأَشْبَاهِ وَالْأَمْثَالِ، يُقَرِّبُ إِلَيْهِ مَنْ شَاءَ بِالطَّاعَاتِ، وَيُبْعِدُ مَنْ شَاءَ بِالْإِعْرَاضِ وَالْغَفَلَاتِ، لَا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ بِالْأَمَانِيِّ وَالتَّمَنِّي، وَلَكِنْ تُنَالُ جَنَّتُهُ بِالسَّعْيِ وَالتَّقْوَى وَالتَّحَنِّي.

نَحْمَدُهُ حَمْدًا يُرْضِيهِ، وَنَشْكُرُهُ شُكْرًا يُدْنِيهِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِمَّا يَشِينُ وَيُسِيءُ إِلَيْهِ، وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، فَإِنَّهُ لَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ، وَلَا يَرْجُو رَحْمَتَهُ رَجَاءَ صِدْقٍ إِلَّا الْمُتَّقُونَ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَا يُقْبَلُ عِنْدَهُ الْعَمَلُ إِلَّا إِذَا صَفَا، وَلَا يُنَجِّي مِنْ عَذَابِهِ إِلَّا مَنْ خَافَهُ وَاتَّقَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، قَدْ خَافَ رَبَّهُ أَشَدَّ الْخَوْفِ، وَرَجَاهُ أَعْظَمَ الرَّجَاءِ، فَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَتْقِيَاءِ الْأَوْفِيَاءِ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ الْجَزَاءِ.

أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Dari mimbar yang mulia ini, khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan segenap jamaah agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan bertakwa, niscaya amal ibadah kita akan membaik, dan dosa kita akan terampuni. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah meraih kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 70-71)

Sidang Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah…

Ketahuilah bahwa harapan yang benar kepada Allah bukanlah sekadar angan-angan kosong. Siapa yang benar-benar berharap pada sesuatu, maka harapannya itu pasti menuntut tiga hal:
1. Cinta terhadap apa yang diharapkan.
2. Takut kehilangan hal tersebut.
3. Usaha sungguh-sungguh untuk meraihnya sesuai kemampuan.

Adapun harapan yang tidak disertai cinta, rasa takut, dan usaha—maka itu hanyalah khayalan dan angan-angan belaka. Harapan itu berbeda dari sekadar angan-angan. Setiap orang yang berharap, pasti dibarengi dengan rasa takut. Dan siapa yang berjalan menuju tujuannya dengan rasa takut, niscaya ia akan mempercepat langkahnya karena khawatir tidak sampai.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن خافَ أَدْلَجَ، وَمَن أَدْلَجَ بَلَغَ الْمَنْزِلَ. أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ غَالِيَةٌ، أَلَا إِنَّ سِلْعَةَ اللَّهِ الْجَنَّةُ

“Barangsiapa takut, maka ia akan berangkat di malam hari. Dan siapa yang berangkat di malam hari, niscaya akan sampai di tujuan. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah, sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah surga.” (HR. Tirmidzi, no. 2450)

Maksud dari hadits di atas adalah: Barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam ibadah dan menunaikan kewajibannya, dialah yang paling layak berharap ampunan, rahmat Allah, dan surga-Nya.

Allah ‘Azza wa Jalla menetapkan bahwa harapan dan rasa takut yang benar hanyalah milik orang-orang yang beramal shalih. Maka harapan dan takut yang bermanfaat adalah yang disertai dengan amal.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ ۝ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ ۝ وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ ۝ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ ۝ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Sungguh, orang-orang yang karena takut (azab) Tuhannya, mereka sangat berhati-hati, dan orang-orang yang terhadap ayat-ayat Tuhan mereka beriman, dan orang-orang yang terhadap Tuhan mereka tidak mempersekutukan (dengan sesuatu apa pun), dan orang-orang yang memberi dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya. Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu mendapatkannya.” (QS. Al-Mu’minun: 57–61)

Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Nabi ﷺ tentang ayat ini:

أَهُمُ الَّذِينَ يَشْرَبُونَ الْخَمْرَ، وَيَزْنُونَ، وَيَسْرِقُونَ؟

“Apakah orang-orang yang takut dalam ayat adalah orang-orang yang minum khamr, berzina, dan mencuri?” Maka beliau menjawab:

لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يَصُومُونَ، وَيُصَلُّونَ، وَيَتَصَدَّقُونَ، وَيَخَافُونَ أَنْ لَا يُتَقَبَّلَ مِنْهُمْ. أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

“Tidak wahai putri Ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, namun mereka takut amal mereka tidak diterima. Mereka itulah orang-orang yang berlomba dalam kebaikan.”(HR. Tirmidzi, no. 3175, Ibnu Majah, no. 419)

Ummatal Islam…

Allah ‘Azza wa Jalla menggambarkan orang-orang yang berbahagia sebagai orang-orang yang berbuat baik namun tetap merasa takut. Sebaliknya, orang-orang celaka digambarkan berbuat buruk namun merasa aman.

Perhatikanlah bagaimana keadaan para sahabat ridhwanullahi ‘alaihim, mereka adalah manusia yang paling giat beramal, namun juga paling besar rasa takutnya kepada Allah Ta’ala.

Lihatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ’anhu. Ia berkata:

وَدِدْتُ أَنِّي شَعْرَةٌ فِي جَنْبِ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ

“Aku berharap menjadi sehelai rambut di tubuh seorang hamba yang beriman.” (HR. Ahmad, no. 559 dalam Az-Zuhd)

Beliau kerap kali menangis dan berkata:

ابْكُوا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا

“Menangislah kalian! Jika tidak bisa menangis, maka paksalah diri untuk menangis.” (HR. Ahmad, no. 558 dalam Az-Zuhd)

Apabila beliau berdiri untuk shalat, tubuhnya seperti batang kayu karena khusyu’ dan takut kepada Allah. (HR. Abdurrazzaq 2/264)

Ketika akan wafat, ia berkata kepada Aisyah:

يَا بُنَيَّةُ، إِنِّي أَصَبْتُ مِنْ مَالِ الْمُسْلِمِينَ هٰذِهِ الْعَبَاءَةَ، وَهٰذَا الْحِلَابَ، وَهٰذَا الْعَبْدَ، فَأَسْرِعِي بِهِ إِلَى ابْنِ الْخَطَّابِ

“Wahai putriku, aku telah menggunakan kain, wadah susu, dan seorang budak dari harta kaum muslimin. Maka segeralah kembalikan semua itu kepada Umar bin Khattab!” (HR. Ahmad, no. 567 dalam Az-Zuhd)

Demikian pula Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, di wajahnya terdapat dua garis hitam karena banyak menangis. (HR. Ahmad, no. 636 dalam Az-Zuhd)

Ibnu ‘Abbas pernah memuji beliau:

مَصَّرَ اللهُ بِكَ الأَمْصَارَ، وَفَتَحَ بِكَ الفُتُوحَ

“Allah telah membangun banyak kota (peradaban Islam) melalui tanganmu, dan menaklukkan berbagai wilayah dengan perantaraanmu.”

Namun Umar hanya menjawab:

وَدِدْتُ أَنِّي أَنْجُو، لَا أَجْرَ وَلَا وِزْرَ

“Aku hanya berharap bisa selamat, tanpa membawa pahala maupun dosa.” (HR. Ahmad, no. 697 dalam Az-Zuhd)

Begitupula Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, jika berdiri di sisi kuburan dan menangis hingga janggutnya basah. Ia berkata:

لَوْ أَنَّنِي بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ، لَا أَدْرِي إِلَى أَيِّهِمَا يُؤْمَرُ بِي، لاخْتَرْتُ أَنْ أَكُونَ رَمَادًا، قَبْلَ أَنْ أَعْلَمَ إِلَى أَيِّهِمَا أَصِيرُ

“Andai aku berada di antara surga dan neraka, dan aku tidak tahu ke mana aku diperintahkan masuk, maka aku lebih memilih menjadi abu, sebelum tahu ke mana aku akan dikembalikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2308)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu juga sangat takut. Ia begitu mengkhawatirkan dua perkara: panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Ia berkata:

فَأَمَّا طُولُ الأَمَلِ فَيُنْسِي الآخِرَةَ، وَأَمَّا اتِّبَاعُ الْهَوَى فَيَصُدُّ عَنِ الْحَقِّ. أَلَا وَإِنَّ الدُّنْيَا قَدْ وَلَّتْ مُدْبِرَةً، وَالآخِرَةُ مُقْبِلَةٌ، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الآخِرَةِ، وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلَ

“Panjang angan-angan melupakan akhirat, dan mengikuti hawa nafsu menghalangi dari kebenaran. Dunia sedang berlalu menjauh, sementara akhirat mendekat. Masing-masing punya pengikut. Jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan jadi anak-anak dunia. Hari ini adalah tempat amal, tanpa hisab. Sedangkan esok adalah tempat hisab, tanpa amal.” (HR. Ahmad, no. 692 dalam Az-Zuhd)

Inilah keadaan orang-orang yang paling besar harapannya kepada rahmat dan ampunan Allah, di satu sisi mereka yang juga paling takut tidak mendapatkannya. Karena itulah mereka bersungguh-sungguh dalam beramal.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنْ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، فَاسْتَغْفِرُوهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْعَزِيزِ الْجَبَّارِ، شَدِيدِ الْمِحَالِ، سَرِيعِ الْحِسَابِ،
يُرَغِّبُ عِبَادَهُ فِي رَحْمَتِهِ، وَيُخَوِّفُهُمْ مِنْ عَذَابِهِ، لِيَكُونُوا بَيْنَ الرَّجَاءِ وَالْخَوْفِ، فَلَا يَغْتَرُّونَ وَلَا يَقْنَطُونَ، وَلَا يَرْكَنُونَ وَلَا يَسْتَكْبِرُونَ.

نَحْمَدُهُ حَمْدَ الْخَاشِعِينَ، وَنَشْكُرُهُ شُكْرَ التَّائِبِينَ، وَنَسْتَغْفِرُهُ اسْتِغْفَارَ الْمُذْنِبِينَ، وَنَعُوذُ بِهِ مِنْ قَسْوَةِ الْقُلُوبِ وَسُوءِ الظُّنُونِ،
وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، أَمَرَ بِخَوْفِهِ رَجَاءً فِي رَحْمَتِهِ، وَنَهَى عَنِ الْأَمْنِ مِنْ مَكْرِهِ،
وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَعْبَدُ النَّاسِ وَأَخْوَفُهُمْ لِلَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ.

أَمَّا بَعْدُ،

Ma’asyirol Muslimin wa Zumrotal Mu’minin…

Agar harapan kita akan rahmat dan kasih sayang-Nya bisa diraih, khatib wasiatkan diri pribadi dan jama’ah sekalian agar menjemputnya dengan bertakwa kepada Allah Ta’ala. Karena Allah berfirman:

وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

“Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)

Sidang Jam’ah Jum’at yang Allah muliakan…

Salah satu bab yang disusun oleh Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya adalah:

بَابٌ: خَوْفُ الْمُؤْمِنِ مِنْ أَنْ يُحْبَطَ عَمَلُهُ وَهُوَ لَا يَشْعُرُ

“Bab: Takutnya seorang mukmin bahwa amalnya gugur tanpa ia sadari.” (Kitab Al-Iman, Bab. 36)

Ibrahim at-Taimi berkata:

مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا

“Setiap kali aku bandingkan ucapan dan amalanku, aku khawatir aku ini termasuk pendusta.” (HR. Ahmad, no. 2215 dalam Az-Zuhd)

Ibnu Abi Mulaikah berkata:

أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ، مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ

“Aku menjumpai 30 sahabat Nabi ﷺ, semuanya khawatir dirinya termasuk munafik. Tak satu pun dari mereka yang berkata bahwa dirinya beriman sebagaimana malaikat Jibril dan Mikail.” (HR. Bukhari 5/137 dalam at-Tarikh al-Kabir)

Hasan al-Bashri berkata:

مَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ.

“Tidak ada yang takut munafik kecuali orang mukmin. Dan tidak ada yang merasa aman dari kemunafikan kecuali orang munafik.” (Fathul Bari li-Ibni Rajab 1/180)

Umar bin Khattab pernah berkata kepada Hudzaifah:

أَنْشُدُكَ اللَّهَ، هَلْ سَمَّانِي لَكَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ؟

“Aku bersumpah atas nama Allah, apakah Rasulullah ﷺ pernah menyebut namaku termasuk orang-orang munafik?”

Hudzaifah menjawab:

لَا، وَلَا أُزَكِّي بَعْدَكَ أَحَدًا

“Tidak, dan aku tidak akan memberikan jaminan kepada siapa pun setelahmu.” (Tafsir Ath-Thabari 14/443)

Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang berharap dengan amal, dan takut dengan taqwa. Bukan sekadar angan-angan, tapi langkah nyata menuju surga-Nya. Aamiin.

أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ، إِنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيهِ بِنَفْسِهِ، وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهُ بِكُمْ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ مُحَمَّدٍ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِمِنِّكَ وَكَرَمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِينَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الْإِسْلَامِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًاً مُطْمَئِنًا وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.

اللَّهُمَّ ٱقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ ٱلْيَقِينِ مَا يُهَوِّنُ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ ٱلدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَٱجْعَلْهُ ٱلْوَارِثَ مِنَّا، وَٱجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَىٰ مَنْ ظَلَمَنَا، وَٱنْصُرْنَا عَلَىٰ مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ ٱلدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا وَوَفِّقْهُمْ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ، وَجَنِّبْهُمْ بِطَانَةَ السُّوءِ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ ٱلِلَّهَ يَأْۡمُرُ بِٱلِۡعَدْۡلِ وَٱلِۡإِحْۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلِۡقُرْۡبَىٰ وَيَنْۡهَىَٰ عَنِ ٱلِۡفَحْۡشَآءِ وَٱلِۡمُنْكَرِ وَٱلِۡبَغٍّۡيِۚ يَعِظُكُمْۡ لَعَلَّكُمْۡ تَذَكَّرُونَ.

فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يُذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلِذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ. أَقِمِ الصَّلَاةَ..

(Terinspirasi dari nasehat yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 87-98)