Beberapa Hal Penting Seputar Shalat Idul Fitri

Beberapa Hal Penting Seputar Shalat Idul Fitri

1. Bahwa shalat dilakukan 2 rakaat. (HR. Bukhari, no. 964, Muslim, no. 884)

2. Pada setiap rakaat terdapat takbir zawaid (takbir tambahan), yang berjumlah 7 di rakaat pertama, dan 5 di rakaat kedua. (HR. Abu Dawud, no. 1151, Ibnu Majah, no. 1278, dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

Namun, para ulama berselisih: apakah jumlah tersebut sudah termasuk takbiratul ihram?

• Dalam madzhab maliki dan hambali dinyatakan: bahwa jumlah 7 di rakaat pertama sudah termasuk takbiratul ihram, dan di rakaat kedua, 5 takbir setelah takbir intiqal. (Lihat: Al-Kafi 1/264, Al-Inshaf 2/229)

• Sedangkan menurut madzhab syafi’i, 7 takbir di rakaat pertama belum terhitung takbiratul ihram, sehingga jika ditotal berjumlah 8 takbir di rakaat pertama, dan di rakaat kedua berjumlah 6 takbir, sama seperti pendapat pertama. (Lihat: Syarh Al-Wajiz 2/361)

Berhubung ini adalah hal yang diperselisihkan, maka sebagai makmum yang bijak, kita mengikuti apa yang dilakukan oleh imam shalat.

3. Takbir zawaid dibaca:
• Pada rakaat pertama, setelah doa istiftah dan sebelum ta’awudz serta bacaan Al-Qur’an.
• Pada rakaat kedua, setelah takbir intiqal dan sebelum ta’awudz serta bacaan Al-Qur’an. (Lihat: At-Taj wal Iklil, 2/19, Al-Majmu’, 5/20, Al-Iqna’ 1/201)

4. Bahwa takbir zawaid hukumnya sunnah, maka jika qaddarallah imam lupa melakukannya, dan langsung membaca surat Al-Fatihah, maka makmum tidak perlu panik, dan tidak perlu sujud sahwi.
(Lihat: Al-Majmu’, 4/123, 5/18, Al-Inshaf, 2/303)

5. Apakah disunnahkan membaca dzikir tertentu di antara takbir zawaid?
Terdapat silang pendapat dikalangan para ulama, dan secara garis besar tidak ada riwayat khusus yang nabi ajarkan, yang ada hanyalah riwayat dari Ibnu Mas’ud yang menyarankan membaca: tahmid, dan shalawat kepada Nabi ﷺ. (HR. Al-Baihaqi, 6254).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa bacaan seperti:

سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي

“Subhanallah, walhamdulillah, wa La ilaha illa Allah, wallahu Akbar, Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, Allahummaghfir li warhamni”
Atau:

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Allahu Akbar kabira, walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukratan wa ashila” atau yang semisalnya, bisa dibaca di antara takbir zawaid. Dalam hal ini, tidak ada ketentuan khusus dari Nabi ﷺ dan para sahabat. Wallahu a‘lam. (Lihat: Al-Fatawa Al-Kubra 2/362)

6. Apakah perlu mengangkat tangang di setiap takbir zawaid?
Dalam madzhab Syafi’i dan Hambali hal itu dianjurkan (Lihat: Al-Majmu’ 5/21, Al-Mughni 2/283), berdasarkan keumuman pernyataan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

وَيَرْفَعُهُمَا فِي كُلِّ تَكْبِيرَةٍ يُكَبِّرُهَا قَبْلَ الرُّكُوعِ، حَتَّى تَنْقَضِيَ صَلَاتُهُ

“Dan beliau (Rasulullah ﷺ) mengangkat kedua tangannya pada setiap takbir yang beliau ucapkan sebelum rukuk, hingga shalatnya selesai.” (HR. Abu Dawud, no. 722 dan dinilai shahih oleh Al-Albani)

7. Apa hukum takbiran berjamaah?
Terdapat perselisihan pendapat dalam masalah ini: sebagian menyatakan itu bid’ah, sebagian lagi tidak. (Lihat: Al-Fawakih Ad-Dawani 2/649, Hasyiyah Ad-Dusuqi 1/320, Al-Mughni 1/310)

Oleh karena itu, sikap yang bijak adalah saling bertoleransi dalam perbedaan pendapat mengenai hukum yang masih diperselisihkan, agar tercipta ketenteraman dalam masyarakat.

Terlebih Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab Shahih-nya secara mu’allaq:

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ يُكَبِّرَانِ وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar ke pasar pada hari-hari (awal) sepuluh (Dzulhijjah), lalu mereka bertakbir, dan orang-orang pun bertakbir mengikuti takbir mereka.” (Shahih Bukhari 2/20, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil no. 651).

Wallahu a’lam.