Artikel Tazkiyatun Nafs

Panas Mendengar Kata Bid’ah Lalu Marah, Karena Merasa Tidak Salah

• “Dikit-dikit bid’ah..!”
• “Itu bid’ah, ini Bid’ah..!”
• “Lha itu baik kok ndak boleh..!”
• “Tak apalah, yang penting baik..”

Itulah diantara awal panasnya telinga seseorang, ketika mendengar kata bid’ah. Seakan orang yang berkata tentang bid’ah sedang mempersalahkan dan menghujatnya..

Ketahuilah wahai saudaraku diantara nikmat dan kesempurnaan iman seseorang adalah dia mencintai dan menginginkan kebaikan bagi saudaranya, sebagaimana dia menginginkan kebaikan bagi dirinya..

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Iman, Bab Min Al Iman An Yuhibba Liakhihi Ma Yuhibbu Linafsihi 13)

Mungkin saudaramu sedang menasehatimu karena sebab dia mencintaimu dan dia berharap kebaikan padamu sebagaimana dia telah merasakan kebaikan yang telah Allah berikan pada dirinya..

Mungkin engkau marah karena engkau belum tahu.. Atau mungkin belum sampai padamu sunnah (hadits) Nabi shalallahu alaihi wasallam..

Maka bersabarlah wahai saudaraku..
Dan janganlah langsung engkau marah seketika..
Pahamilah terlebih dahulu..
Mungkin tatkala engkau telah mendengarnya engkau baru akan mengerti dan memahaminya..

? Imam Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf al-Barbahari rahimahullah berkata :
“Jauhilah setiap perkara bid’ah sekecil apapun, karena bid’ah yang kecil lambat laun akan menjadi besar. Demikian pula kebid’ahan yang terjadi pada ummat ini berasal dari perkara kecil dan remeh yang mirip kebenaran sehingga banyak orang terpedaya dan terkecoh, lalu mengikat hati mereka sehingga susah untuk keluar dari jeratannya dan akhirnya mendarah daging lalu diyakini sebagai agama. Tanpa disadari, pelan-pelan mereka menyelisihi jalan lurus dan keluar dari Islam.” (Syarhus Sunnah lil Imaam al-Barbahary 7, tahqiq Khalid bin Qasim ar-Radadi, cet. II/Darus Salaf, tahun 1418 H)

? Sufyan ats-Tsaury rahimahullah mewanti-wanti kepada kita :

اَلْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لاَ يُتَابُ مِنْهَا.

“Perbuatan bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kemaksiatan. (Karena) pelaku kemaksiatan masih mungkin ia untuk bertaubat dari kemaksiatannya sedangkan pelaku kebid’ahan sulit untuk bertaubat dari kebid’ahannya.” (Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 238)

Seperti itulah yang dahulu dialami..
Bersikeras menolak, seakan kebenaran sudah ada bersama diri..
Beberapa nasihat seakan hanya melewati telinga ini..
Kami pun memusuhi sesuatu yang tidak kami ketahui..
Kami jauhi dan tak mau peduli..

Tapi kini begitu indah kami nikmati..
Hidup tentram, tenang bersama tuntunan sunnah Nabi..

Duhai diri yang belum mengetahui indahnya sunnah nabi..
Janganlah engkau menghina dan memusuhi orang yang berusaha menjalankan kebaikan ini..
Apalagi engkau lempar tuduhan wahabbi pada orang-orang yang menjalankan sunnah Nabi..
Lalu dengan mudah engkau bubarkan orang-orang yang sedang mengaji..
Tapi justru engkau mengaku paling bertoleransi..

? Imam Asy Syathibi rahimahullahu Ta’ala berkata : 
“Aku sempat dilanda kebimbangan, apakah tetap mengikuti sunnah dengan konsekwensi menyelisihi kebiasaan masyarakat (yang menyimpang dari syariat islam), ataukah mengikuti saja kebiasaan mereka. Apabila tetap berpegang pada sunnah bisa di pastikan aku akan menanggung akibat (celaan dan kebencian) yang dialami siapapun yang tidak sejalan dengan kebiasaan masyarakatnya, apalagi jika masyarakatnya itu mengklaim amalan merekalah yang sesuai sunnah, bukan yang lain. Hanya saja, di balik beban berat tersebut aku akan meraih pahala yang besar. Setelah mempertimbangkan secara matang, akupun menyimpulkan bahwa derita akibat mengikuti sunnah adalah keselamatan yang sesungguhnya, sementara manusia tidak mungkin menyelamatkanku dari azab Allah sedetikpun.” (Kitab Al- I’tishom 1 : 34-35)

Wallahi Akhi ukhti, sungguh jika engkau mengetahui nikmat diatas sunnah nabi, niscaya engkau tak akan pernah memusuhi..
Mungkin saat ini engkau belum mengerti..

Tapi kami berharap semoga Allah terus menjagamu dan membimbingmu suatu saat kelak kepada sunnah Nabi…

_______________________

  • Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن صيتن)
  • Disusun 21 Shafar 1439 H / 10 November 2017

Follow Akun Kami

Berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dengan pemahaman generasi terbaik para Shahabat ridwanullah ‘alaihim jami’an, Ijma.

Shahihfiqih.com © Copyright 2024 | All Rights Reserved
Powered by Fahd Network