Gerhana: Hikmah, Sunnah-sunnah, dan Tata Cara Shalatnya

Hikmah Syariat di Balik Gerhana

Fenomena gerhana matahari dan bulan adalah salah satu ayat (tanda) kebesaran Allah Ta’ala, yang terjadi sebagai peringatan kepada hamba-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:

‎إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ، لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ، وَلَكِنَّ اللهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang, tetapi Allah menjadikannya sebagai peringatan bagi hamba-hamba-Nya.” (HR. Bukhari, no. 1048)

Allah Ta’ala berfirman:

‎وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّا تَخۡوِيفٗا

“Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (QS. Al-Isra: 59)

Inilah tujuan utamanya: agar manusia kembali kepada Allah dengan penuh rasa takut dan harap. Meskipun kita menolak adanya sebab alamiahnya, namun Nabi ﷺ tidak menekankannya, karena yang terpenting adalah pelajaran ruhani dari fenomena itu. Karena Dzat yang mampu menghilangkan cahaya matahari dan bulan sementara, juga mampu menghilangkannya untuk selama-lamanya.

Terjadinya gerhana juga memberi contoh keadaan hari kiamat yang akan datang, sebagaimana firman Allah:

‎وَخَسَفَ الْقَمَرُ، وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ

“Dan apabila bulan telah hilang cahayanya, lalu matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah: 8–9)

Apa yang Disunnahkan Tatkala Terjadi Gerhana?

Karena hikmah dari peristiwa gerhana adalah peringatan agar manusia takut kepada Allah, maka sikap terbaik saat mengalaminya adalah segera kembali kepada-Nya, meninggalkan segala dosa, memperbanyak taubat dan istighfar, menghidupkan lisan dengan dzikir dan doa, serta memperbanyak kebaikan seperti sedekah dan berbagai bentuk ketaatan lainnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

‎فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللهَ، وَكَبِّرُوا، وَأَمَرَ بِالصَّدَقَةِ، وَالْعِتَاقِ، وَالِاسْتِغْفَارِ، وَالدُّعَاءِ

“Maka apabila kalian melihat sesuatu dari itu (gerhana), berdzikirlah kepada Allah, bertakbirlah. Dan beliau memerintahkan untuk berbuat kebaikan seperti bersedekah, memerdekakan budak, beristighfar, dan berdoa.” (HR. Bukhari, no. 1044 dan Muslim, no. 901)

Beliau ‎ﷺ juga bersabda tatkala terjadi gerhana:

‎يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ، أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ. يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

“Wahai umat Muhammad, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu (menjaga kehormatan) daripada Allah ketika hamba-Nya berzina, baik laki-laki maupun perempuan. Wahai umat Muhammad, demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.” (HR. Bukhari, no. 1044 dan Muslim, no. 901)

Dan amalan yang paling utama adalah shalat gerhana. Rasulullah ﷺ bersabda:

‎فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ، فَصَلُّوا حَتَّى يَنْكَشِفَ مَا بِكُمْ

“Apabila kalian melihatnya (gerhana), maka bersegeralah kepada shalat. Shalatlah hingga hilang gerhana kalian.” (HR. Bukhari, no. 1063)

Bagaimana Tata Cara Shalat Gerhana?

Shalat gerhana (kusuf/khusuf) dikerjakan dengan tata cara sebagai berikut:
1. Takbiratul ihram
2. Membaca doa istiftah.
3. Membaca ta’awudz, lalu membaca basmalah.
4. Membaca Al-Fatihah kemudian membaca surat yang panjang dengan suara keras.
5. Bertakbir lalu ruku’ lama, sambil memperbanyak doa ruku’.
6. Bangkit dari ruku’ sambil mengucapkan: “Sami‘allahu liman hamidah”, kemudian membaca: “Rabbana wa lakal-hamd.”
7. Membaca lagi Al-Fatihah dan surat yang panjang, namun lebih pendek dari bacaan pertama, agar jelas perbedaan antara berdiri pertama dan kedua.
8. Bertakbir lalu ruku’ lama, namun lebih pendek dari ruku’ pertama.
9. Bangkit dari ruku’ dengan membaca: “Sami‘allahu liman hamidah, Rabbana wa lakal-hamd.” Disunnahkan memanjangkan i‘tidal ini sebanding dengan lamanya ruku’.
10. Bertakbir lalu sujud lama sebanding dengan ruku’.
11. Bangkit dari sujud, duduk di antara dua sujud. Disunnahkan memanjangkan duduk ini sebanding dengan sujud.
12. Bertakbir lalu sujud lama, namun lebih pendek dari sujud pertama.
13 Berdiri untuk rukaat kedua, lalu mengerjakannya dengan cara yang sama seperti rakaat pertama: ada dua bacaan panjang, dua ruku’, dan dua sujud. Setiap bacaan, berdiri, dan sujud pertama lebih lama daripada yang setelahnya.
14. Duduk tasyahhud dan membaca shalawat kepada Nabi ﷺ.
15. Mengucapkan salam dua kali untuk mengakhiri shalat.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah ﷺ shalat gerhana matahari: beliau bertakbir, membaca bacaan panjang, lalu ruku’ panjang, kemudian berdiri lagi dengan bacaan lebih pendek dari sebelumnya, ruku’ lagi dengan lebih pendek dari ruku’ pertama, lalu i‘tidal dan berkata: “Sami‘allahu liman ḥamidah, Rabbana wa lakal-hamd.” Setelah itu beliau sujud panjang, lalu bangkit untuk rakaat kedua dengan tata cara yang sama hingga selesai. (HR. Bukhari, no. 1044 dan Muslim, no. 901)

Dan waktu pelaksanaan shalatnya dimulai saat gerhana terlihat sampai gerhana selesai. Apabila gerhana telah usai, maka tidak lagi disyariatkan shalat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

‎فَإِذَا رَأَيْتُمُوهَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ، فَصَلُّوا حَتَّى يَنْكَشِفَ مَا بِكُمْ

“Apabila kalian melihatnya (gerhana), maka bersegeralah kepada shalat. Shalatlah hingga hilang gerhana kalian.” (HR. Bukhari, no. 1063)

Dan sebelum pelaksanaan shalat, muadzin mengajak kaum muslimin untuk berkumpul seraya berkumandang:

‎إِنَّ الصَّلَاةَ جَامِعَةٌ

(HR. Bukhari, no. 1045 dan Muslim, no. 910)

Wallahu a’lam.

(Disarikan dari Shalat al-Kusuf, karya Sa’ad bin Wahf Al-Qahthani, dengan penyesuaian)