• Ketika sepeda motor rusak kita bawa kebengkel motor, karena apa? Karena secara ilmiyah bengkel motor punya ilmu dan kapasitas dalam hal perbaikan motor..
• Ketika jam tangan kita rusak kitapun dengan yakin membawa ke bengkel jam, karena apa? Karena secara ilmiyah mereka memiliki ilmu+kapasitas dalam hal reparasi jam..
• Begitu pula dengan mobil, handphone, pesawat dan lain sebagainya, kita dengan yakin akan bawa kepada mereka para ahli yang memiliki kapasitas ilmiyah dibidangnya, karena kita yakin mereka telah lama belajar dan mereka memiliki ilmu atas apa yang mereka pelajari serta menyampaikan sesuatu dengan kapasitas keilmuannya..
Hal ini sebagaimana keumuman firman Allah Tabaroka wa Ta’ala :
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ.
“Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki ilmu, jika engkau tidak mengetahui.” (Qs. An Nahl 43)
Dan demikianlah syariat mengajarkan kita untuk ilmiyah bertanya kepada orang yang memiliki ilmu dibidangnya.. seperti perkara agama maka bertanyalah ke para ulama, para ustadz, para dai.. begitupun halnya perkara dunia bertanya kepada masing-masing yang memiliki kapasitas keahlian dibidangnya, misal bab kesehatan maka bertanya dan mencari info kepada dokter dan tenaga medis/kesehatan, bab design bangunan maka kepada arsitek, bab kendaraan bertanya kepada teknisi di bengkel mesin dan lain sebagainya..
Karena jika tidak demikian (yaitu yang ditanya bukan ahlinya dan tidak memiliki kapasitas ilmiyah dalam bidang ilmunya), maka akan timbul hasil pendapat atau pemikiran yang aneh dan memperkeruh suasana serta tidak memberikan solusi.
Maka benarlah ungkapan Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah :
من تكلم بغير فنه أتى بالعجائب
“Barangsiapa yang berbicara tentang sesuatu yang bukan bidangnya (diluar ilmunya), maka akan memunculkan banyak pendapat yang aneh” (Fathul Bari 3/584)
Dan ini semua menjadi renungan bagi kita sebelum berkomentar dan berucap menyikapi segala sesuatu disekitar dengan melihat kapasitas diri sebelum berkomentar, Allah Ta’ala berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Qs. Al Isra 36)
Semoga kita dijauhkan dari ciri-ciri seorang ruwaibidhoh, yaitu orang yang berbicara dalam urusan luas diluar kapasitas dirinya sebagaimana Nabi shallahu alaihi wasallam bersabda :
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara. “Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh (tidak memiliki kapasitas ilmiyah dibidangnya, pen-) yang turut campur dalam urusan (bahasan) masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah no. 4036. Dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah dalam as-Shahihah no. 1887)
Hanya Allah yang dapat memberi taufik dan hidayah
__________
📜 Penyusun | Tim Shahihfiqih
📝 Disusun 16 Dzulqo’dah 1442 H / 27 Juni 2021